DHAKA, (Panjimas.com) – Sedikitnya 4 penduduk Rohingya dilaporkan meninggal dunia setelah sebuah kapal yang membawa Muslim Rohingya terbalik di Teluk Benggala, di wilayah dekat dengan pantai selatan Bangladesh, Selasa (31/10), menurut seorang pejabat Bangladesh.
Abul Khair, yang bertanggung jawab atas Kantor Kepolisian setempat, mengkonfirmasi kejadian tersebut dan mengatakan bahwa 28 penumpang telah diselamatkan dan dievakuasi.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengungkapkan kesedihan mendalamnya atas hilangnya nyawa 4 Muslim Rohingya dalam insiden terbaliknya kapal di Teluk Benggala baru-baru ini.
“6 keluarga – 42 orang secara total, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak pergi dengan kapal nelayan dari Gozon Dia, wilayah Selatan kota Maungdaw di negara bagian Rakhine, Myanmar Utara, sekitar jam 2 pagi. Mereka berlari ke laut lepas dan mendekati pantai di daerah Imamerdail di Subdistrik Ukhia di Bangladesh, ” jelas Badan Pengungsi PBB tersebut mengutip kesaksian para korban yang selamat.
“Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun meninggal di tempat. Total, 22 orang yang terluka dilarikan ke rumah sakit dan klinik-klinik LSM namun 3 korban dilaporkan meninggal dunia dalam perjalanan. Sisanya 19 korban dibawa ke pusat transit UNHCR di dekat Kamp Kutupalong, ” imbuhhnya, mengutip laporan Anadolu.
Lebih dari 600.000 Rohingya Mengungsi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuding Myanmar mengizinkan pasukan militernya untuk terlibat dalam operasi pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya.
Badan-Badan bantuan kemanusiaan telah memperingatkan bahwa ada kekhawatiran nyata bahwa anak-anak yang rentan tersebut dapat menjadi korban-korban pelecehan ataupun perdagangan manusia.
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari operasi militer di Myanmar di mana tentara dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumah mereka dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus lalu, saat Militer melancarkan operasi brutalnya terhadap penduduk Rohingya, 607.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Rakhine menuju ke wilayah Bangladesh, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Ini adalah gerakan “terbesar dan tercepat” dari populasi sipil di Asia sejak tahun 1970an, demikian pernyataan PBB.
Beberapa pakar PBB beberapa pekan lalu mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]