JAKARTA (Panjimas.com) – Masih segar dalam ingatan ketika Dosen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polirik Universitas Indonesia (UI) Ade Armando dalam cuitannya di twiter membuat umat Islam tersinggung.
Cuitan Ade Armando pada 2015 itu berbunyi: “Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, Hiphop, Blues”.
Atas cuitannya tersebut, Ade dilaporkan oleh Johan Kahn ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 2015. Bahkan Ade sempat menjadi tersangka dalam kasus penodaan agama pada 25 Januari 2017 lalu. Selama menjadi tersangka, Ade satu kali dipanggil oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, untuk diperiksa, yakni pada tanggal 30 Januari 2017.
Ade Armando pun dijerat Undang-Undang Informasi, Teknologi, dan Elektronik (ITE) karena cuitannya di twitter soal Tuhan. “Saya tentu menghormati proses hukum, tetapi saya tetap heran mengapa kata-kata saya bahwa ‘Tuhan Bukan orang Arab’, dianggap sebagai penodaan agama,” kata Ade dalam keterangan persnya, Rabu, 25 Januari 2017.
Setelah menjadi tersangka, Polda Metro Jaya kemudian menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap kasus yang menjerat dosen FISIP Universitas Indonesia tersebut. “Dengan dikeluarkannya SP3 itu berarti saya dianggap tidak melakukan pelanggaran pidana menodai agama,” tulis Ade dalam laman Facebook pribadinya, Senin, 20 Februari 2017.
Saat dikonfirmasi, Ade mengatakan baru mendapatkan kabar itu dari Polda. Ia pun langsung membagikan kabar itu pada kawan-kawan di Facebook pribadinya.
Dengan diterbitkannya SP3 oleh Polda terhadap kasus Ade. Ini menunjukkan polisi membiarkan dan membolehkan terjadinya penistaan agama di negeri ini. Ade pun terlihat gembira, dengan terbebaskan statusnya sebagai tersangka. “Pengugat (Johan Kahn) juga sudah dikirim suratnya (oleh Polda) bahwa kasusnya sudah dihentikan,” kata Ade.
Sebelumnya Ade mengatakan, maksud dari cuitan itu adalah untuk menunjukkan bahwa Tuhan sama sekali tidak bisa disamakan dengan manusia, termasuk manusia Arab. Sebab, kata dia, Tuhan maha besar, maha pengasih, maka Tuhan pasti tidak keberatan kalau ayat-ayat Al-Quran dibaca dengan cara beragam sesuai kebudayaan masing-masing; dan tidak hanya dengan satu langgam.
“Saya tidak merasa bersalah dan harus minta maaf pada siapapun,” ujar Ade. Ade menduga kasus yang sudah dilaporkan dua tahun lalu itu baru ditindaklanjuti karena ada desakan dari pihak yang melaporkannya.Menurut Ade, si pengadu mungkin berharap dia akan bisa dibungkam dengan cara ini.
Kontroversial Ade
Bukan yang pertama, Ade Armando melecehkan Islam. Sebelumnya, Pada 8 April 2016 lalu, Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) itu menulis sebuah artikel, bahwa Sunnah dan Hadits tidak perlu dipatuhi sebagai hukum.
Kemudian Ade Armando yang menyebutkan bahwa Hadits Nabi Muhammad saw melecehkan ilmu pengetahuan. Pernyataannya itu tertuang dalam sebuah makalah yang terposting di madinaonline.id pada 8 April 2016 lalu.
Satu lagi pernyataan kontroversial Ade Armando yang menyebutkan bahwa Sunnah ataupun Hadits Nabi Muhammad menggelikan, diskriminatif dan bahkan mendorong tindak kekerasan dan konflik.
Ade Armando mengungkapkan opininya bahwa tidak masuk logika jika Surga hanya diperuntukan kepada satu agama saja. Ade mempertanyakan status haram dalam Islam terkait kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Dalam Pidato Kebudayaan yang berjudul “Agama Ideal di Masa Depan” di Pisa Kafe Mahakam, Jl. Mahakam I No.11, Jakarta Selatan, Jum’at (1/4/2016) mengatakan bahwa sudah tidak saatnya lagi menegakan syariat Islam. Masih banyak lagi pernyataan sesatnya di berbagai media sosial dan artikel yang ditulisnya. (desastian)