TUNIS, (Panjimas.com) – Mantan Presiden Tunisia Moncef Marzouki menyerukan kepada Presiden Beji Caid Essebsi untuk bertemu dengan para Duta Besar dari Rusia dan Iran untuk memprotes apa yang terjadi di Aleppo, Suriah, lebih lanjut Marzouki mengatakan Suriah telah menjadi negara independen dan sekarang diamanatkan oleh kedua negara [Rusia dan Iran] itu.
“Tugas politik dan kemanusiaan Presiden Essebsi saat tragedi terungkap di Aleppo adalah untuk memanggil Duta Besar Rusia dan Iran dengan tujuan menuntut dihentikannya pelanggaran-pelanggaran mengerikan terhadap warga sipil, terutama eksekusi-eksekusi lapangan,” tulis Marzouki melalui akun Facebooknya, dikutip dari Middle East Monitor.
“Rusia dan Iran menanggung tanggung jawab penuh atas apa yang terjadi di Suriah, sejak negara itu jatuh di bawah mandat mereka,” pungkasnya
Marzouki menambahkan bahwa sudah merupakan tugas rakyat Tunisia dan semua warga Arab untuk berdiri bersama dengan warga Suriah dan warga Aleppo secara khusus”.
“Rakyat Suriah telah mengalami masa-masa beberapa tahun ini, dimana pasukan rezim brutal yang ingin menaklukkan pemberontak,” imbuhnya.
Tentara rezim Suriah, yang didukung oleh pasukan Rusia dan Iran, telah merebut kota Aleppo dalam beberapa jam terakhir, yang sebelumnya dikuasai kubu oposisi.
Diperkirakan 100.000 penduduk Aleppo kini tetap dikepung oleh rezim Assad dan milisi-milisi sekutunya, ratusan ribu penduduk Aleppo Timur dikepung hanya dalam area seluas 8,6 kilometer persegi.
Sebagian besar dari mereka telah menghadapi situasi memburuknya pasokan makanan dan kekurangan air, terutama sejak awal bulan Desember, ketika rezim Assad menguasai Distrik Bab al-Nairab Aleppo. Untuk diketahui, Distrik Bab al-Nairab merupakan pusat tangki pasokan air utama di Aleppo.
Selama 27 hari terakhir, sebanyak 990 warga sipil telah tewas di Aleppo timur karena serangan-serangan oleh rezim Assad dan milisi-milisi sekutunya, kata sumber-sumber lokal di Aleppo.
Saat ini, semua Rumah Sakit dan fasilitas medis berhenti beroperasi karena serangan terus dilancarkan pasukan Assad, sementara itu pembelajaran di sekolah-sekolah juga terganggu.
Sejak awal 2011, Suriah telah menjadi medan pertempuran, ketika rezim Assad menumpas aksi protes pro-demokrasi dengan keganasan tak terduga — aksi protes itu 2011 itu adalah bagian dari rentetan peristiwa pemberontakan “Musim Semi Arab” [Arab Spring].
Sejak saat itu, lebih dari seperempat juta orang telah tewas dan lebih dari 10 juta penduduk Suriah terpaksa mengungsi, menurut laporan PBB.
Sementara itu Lembaga Pusat Penelitian Kebijakan Suriah (Syrian Center for Policy Research, SCPR) menyebutkan bahwa total korban tewas akibat konflik lima tahun di Suriah lebih mencapai angka dari 470.000 jiwa. [IZ]