SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) membedah buku ‘Membela Islam Membela Kemanusiaan’ karya Fajar Riza Ul Haq di Gedung Siti Walidah, UMS, Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo, Kamis (18/1/2018).
Mutahjarun Jinan, Majelis Kader Muhammadiyah menerangkan bela Islam itu muncul karena ada dua konotasi. Katanya, yang pertama di wilayah Timur Tengah muslim diposisi teraniaya tapi tidak bisa bergerak, secara bawah sadar kaum muslim tahu. Kemudian kedua, Populisme politik yang menempatkan kaum muslim sebagai sasaran dan ancaman.
“Kenapa sekarang aksi bela Islam begitu populer dan menjadi mantera. Kita perlu tahu keadaan umat Islam saat ini, secara nasional dan Internasional. Kita sepakat bahwa kaum muslimin itu dalam posisi tertindas, kalah dan teraniaya,” ucapnya.
Lebih lanjut, KH Dian Nafi’, pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan, Makamhaji, Sukoharjo memaparkan 4 hal terkait buku hasil tulisan Riza yakni observasi, kontekstualisasi, Islam sebagai ideologi, dan pentingnya komposisi Islam.
“Ada tektualitas, dari buku ini observasi mas Riza ingin umat Islam jangan memosisikannya sebagai korban, karena bisa sanggup berdiri sendiri,” ucapnya.
“Kebersamaan beragama Islam itu harus ditempatkan ekosistem. Membebaskan belenggu kemiskinan, menegakkan keadilan dan pro membela kemanusiaan,” imbuhnya.
Sementara itu, Riza menyampaikan tiga hal terkait karya bukunya. Sejarah dirinya hingga menghasilkan karya tulis, kehormatan guru-gurunya yang merupakan tokoh di NU dan Muhammadiyah, dan isi buku ‘Membela Islam Membela Kemanusiaan’.
“Kita tahu diluar sana banyak sekali konflik, yang residunya sampai kepada kita. Tapi saya yakin tidak sampai terpuruk di negeri kita. Coba lihat Asia paling banyak suku dan etnik, artinya apa potensi konflik itu lebih besar di Asia tenggara,” katanya.
Dia menyoroti munculnya kebangkitan sektarian dengan pola berbeda. Eskalasi bentuk lain polarisasi umat yang luar biasa.
“Isu tentang kesenjangan sosial dulu tidak laku. Sekarang isu ketimpangan ekonomi identik dengan perjuangan Islam, kita seakan korban dari rezim, korban dari penguasa,” paparnya. [SY]