Bogor (Panjimas.com) – Penolakan terhadap Pengajuan Revisi RUU Penodaan dan Penistaan Agama (PNPS) adalah salah satu rekomendasi kedua Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Al Ittihadiyah yang berlangsung di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat pada 26-27 Januari 2018.
Menurut pandangan Al Ittihadiyah, jika Penetapan Presiden No.1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No 5/1969 itu jadi diubah, maka akan sangat berpotensi memicu konflik yang lebih besar bagi kehidupan beragama di Indonesia, karena merasa kemurnian ajaran agamanya terganggu.
Akibat selanjutnya adalah bisa muncul tindakan anarkis sebagai reaksi dari umat beragama yang protes jika agamanya diganggu. Oleh karena itu, DPP Al Ittihadiyah tetap konsisten untuk: Menolak dicabutnya UU PNPS tahun 1965 yang akan dilakuan oleh Presdien RI.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan YME, Agama merupakan hak dasar manusia. Karena itu harus dilindungi oleh negara Karena itu diperlukan perangkat hukum untuk mengaturnya.
Pemerintah harus melaksanakan dan konsisten menjalankan UU PNPS 1965 dengan tegas. Al Ittihadiyah mengajak umat beragama dan seluruh masyarakat bersatu menolak dicabutnya UU PNPS 1965 karena akan menimbulkan konflik sosial dan agama.
Adapun rekomendasi ketiga, Al Ittihadiyah menolak Aliran Kepercayaan Disejajarkan dengan Agama dan masuk ke dalam kolom identitas dalam KTP.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aliran kepercayaan agar masuk dalam kolom agama di KTP sebagai identitas adalah hal yang menyalahi kesepakatan. Negara ini diatur melalui kesepakatan, kita sepakat untuk membentuk NKRI, munculnya Pancasila dan UUD 1945 serta berbagai kesepakatan lain seperti solusi-solusi kebangsaan.
Tolak LGBT
Rekomendasi Mukernas Al Ittihadiyah keempat adalah menolak LGBT, karena merupakan penyimpangan kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran Agama Islam yang hak.
Masyarakat Indonesia menganggap bahwa LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) adalah kaum yang menyimpang dan kaum berdosa yang tidak termaafkan, karena perbuatan ini selain merusak norma kehidupan juga melanggar aturan norma atau nilai-nilai agama, budaya dan UU dan bertentangan dengan falsafah Pancasila yang selama ini masih tidak diperbolehkan di Indonesia.
Oleh karena itu, diharapkan dengan terbitnya RUU KUHAP tahun 2018 terkait LGBT, bisa memberikan kekuatan hukum bagi kegiatan LGBT di Indonesia agar dilarang, tidak berkembang dan tidak lagi ada di Indonesia.
Negara atau pemerintah berhak melarang dan menindak secara hukum kegiatan LGBT di Indonesia ini dalam membina para korban untuk dikembalikan lagi kepada fitrahnya sebagai manusia biasa dengan sentuhan kasih sayang dan kemanusiaan. (ass)