JAKARTA, (Panjima.com) – Anggota DPR ikut bereaksi terhadap beberapa pernyataan yang dilontarkan oleh Polri. Mulai soal pengamanan pada aksi pada 4 November (411) dan 2 Desember (212) yang ikut membawa nama DPR hingga pemanggilan Bareskrim Polri terhadap anggota DPR Eko Hendro Purnomo atau yang lebih dikenal dengan Eko Patrio.
Dilansir detik. Protes itu disampaikan dalam jumpa pers yang dilakukan oleh Muhammad Syafi’i (Gerindra), Masinton Pasaribu (PDIP), Arsul Sani (PPP), dan Dossy Iskandar (Hanura). Jumpa pers dilakukan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
“Pemanggilan Bareskrim Polri terhadap Anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo bertentangan dengan Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,” kata Syafi’i.
Syafi’i mengutip Undang-Undang No.17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) yang mengatur bahwa Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun diluar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR (hak imunitas). Dia juga berpegangan pada UU MD3 dan putusan Mahkamah Konstitusi
“Pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap Anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden,” ungkapnya.
Selain itu, Syafi’i juga menyoroti pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan di Majalah Tempo pada 12 Desember 2016. Pernyataan itu adalah soal pengamanan Gedung DPR ketika aksi 411 dan 212.
“Pada intinya dia mengatakan anggota DPR pada 2 Desember tidak boleh masuk DPR walau atas perintah ketum DPR atau Ketum MPR. Ini menurut kami suatu yang luar biasa, DPR kan lembaga tinggi negara yang memiliki protokoler sendiri kemudian anggota DPR dilarang masuk gedung DPR walau tidak ada indikasi anggota DPR melakukan tindakan hukum sesuatu yang mencederai penegakan hukum di negara,” kata Syafi’i.
Dia menganggap Polri kini arogan dan tidak profesional. Oleh sebab itu dia dan anggota Komisi III lainnya menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut:
1. Pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. M. Iriawan merupakan pernyataan yang merendahkan lembaga negara dalam hal Ini DPR RI, padahal DPR RI telah berperan aktif dalam membantu Polri untuk melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya dalam melakukan pengamanan atas unjuk rasa.
2. Komisi III DPR Rl mendesak Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. M. lriawan harus meminta maaf kepada DPR RI atas pernyataan yang merendahkan institusi DPR sebagai lembaga negara.
3. Pemanggilan Bareskrim Polri terhadap Anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo bertentangan dengan Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
“Kita akan segera memanggil Kapolri setelah reserse meminta klarifikasi atas penyataan tersebut. Bayangkan sekelas Kapolri melanggar konstitusi,” tegasnya.
Lebih dari itu, Syafi’i bahkan meminta agar Kapolri mundur dari jabatannya. “Itu pendapat pribadi saya harusnya kapolri ini mundur karena menurut saya pribadi yang kayak gini tidak terjadi pada Kapolri-Kapolri yang sebelumnya,” imbuh Syafi’i.
Sementara itu, anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu meminta agar Polri bekerja sesuai undang-undang. Polri pun diminta memahami hubungan antarlembaga.
“Bila Polri memahami hubungan antar lembaga, Polri seharusnya datang ke DPR, minta klarifikasi dari MKD. Seharusnya ini yang dilakukan,” kata Masinton.
Soal pemanggilan Eko Patrio, Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Agus Andrianto sudah menjelaskan bahwa pemanggilan terhadap Eko hari ini tidak masuk ke dalam BAP. Sebab, Eko hanya diwawancara dan klarifikasi. Dalam klarifikasi itu, Eko menyatakan bahwa dia tidak pernah membuat pernyataan terkait pengungkapan terorisme merupakan pengalihan isu.
“Kalau beliau sudah sampaikan bahwa bukan beliau yang menyampaikan (statement pengalihan isu) artinya ada pihak lain yang mengupload. Oleh karena itu kita telusuri siapa sih yang membuat resah masyarakat ini,” kata Brigjen Agus Andrianto di Bareskrim Polri gedung KKP, Jalan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (16/12). [RN]