JAKARTA, (Panjimas.com) – Ditemui Panjimas disela-sela Komisi Fatwa MUI menemui perwakilan masyarakat yang mengadakan audiensi mengenai status kehalalan dari Vaksinasi MR dan Imunisasi yang jadi ramai di perbincangkan masyarakat. Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Dr H Hasanuddin AF, MA mengatakan bahwa terkait dengan vaksin MR belum ada fatwa MUI tentang kehalalan vaksin itu sampai saat ini.
Alasannya sendiri bagaimana ? Karena belum ada yang mengajukan secara resmi ke pihak MUI. Termasuk yang mau diajukan oleh Biofarma tentang vaksin ini. Tetapi itu masih dalam proses terus padahal sudah lama dan sudah beberapa tahun.
“Yang namanya Vaksin harus jelas-jelas kehalalannya sampai saat ini belum ada permintaan tentang pemeriksaan oleh MUI halal atau tidaknya vaksin itu. Sekali lagi itu jelas sekali kalau di lapangan nanti ada isu-isu dari mana pun datangnya bahwa vaksin MR itu halal, maka itu sudah jelas suatu kebohongan publik dan merupakan suatu kebohongan itu harus diketahui oleh masyarakat luas,” ujar Hasanuddin
Menurut Ketua komisi Fatwa MUI itu bahwa vaksin MR ini belum ada kehalalannya apalagi tentang sertifikat halalnya belum ada.
Ketika ditanya kalau tidak ada vaksin yang dinyatakan kehalalannya soal Virus Campak ini apa solusinya kemudian ? Menurut Hasanuddin solusinya adalah semestinya dari pihak pemerintah yang harus menyikapi hal ini karena UU Produk Halal dan UU JPH adalah sudah jelas bahwa setiap produk termasuk obat-obatan dan vaksin harus menggunakan bahan-bahan yang halal tidak boleh ada unsur yang haram atau bahan-bahan yang haram.
“Sampai saat ini yang ada dan sudah jelas kehalalannya adalah hanya vaksin meningitis dan vaksin flu saja. Tadi saya jelaskan bahwa kalau dalam keadaan darurat boleh memang karena faktanya memang seperti itu. Begitu pada dasarnya vaksinasi itu boleh bahkan menjadi wajib tidak hanya boleh kalau tanpa vaksinasi tanpa imunisasi menyebabkan penyakit menjadi berat dan kematian itu menjadi wajib hukumnya. Tetapi setelah syaratnya terpenuhi. Yakni bahwa vaksin yang digunakan harus vaksin yang halal kecuali dalam keadaan darurat tidak ada vaksin lainnya yang halal maka itu diperbolehkan,” tutur Hasanuddin.
Sementara itu dampak yang menimbulkan penyakit berat atau kematian kalau memang belum ada vaksin yang halal. Menurutnya itu boleh menggunakan vaksin yang haram sekalipun. Ini bisa dilihat contohnya vaksin meningitis yang dulu untuk Jemaah Haji sebelum ada vaksin meningitis yang halal itu yang haram boleh digunakan tapi setelah ada yang halal maka yang haram tidak boleh digunakan kalau kondisi di Indonesia darurat.
“Sementara itu kondisi darurat itu pun harus ada keputusan dari MUI harusnya dan dilaporkan ini tidak ada lagi yang halal atau yang darurat itupun belum ada pernyataan darurat kondisi darurat dari Kementerian Kesehatan dan dikonsultasikan kepada kami, mumpung ada. Mestinya kan harusnya konsultasi dulu dengan kami dari pihak MUI,” pungkasnya. [ES]