JAKARTA (Panjimas.com) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tertanggal 10 Juli 2017 untuk mengatur organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia. Penerbitan Perppu ini juga merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.
Substansi pokok dari Perppu tersebut adalah menghilangkan proses pengadilan dalam pembubaran Ormas. Maka untuk menanggapi Perppu tersebut, Ketua Umum PP HIMA Persis, Nizar Ahmad Saputra dan Sekretaris Jenderal, M. Ryan Alviana dalam siaran persnya (12/7) mencatat beberapa hal yang harus dicermati.
Pertama, ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI jelas harus dibubarkan. Namun yang perlu dicatat bahwa pemerintah sebaiknya mengikut proses mekanisme perundangan-undangan yang ada dengan mengajukan gugatan ke pengadilan jika hendak membubarkan ormas yang berbadan hukum.
Kedua, pembubaran Ormas kewenangan mutlak Pemerintah (Kemendagri untuk SKT dan Kemenkumham untuk badan hukum). Namun tanpa mekanisme pengadilan, maka Pemerintah sudah bergeser dari negara berdasarkan hukum (rechtsstaat) menjadi negara kekuasaan (machstaat).
Ketiga, selain bentuk constitutional dictatorship, Perppu ini jelas beraroma kesewenang-wenangan. Demokrasi menjadi mati total dengan pembubaran sepihak oleh Pemerintah.
Pasal 59 ayat 3 yang berisi tentang larangan Ormas adalah pasal yang cukup krusial karena dapat dipergunakan sewenang-sewenang oleh penguasa. Sehingga pasal ini bisa mengancam semua ormas.
HIMA Persis mendorong pemerintah untuk lebih mengedepankan dan membuka dialog secara terbuka terhadap ormas-ormas yang dianggap tidak sejalan dengan dasar negara. (desastian)