KAIRO, (Panjimas.com) – Konferensi Internasional khusus menyoal krisis Yerusalem dimulai Rabu (17/01) lalu di Kairo, Mesir. Konferensi ini berupaya menanggapi kebijakan sepihak AS awal Desember lalu yang mendeklarasikan Al-Quds Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Tampak para pejabat, tokoh negara, tokoh Islam dari sekitar 86 negara menghadiri Konferensi Internasional yang digelar di Universitas Al-Azhar Mesir itu, yang dikenal luas sebagai salah satu universitas tertua di dunia Islam.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Yousef bin Ahmad Al-Othaimeen, Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul-Gheit, Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia Pendeta Olav Fykse Tveit turut berpartisipasi dalam perhelatan tersebut dan tampak di antara para hadirin peserta Konferensi Al-Quds Yerusalem.
Konferensi Internasional di Al-Azhar tersebut dijadwalkan berlangsung selama dua hari dan akan fokus membahas cara-cara serta upaya memberikan dukungan untuk menjaga identitas Palestina dan Arab di Yerusalem, dilansir dari AA.
Meskipun mendapat perlawanan dunia internasional, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (06/12) di ruang resepsi diplomatik Gedung Putih tetap bersikukuh mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Menurut Trump, Departemen Luar Negeri A.S. telah memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Israel Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pergeseran dramatis dalam kebijakan A.S. ini segera memicu gelombang aksi demonstrasi “Day of Rage” di wilayah Palestina, bahkan di berbagai negara seperti Turki, Mesir, Yordania, Aljazair, Irak, Indonesia dan di negara-negara Muslim lainnya.
Pengumuman Trump tersebut juga memicu kecaman keras dari seluruh dunia, termasuk Uni-Afrika, Uni Eropa, Negera Amerika Latin dan PBB.
Selama masa kampanye Pilpres AS lalu, Donald Trump berjanji untuk memindahkan Kedutaan A.S. dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan sejak Rabu (06/12) janji itu diwujudkan Trump melalui pernyataanya di ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih.
Tak lama setelah Deklarasi A.S., Imam Besar dan Grand Mufti Al-Azhar, Syaikh Ahmed al-Tayeb menyerukan diadakannya konferensi internasional untuk membahas cara-cara mempertahankan Al-Quds Yerusalem.
Pada bulan yang sama, Turki menginisiasi penyelenggaraan KTT Luar Biasa OKI, yang mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
“Kami, yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina, harus mendorong negara-negara lain untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967,” tegas Mevlut Cavusoglu dalam sebuah pidatonya kepada rekan-rekannya di Dewan Menteri Luar Negeri OKI saat mengadakan pertemuan di Istanbul, dilansir oleh Anadolu.
“Kami berkumpul di sini untuk menghentikan penganiayaan. A.S., yang telah sangat melukai hati manusia. Israel bertujuan untuk melegitimasi usaha pendudukannya.” “Keputusan A.S. ini batal dan tidak sah, tidak berlaku bagi kita,” tandasnya
“Mari kita lindungi Yerusalem, yang merupakan tempat suci bagi tiga agama Ibrahim,” pungkasnya.
“Palestina perlu diakui oleh negara-negara lain”, imbuhnya.
“Kita harus mendorong [negara-negara lain] untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota,” tapi tidak hanya dengan mengatakan bahwa itu adalah ibukota [Palestina], tapi dengan menindaklanjutinya dengan tindakan-tindakan nyata, ujarnya menekankan.
“KTT luar biasa hari ini akan menunjukkan perjuangan umat Islam,” atau perjuangan masyarakat,” tambahnya.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.[IZ]