Sragen, Panjimas — Dalam upaya menciptakan keberdayaan petani yang tergabung di Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM), Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) jalin kolaborasi dengan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dengan tujuan memotong mata rantai penjualan produk petani.
Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamien menuturkan bahwa panjangnya rantai penjualan produk petani, menjadi masalah tersendiri yang harus segera ditemukan solusinya. Sebab, model pasar tersebut menjadikan harga jual produk petani murah. Lebih-lebih jika mereka terhimpit oleh pasar, kemudian menjual produknya kepada tengkulak.
Maka, imbuh Yamien, lalu lintas dagang khususnya perdagangan beras petani JATAM hari diefisienkan. Produk pertanian harus dipertemukan dengan konsumen secara langsung, tidak melalui mata rantai perdagangan yang panjang. Hemat Yamien, pemberdayaan seperti itu lebih efisien dalam keberdayaan petani, karena petani memiliki daya atas harga produknya sendiri.
“Dengan mencoba mengefisienkan akses produksi, hasilnya bisa lebih maksimal.” Ungkap Yamien pada, Kamis (23/2) di Sragen.
Karena persoalan petani sangat mendesak, Yamien berharap kolaborasi ini segera terwujud dan dapat melaksanakan amanat Muhammadiyah dalam menciptakan kedaulatan pangan. Selain itu, komitmen terhadap keberdayaan kelompok petani juga bagian dari menjalankan perintah dalam Al Qur’an. Sebab, menolong kelompok yang tertindas – miskin, baik yang disebabkan secara kultural maupun struktural merupakan bagian dari spirit Al Ma’un yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan.
Sementara itu, Ekonom Indonesia, Arif Budimanta menuturkan bahwa Muhammadiyah memiliki potensi ekonomi dan bisnis yang luar biasa jika dikelola dengan baik dan benar, sesuai asas. Gerakan pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM, khususnya dalam pengorganisasian petani dalam JATAM menurutnya harus direalisasikan di beberapa wilayah di Indonesia.
Arif Budimanta berharap, ke depan bukan hanya dalam replikasi, tapi melalui kolaborasi lintas majelis ini juga bisa melakukan scale up atau peningkatan pendapatan, operasional dan reputasi yang lebih baik dari sebelumnya.
“Ke depan bisa kita replikasi oleh MPM dan Majelis Ekonomi, bukan hanya di replikasi tapi juga di Scale up sehingga ke depan secara perlahan ini bisa dikembangkan titiknya di berbagai wilayah, bukan hanya di Jawa tapi juga di sumatera dan tempat lain,” ungkapnya.
Di sisi lain, untuk menanggapi isu minyak goreng yang dikuasai oleh pemilik kapital besar, Arif menyampaikan, bahwa MEK PP Muhammadiyah juga akan mengembangkan produk minyak goreng merah, untuk menampung produk-produk dari petani-petani kecil yang terhimpit oleh kelompok-kelompok besar.