PEKAN BARU, (Panjimas.com) – Saracen yang menghebohkan selama ini ternyata hanya masalah illegal akses akun facebook seseorang yang bernama Sri Rahayu dan tidak ada hubungan dengan Muslim Cyber Army (MCA). Sidang perkara illegal akses yang ke sembilan dengan agenda keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum terdakwa Jasriadi yang dianggap inisiator dan pemimpin Saracen digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekan Baru pada hari Kamis (8/3) kemarin.
Yang mana dalam keterangan ahlinya, Erdiansyah, SH,MH dosen Fakultas Hukum Universitas.Riau menyatakan bahwa pasal pasal alternatif yang dikenakan/ diterapkan dalam dakwaan yaitu pasal 30 ayat 1, pasal 30 ayat 2, pasal 32 ayat 1 , pasal 32 ayat 2, pasal 35 , adalah norma yang Tidak Ada di dalam UU no 19 thn 2016 Tentang uperubahan UU no 11 Tahun 2008 tentang ITE sehingga tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa seperti yang didakwakan selama ini.
Hal demikian diatas diungkap dan ditegaskan kembali oleh Abdullah Al Katiri selalu Penasehat Hukum Jasriadi yang disangkakan sebagai Ketua Saracen selama ini. Abdullah Al Kitiri yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) menyampaikan tersebut kepada Panjimas pada Kamis (8/3).
Menurit Al Kitiri, selain itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga tidak dapat menampilkan kembali barang bukti yang telah disita di dalam persidangan seperti yg diatur oleh pasal 6 UU no 11 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa barang bukti dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila di dalam persidangan dapat diakses secara utuh dan dapat dipertanggung jawabkan.
“Karena diakui sendiri oleh ahli digital forensik Polri yang berwewenang memeriksa atau memverifikasi itu belum pernah melakukan pemeriksaan barang bukti yang berupa akun facebook milik Sri Rahayu yang diduga telah diakses secara illegal oleh Terdakwa,” kata Al Kitiri menambahkan.
Dirinya juga mengatakan bahwa menurut Erdiansyah, sang saksi ahli yang dihadirkan itu. Masalah dugaan pemalsuan KTP, Paspor dan Kartu BPJS sesuai pasal 5 ayat 4 UU ITE dengan tegas dinyatakan bahwa perbuatan tersebut tidak termasuk yang diatur oleh UU ITE melainkan diatur oleh KUHP.
Begitu pula screenshoot – screenshoot KTP , Paspor dan Kartu BPJS yang ada dalam BAP tidak pernah di up load atau disebarlan oleh Terdakwa. Karena gambar gambar tersebut masih tersimpan sampai saat ini di dalam external Hardisk yang disita dari tempat kerja Terdakwa tanpa adanya berita acara penyitaan sesuai ketentuan yang ada.
“Saksi ahli, Erdiansyah juga menegaskan bahwa :”Selama gambar gambar tersebut tidak pernah digunakan yang mengakibatkan kerugian orang lain maka tidak ada perbuatan pidana,” demikian saya kutip pernyataan saksi ahli itu,” ujar Al Kitiri.
Senada dengan itu Al Kitiri juga mengatakan bahwa pendapat yang sama juga ditegaskan oleh Ahli Hukum ITE yang juga dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari USALA. [ES]