JAKARTA (Panjimas.com)– Selama tiga hari (10-12 Agustus 2017), Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama RI menggelar “Rapat Koordinasi Penguatan Fungsi Agama dalam Pembangunan Nasional” di Mercure Hotels, Ancol, Jakarta Utara.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Bimas Islam, Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, M.Ag, mengatakan, rapat koordinasi ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi program kerja Ditjen Bimas Islam dari sudut pandang masyarakat dan mitra kerja dalam menyelesaikan permasalahan umat yang berpotensi menghambat pembangunan nasional.
“Hasil evaluasi akan dikembangkan menjadi grand desain program kerja Ditjen Bimas Islam agar lebih menyentuh, lebih efektif dalam menyelesaikan permasalahan umat Islam di Indonesia,” ujar Amin.
Dikatakan Amin, stakeholder (Komisi VIII DPR RI, Kementerian PPN/Bappenas, DJA Kemenkeu, dan Kementerian Agama) sebagai pengambil kebijakan harus duduk bersama, untuk mendengar dan menilai kebutuhan serta permasalahan umat yang muncul secara proporsional, sehingga sistem dan manajemen penganggaran dan perencanaan program kerja menjadi lebih efektif, efesien, dan profesional.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, Ditjen Bimas Islam perlu melaksanakan sebuah program yang menjadi sarana untuk “menyerap aspirasi’ dengan mendengarkan saran, kritik, serta evaluasi program kebimasislaman dari tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, media, serta Organisasi Kemasyarakatan Islam.”
Program ini memiliki nilai yang sangat strategis untuk mengetahui kebutuhan masyarakat terhadap Ditjen Bimas Islam, serta mengevaluasi agar seluruh program yang dilaksanakan oleh Ditjen Blmas Islam dapat dirasakan kehadirannya secara nyata bagi masyarakat.
Melalui kegiatan Rapat Koordinasi Penguatan Fungsi Agama dalam Pembangunan Nasional ini Ditjen’Bimas Islam mengajak stakeholders dan lembaga mitra untuk berkontribusi dalam penguatan program bimbingan masyarakat Islam.
“Kami berharap dari forum ini Iahir ide-ide progresif yang akan menjadi spirit dalam program Bimas Islam di tahun mendatang. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk masa depan Bimas Islam,” kata Amin.
Program Kerja
Muhammadiyah Amin menjelaskan, sebagai tindak lanjut kebijakan Presiden Republik Indonesia terkait paradigma baru dalam penyusunan anggaran, seluruh program yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tidak boleh lagi menggunakan paradigma lama Money Follows Function, tetapi diubah kepada paradigma baru Money Follows Program.
“Sejalan dengan itu, seluruh program bimbingan, pelayanan, dan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam harus disusun secara jelas dan terukur, serta memiliki dampak yang riil (nyata) kepada masyarakat.”
Program yang tidak memiliki dampak atau tidak dirasakan kehadirannya oleh masyarakat harus dikaji ulang. Masyarakat harus dapat merasakan kehadiran Ditjen Bimas Islam di tengah kehidupan mereka sehari-hari. Melalui program yang berbasis pada kebutuhan publik, fungsi bimbingan, pelayanan dan pemberdayaan yang dilaksanakan Ditjen Bimas Islam benar-benar akan terasa manfaatnya bagi masyarakat.
“Oleh karena itu, penyusunan rencana kerja harus menggunakan konsep bottom up, atau aspirasi dari bawah ke atas. Melalui pendekatan ini, rencana kerja yang disusun oleh semua direktorat akan kembali berdampak ke bawah.”
Sebagai bagian penting dari Kementerian Agama, Ditjen Bimas Islam perlu memberikan respon positif dan cepat terhadap realitas tersebut. Hal ini dilakukan dalam rangka menempatkan peran, tugas dan fungsi Ditjen Bimas Islam agar menjadi lembaga yang profesional, kredibel, dan akuntabel. (desastian)