Bogor (Panjimas.com) – Perlu adanya perbaikan dalam Proses Rekrutmen dan Kaderisasi Kepemimpinan Nasional merupakan rekomendasi kelima Mukernas Al Ittihadiyah yang berlangsung di Bogor selama dua hari (26-27 Januari 2018).
Al Ittihadiyah memandang, Indonesia sejak menyatakan diri Merdeka 72 tahun yang lalu, dan telah dipimpin oleh 9 (sembilan) orang Presiden masih sangat jauh dari cita-cita founding Father yaitu bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera rohani dan jasmani, yang seluruh masyarakatnya hidup dalam tatanan dan aturan keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa yang bebas dari bentuk penjajahan, kebodohan dan kemiskinan , atau dalam bahasa islami “baldatun thoyibatun wa robbun ghofur”.
Oleh karena itu, disarankan kepada para Pimpinan Partai Politik dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan bekerja secara bersama dan sinergis untuk merumuskan kembali sistem kepemimpinan nasional yang dapat melahirkan negarawan-negarawan yang handal, yang benar, adil, jujur dan tidak mementingkan diri sendiri dengan menghalalkan segala cara dalam bekerja untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Sebagai bentuk ibadahnya kepada Allah SWT, tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, kepentingan keluarga dan kelompok/partai politik sendiri. Dan menyaring dan menampilkan kader-kader pemimpin yang handal dan unggul tidak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam bekerja.
Reforma Agraria
Rekomendasi keenam, Al Ittihadiyah menilai, perlu segera dilaksanakan Reforma Agraria yaitu kembali kepada UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 dan Tap MPR No. 9 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaaan Pembaruan Agraria Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Dalam rangka pemerataan ekonomi dan menegakan Keadilan untuk seluruh sakyat Indonensia, Al Ittihadiyah melihat persoalan ketimpangan telah menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan nasional. Kekayaan dimonopoli segelintir orang yang menguasai lahan, jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan, dan obligasi pemerintah.
Oleh karena itu, Pemerintah dan semua pihak (Ormas, Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian) secara bersama perlu mengawal agenda pembaruan agraria, tidak terbatas pada program sertifikasi tanah, tetapi redistribusi tanah untuk rakyat dan lahan untuk petani.
Agenda pembaruan agraria selama ini tidak berjalan baik karena Pemerintah tidak punya komitmen kuat menjadikan tanah sebagai hak dasar warga negara. Pemerintah perlu segera melaksanakan program pembaruan agraria meliputi:a. Pembatasan penguasaan tanah/hutan; Pembatasan kepemilikan tanah/hutan; Pembatasan masa pengelolaan tanah/lahan; Redistribusi tanah/hutan dan lahan terlantar; Pemanfaatan tanah/hutan dan lahan terlantar untuk kemakmuran rakyat.
Target reforma agraria baik redistribusi aset ataupun pemberian akses terhadap Sumberdaya Alam (Hutan) dan lahan harus benar benar sampai kepada masyarakat lokal atau masyarakat yang benar-benar membutuhkannya. Dan karena masyarakat tidak memiliki modal berupa biaya, maka sebaiknya diberikan bantuan berupa subsidi dalam proses fasilitasi untuk mendapatkan hak-haknya sehingga benaribenar dapat meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Penguatan Iptek
Rekomendasi Ketujuh, perlu Dilakukan Penguatan Peran Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi dan Penataan Dunia Riset Sebagai Pemandu Dalam Pembuatan Kebijakan Pembangunan Nasional.
Dalam memajukan iptek dan dunia riset nasional, perlu dilakukan reformasi kelembagaan riset dan program penelitian IPTEK Nasional yang dapat memberikan ruang gerak yang luas dan leluasa bagi kerja para ilmuwan dan peneliti Indonesia yang langsung melekat pada lembaga Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan Propinsi dan Kepemimpinan di Tingkat Kabupaten/ Kota yang dapat menjembatani antara kelembagaan negara dengan pengguna hasil riset baik dunia usaha, kelompok profesi, dan kelompok masyarakat.
Peneliti harus dikeluarkan dari kurung birokrasi yang kaku dan statis, bahkan birokrasi relatif lambat dalam mengantisipasi perubahan. Sementara peneliti adalah aktor dalam perubahan, sehingga kalau peneliti dikurung dibirokrasi, bisa seperti tikus mati di lumbung padi. (ass)