JAKARTA, (Panjimas.com) – Diskusi publik dengan tema “Kontroversi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” yang diadakan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) pada haru Rabu (13/2/2019) kemarin.
Dalam diskusi tersebut hadir sebagai pembicara, Drs. M. Iqbal Romli selaku perwakilan dari F-PKS, Prof. Topo Santoso SH, MH, PhD guru besar fakultas hukum Universitas Indonesia, Dr. Dinar Kania Dewi peneliti INSISTS, dan Drs. Imam Nakhi MHI perwakilan dari komnas perempuan.
Diskusi dibuka oleh Leida Hanifa M.Psi dari F-PKS. Ledia menyatakan bahwa F-PKS memutuskan untuk menolak RUU ini. Karena setelah mengadakan kajian mendalam, banyak ditemukan kejanggalan. Namun F-PKS juga menerima masukan dari masyarakat, untuk itu F-PKS mengadakan diskusi publik agar masyarakat bisa memahami dan mengeluarkan sikap terkait RUU P-KS itu.
Dalam kesempatan ini Prof Topo menyatakan, “Ketika suatu rancangan undang-undang diluncurkan ke publik, maka akan terjadi pro dan kontra. Ini adalah suatu hal yang biasa. Apalagi RUU tentang seksual,” kata Prof Topo.
Menyambung pernyataan Prof Topo, Dr. Dinar menyatakan, “Ini harus dicatat pak Imam, seperti yang dikatakan Prof Topo bahwa pro kontra ini kan biasa. Maka saya sangat menyayangkan sikap Komnas Perempuan yang kemarin mengadakan konferensi pers dan menyatakan bahwa pihak yang tidak setuju dengan RUU ini telah menyebarkan hoax,” ujarnya. Maka harusnya Komnas Perempuan juga bisa bersikap fair dengan menghargai perbedaan pendapat.
Dalam kesempatan lain, Ketua AILA Indonesia, Rita Soebagio pun menyayangkan langkah Komnas Perempuan.”Ini kan negara demokrasi. Dan saya sepakat dengan Prof Topo bahwa pro kontra adalah hal biasa. Kami sebagai warga negara Indonesia dijamin oleh UU untuk menyatakan pendapat. Selain itu, mereka juga menyayangkan sikap para pendukung RUU ini yang sangat terkesan arogan,” tandas Rita.
“Mereka melabeli pihak yang kontra sebagai orang-orang yang setuju dengan pelecehan, bahkan ada juga yang menyatakan bahwa pihak yang kontra adalah pelaku pelecehan. Sikap seperti ini sangat tidak mencerminkan kedewasaan dalam bernegara,” ujarnya.
Ketika disinggung apakah AILA Indonesia akan melayangkan pengaduan kepada pihak berwenang terkait tuduhan-tuduhan tersebut.
“Ya, kami sudah mengumpulkan bukti-bukti tuduhan juga kalimat-kalimat tidak pantas lainnya. Maka selanjutnya kami akan pertimbangkan lagi nanti,” pungkas Rita Soebagio. [ES]