Oleh: Nuim Hidayat (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia/DDII Kota Depok)
(Panjimas.com) – Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake, menulis di Kompas hari ini (27/9/2014). Ia mengajak Indonesia bersama-sama Amerika untuk melawan NIIS (ISIS). Blake lupa bahwa supporter gerilyawan Muslim ISIS di Indonesia tidak melakukan kegiatan kriminal di Indonesia. Kebanyakan kaum Muslim Indonesia diam-diam tahu bahwa ISIS musuh Amerika bukan Indonesia.
Untuk mengkambinghitamkan NIIS sehingga mereka layak dibunuh dan diberangus pasukan koalisi Amerika, Blake memulai tulisannya: “Rakyat Amerika dan Indonesia sama-sama dikejutkan oleh gambar-gambar mengerikan yang memperlihatkan tindak kekerasan yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS. “
Blake kemudian menyatakan : “NIIS merupakan ancaman besar bagi semua bangsa dan agama di dunia, mereka mengganggu keamanan dan mengancam perdamaian di Timur Tengah serta berpotensi menyebarkan ideologi mereka yang penuh kebencian di negara kita.” Artikel Blake itu diberi judul : Visi Bersama AS-RI Melawan NIIS.
Dubes AS boleh menyebarkan opini-opini keburukan ISIS dan mempengaruhi sebagian pejabat di tanah air, tapi Dubes tidak akan bisa menutupi keburukan dan kejahatan-kejahatan Amerika di Timur Tengah.
Seperti diketahui penyebab utama kekacauan di Irak sekarang ini adalah invasi Amerika ke Irak tahun 2003. Invasi AS ke Irak yang dilakukan Presiden George Bush saat itu, beralasan Saddam Husein mempunyai senjata pemusnah massa. Ternyata alasan Bush itu kemudian tidak terbukti.
Invasi Amerika yang menimbulkan korban lebih dari 500 ribu Muslim Irak itu, rupa-rupanya diketahui para ahli politik dan wartawan internasional tujuannya adalah untuk menguasai ladang-ladang minyak Irak. Sebuah media website yang mencatat cadangan-cadangan minyak di dunia menulis bahwa jumlah lading-ladang minyak di Irak menggiurkan.
Di Qurna Barat, Irak, misalya tercatat cadangan minyaknya 21 milyar barrel. Bulan Januari 2010, perusahaan patungan antara ExxonMobil dan Royal Shell Belanda mendapatkan kontrak (dari pemerintah AS) untuk mengembangkan 9 milyar barel dari ladang minyak Qurna Barat. Mereka akan meningkatkan produksi minyak dari 300.000 barel per hari menjadi 2,3 juta barel per hari.
Di wilayah Majnoon, Irak, cadangannya 13 Milyar barrel. Jumlah cadangan ini berada di daerah yang relatif kecil di dekat Sungai Efrat di Irak selatan. Karena berlimpahan begitu banyak sehingga membingungkan para ahli geologi, sehingga dinamakan Majnoon (gila). Ladang minyak di daerah ini berpotensi menghasilkan 1,8 juta barel per hari (bandingkan dengan Indonesia yang produksinya tidak sampai 1 juta barel/hari).
Di wilayah Rumaila Irak, cadangan minyaknya 17 milyar barrel. Rumaila merupakan lapangan yang berada di perbatasan Irak-Kuwait yang memicu perang. Ladang minyak di sini telah memproduksi 1juta barel per hari. Dan akan ditingkatkan produksinya menjadi 2,85 juta barel per hari. (Lihat, https://m.energitoday.com/2014/07/02/ini-negara-dengan-cadangan-minyak-terbesar-di-dunia/).
Sedangkan dalam website detik.com, dinyatakan bahwa Irak mempunyai cadangan keempat terbesar di dunia. Pertama Arab Saudi, 264,59 milyar barrel. Kedua, Venezuela 137 milyar barel. Ketiga, Iran 137,01 milyar barel dan keempat, Irak 114 milyar barel. (Lihat https://finance.detik.com/read/2010/10/04/154655/1455010/4/terbesar-ketiga-di-dunia-cadangan-minyak-irak-capai-143-miliar-barel)
“Tentu saja ini soal minyak, kita tidak bisa mengingkarinya,” kata Jenderal John Abizaid, mantan kepala Komando Pusat dan Operasi Militer di Iraq pada 2007. Mantan Kepala Bank Sentral AS Alan Greenspan sependapat, dalam tulisan memoarnya, “Saya sedih bahwa secara politik tidak nyaman untuk mengakui apa semua orang telah ketahui: perang Iraq utamanya adalah karena minyak. Mantan Senator yang kini jadi Menlu AS Chuck Huggel mengatakan hal yang sama pada 2007: “Orang bilang kita tidak berperang karena minyak. Tentu saja kita berperang karena minyak.”
Pusat Integritas Publik (AS) melaporkan bahwa pada Oktober 2003, “Lebih dari tujuh puluh perusahaan dan individu Amerika telah memenangkan kontrak bernilai hampir delapan miliar dolar. Angka itu berasal dari kontrak untuk proyek di Irak dan Afghanistan pasca perang selama dua tahun terakhir…Perusahaan-perusahaan ini menyumbang lebih dari 500.000 dolar untuk kampanye presiden George W Bush. Jumlah tersebut lebih banyak dari yang diterima politisi manapun selama dua belas tahun terakhir.” (Lihat buku : The Exception to The Rulers: Exposing Oily Politicians, War Profiteers, and The Media That Love Them. “Perang Demi Uang: Membongkar Ketamakan dan Keganasan Elit Politik Amerika”. Karya : Amy Goodman dan David Goodman, Mizan).”
Demonisasi ISIS, Demonisasi Saddam
Tahun 2003 beberapa hari sebelum Amerika melakukan penyerangan terhadap Irak, di PP Muhammadiyah Jakarta, dilaksanakan pertemuan ormas-ormas Islam dengan Sekretaris Kedutaan Amerika dan Sekretaris Kedutaan Kuwait. Penulis yang kebetulan saat itu sebagai Wartawan Tabligh Muhammadiyah kebetulan mengikuti pertemuan itu. Saat itu Sekretaris Kedutaan Besar Amerika menceritakan bagaimana keburukan dan kejahatan Saddam, sehingga layak untuk digulingkan dan diserbu negaranya. Pernyataan Sekretaris Dubes AS itu kontak mendapat perlawanan dari ormas-ormas Islam.
Seperti diketahui, Saddam memang bukan pemimpin negara Islam Irak yang baik, tapi serangan Amerika terhadap Irak tentu akan menyebabkan negara itu porak poranda dan ratusan ribu orang menjadi korban (kini terbukti).
Jadi demonisasi (penyetanan) terhadap seorang tokoh atau organisasi sebelum Amerika menghancurkan Irak adalah lagu lama. Sayangnya sebagian pejabat atau tokoh kita tidak kritis terhadap propaganda Amerika tahun 2014 ini. Amerika lewat medianya (diikuti oleh media-media besar) kita, membuat sosok ISIS laksana setan harus dihancurkan.
Sementara sang penghancur, Amerika, digambarkan seperti sosok malaikat. Pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan ISIS terus diekspos, sementara pembunuhan oleh pasukan Amerika disembunyikan. Pembunuhan ratusan ribu Muslim Irak 2003-2004 tidak pernah diekspos oleh pemerintah Amerika atau media-media besar Amerika saat ini!
Sehingga seorang ibu saking geramnya terhadap Amerika saat Pengajian Politik Islam di Masjid Al Azhar Kebayoran Baru menyatakan :”Kondisi di Irak sekarang ini kan seperti dulu rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda.” Memang ketika Belanda menjajah Indonesia, para pahlawan disebut ekstrimis, radikal, penjahat dan seterusnya.
Amerika sebenarnya telah mengetahui bahwa ISIS yang tadinya ISI (Islamic of State, 2005), telah lama terbentuk embrionya di Irak. Tapi, karena gerilyawan Muslim itu belum tumbuh kuat dan mengambil lading-ladang minyak Amerika, maka Amerika tidak banyak bertindak. Amerika tadinya mengharapkan pemerintah bonekanya di Irak dapat mengatasi ISIS, ternyata Amerika keliru.
Pemerintah sekuler yang dikendalikannya (PM Nur Maliki saat itu) ternyata lemah, sehingga ISIS berkembang luas pengaruhnya saat ini. Ternyata kebanyakan rakyat Muslim dan ulama Irak mendukung penuh ISIS, sehingga ISIS dapat menguasai tiga kota di Irak. Bahkan menurut berita terakhir, ISIS telah menguasai 7 ladang minyak di wilayah Irak.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan pasar minyak bulanannya menyebutkan kapasitas ladang minyak yang telah dipegang ISIS sebesar 80 ribu barel per hari. ISIS dilaporkan telah menguasai ladang minyak Najma, Qayara, Himreen, Ajeel dan Balad. Selain itu, pada awal bulan ini mereka berhasil merebut ladang minyak Ain Zalah dan Batma di provinsi Nineveh.
Menurut IEA, para militan saat ini berada di sekitar 30km dari Bai Hasan yang merupakan ladang keempat terbesar di Irak. Disebutkan, aliran minyak potensial dari endapan minyak yang dipegang ISIS itu setara dengan sekitar $8.4 juta per hari di pasar internasional. (Lihat : https://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/14/naaskt-isis-kuasai-7-ladang-minyak-irak).
Tentu saja bagi pengamat politik yang obyektif, ISIS bisa saja mempunyai kesalahan atau melakukan kekejaman. Karena beberapa anggotanya ada dari pasukan Saddam yang kecewa terhadap Amerika dan mungkin pemahaman Islamnya kurang mendalam. Tapi menonjolkan kesalahan ISIS berlebihan dan menutupi kejahatan Amerika adalah tindakan yang sangat keliru. Bagaimanapun penjajah, perampok minyak, pembunuh 500 ribu Muslim Irak dan perusak negeri Islam kesalahannya jauh lebih besar.
Walhasil, bila Blake ingin perdamaian di Irak, tinggalkan ladang-ladang minyak Irak. Biarkan Irak diurus oleh Muslim Irak sendiri. “Tapi Amerika tidak membiarkan negeri-negeri Islam itu tumbuh alami,” kata ahli politik Prof Amien Rais.
Pernyataan ahli politik John L Esposito ini patut direnungkan : “Who do they hate us? Adalah waktunya kita menyadari bahwa mereka melihat lebih banyak dari yang kita lihat. Anti Amerika tidaklah muncul hanya karena fanatisme yang luar biasa terhadap agama yang diyakininya. Tapi juga karena frustasi dan marah melihat dominasi politik Amerika di dunia Muslim. Tidak seperti yang lalu-lalu, kini mereka menyaksikan tiap hari kekejaman dan kekerasan yang brutal di Palestina, tempat Israel menggunakan senjata-senjata yang dipasok oleh AS dalam aksinya itu –seperti penggunaan pesawat F-16 dan Helikopter Apache oleh Israel.”
Maka bayangkan kalau jutaan korban kebrutalan Israel dan Amerika di Palestina, Afghanistan dan Irak dibuat monumennya sebagaimana monumen 3.000 korban Tragedi WTC di Ground Zero. Kaum Muslim di seluruh dunia akan selalu ingat dan mengenang kebiadaban Amerika-Israel. Dan seharusnya Robert O Blake malu membuat opini berlebihan tentang kesalahan ISIS, menutupi kejahatan dan kebiadaban yang dilakukan negaranya. Kaum Muslim Indonesia tidak bodoh Blake!. [edt; GA]