JAKARTA (Panjimas.com) – Banyak orang mengartikan kemerdekaan sebagai kebebasan dari penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Untuk konteks Indonesia, pemaknaan seperti itu sudah tidak tepat diartikulasikan dalam konteks kekinian. Pasalnya, Indonesia sudah merdeka dari penjajahan sejak 69 tahun yang lalu.
Apalagi, bentuk penjajahan gaya baru seperti dalam artian intervensi asing dalam bidang ekonomi, ideologi, sosial, budaya, dan juga media belakangan semakin mengkhawatirkan. “Boleh jadi kita bebas dari penjajahan bangsa lain, namun belum tentu kita bebas dari penjajahan dalam bidang-bidang yang disebutkan di atas,” tegas Ketum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, pada Jum’at (15/8/2014).
Yang lebih penting lagi, lanjut Saleh, bangsa ini belum tentu bebas dari penjajahan dalam bidang politik. “Kepentingan-kepentingan asing atas sumber kekayaan alam kita terkadang menyebabkan panggung politik kita diintervensi oleh kekuatan asing. Targetnya, agar arah pengelolaan sumber daya alam kita bisa diatur demi keuntungan pihak-pihak asing,” ujarnya.
Menurutnya, penjajahan gaya baru ini bisa jadi lebih berbahaya dari penjajahan di masa lalu. “Kalau dulu, musuh kita jelas. Sekarang, kita tahu persis ada musuh yang mengancam, tetapi tidak kelihatan siapa aktor-aktor intelektualnya,” tandasnya.
Saleh mengungkapkan, di masa penjajahan ada banyak mata-mata pribumi yang diperalat para penjajah. Sekarang, banyak juga “mata-mata” yang mewujud dalam berbagai aktivitas sosial untuk kepentingan asing. “Mana yang lebih berbahaya? Tentu yang lebih berbahaya adalah “mata-mata” yang ada sekarang ini,” tuturnya.
Kata Saleh, kemerdekaan sesungguhnya adalah kebebasan bangsa dan negara Indonesia dalam menentukan arah dan tujuannya secara mandiri tanpa campur tangan asing. Selain itu, bangsa Indonesia juga harus dibebaskan dari kemiskinan, kebodohan, ancaman penyakit, bencana alam, dan segala sesuatu yang mengganggu terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh kekayaan alam dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya memakmurkan rakyat. Karena itu, pendidikan, kesehatan, penciptaan lapangan kerja, dan keamanan harus menjadi prioritas utama.
Agar tercapai keadilan, pemerataan pembangunan dan akses pada modal usaha harus dibuka selebar-lebarnya. Dengan begitu, mereka yang tinggal di daerah tidak merasa tertinggal dan dianaktirikan. Pada akhirnya, mereka juga dapat menikmati hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya. [GA/rol]