STRASBOURG, (Panjimas.com) – Mosi yang digalang Turki ditolak oleh Majelis Parlemen Dewan Eropa, Parliamentary Assembly of the Council of Europe (PACE), Senin (09/10). Mosi tersebut mengusulkan digelarnya sesi darurat mengenai krisis Rohingya di Myanmar ditolak.
Pejabat Presiden PACE Roger Gale mengatakan dalam sebuah sesi pembukaan di Strasbourg bahwa usulan delegasi Turki ditolak oleh Biro Majelis PACE.
Turki ingin membahas tindakan brutal pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Sebaliknya, PACE setuju untuk mengadakan pertemuan tentang referendum Catalonia dan undang-undang pendidikan baru di Ukraina, seperti dikutip Anadolu.
Sejak 25 Agustus lalu, ketika Militer Myanmar melancarkan tindakan keras dan brutal terhadap Rohingya, 515.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Myanmar Rakhine ke Bangladesh, demikian menurut PBB.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal tersebut.
Beberapa pakar PBB pada hari Selasa pekan lalu juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]