JAKARTA (Panjimas.com) – Hari Senin tanggal 9 Ramadhan 1435 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juli 2014 M, redaksi Panjimas.com mendapatkan kiriman email tentang kedatangan Najih Ibrahim, agen Deradikalisi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) asal Mesir ke Indonesia.
Tercatat, sudah dua kali mantan petinggi Jama’ah Islamiyyah (JI) Mesir ini mengunjungi Indonesia atas undangan BNPT untuk mengamputasi semangat jihad para aktivis Islam yang sedang menjalani hukuman dzolim berupa kurungan penjara dari pemerintahan Thoghut Indonesia.
Kunjungannya yang pertama dulu, Najih Ibrahim beserta dua tokoh Deradikalisasi lainnya asal Jordania yakni Ali Hasan Al-Halabi dan Hisyam al-Najjar datang pada hari Sabtu, 7 Desember 2013 yang lalu, untuk menemui para ustadz tauhid yang kini ditahan di LP Nusakambangan seperti ustadz Abu Bakar Ba’asyir, ustadz Aman Abdurrahman, ustadz Abu Husna, dan lain-lainnya.
Kini, dari informasi yang didapat, Najih Ibrahim hanya mendatangi ustadz Aman Abdurrahman saja. Namun ternyata, saat mendatangi ustadz Aman, Najih Ibrahim tidak mendapatkan apa yang diinginkan oleh boss-nya di BNPT seperti Ansyad Mbai. Bahkan Najih Ibrahim pulang dengan hina dina. Berikut ini kisahnya:
…Ustadz Aman berkata, “Kita beda shaf”. Najih menjawab “Kita dalam satu shaf”. Ustadz Aman (berkata –red), “Kamu bersama shaf Thoghut, sementara kami dalam shaff yang lain”…
>> Pagi-pagi petugas datang dengan membawa buku berjudul tafjirul riyadh dan disertai dengan sepotong coklat sebesar ibu jari yang dibungkus kado (yang –red) katanya hadiah dari Najih Ibrahim dan minta bukunya untuk dibaca.
Petugas juga menyampaikan agar ustadz Aman bisa menemui Najih Ibrahim. Ustadz Aman pun menjawab, “Boleh, nanti ba’da dzuhur”. Selepas petugas itu keluar kamar, maka coklat (tersebut –red) dibuang dan buku itu kemudian dibakar.
Lalu setelah dzuhur, petugas itu datang lagi memberitahukan bahwa ustadz Aman ditunggu di aula untuk bertemu Najih Ibrahim. Ustadz Aman diiringi oleh Rois, Ali Azhari dan Qiqi Iqbal pergi ke aula. Sesampainya di aula, pada saat itu berbarengan datangnya dengan Najih Ibrahim yang didampingi oleh 2 orang penerjemah dan kask binadik bersama stafnya.
Lalu Najih Ibrahim mengucapkan salam dan mengajak ustadz Aman dan ikhwah untuk bersalaman. Ustadz Aman hanya menjawab dengan “Wa’alaikum”. Selanjutnya kami masuk bersama ke dalam aula. Di situ telah disediakan barisan meja berbentuk kotak segi empat. Ustadz Aman dan ikhwah duduk di meja sebelah timur, sementara Najih Ibrahim di sebelah barat.
…Ustadz Aman (kemudian menimpali –red), “Saya tahu kamu sudah lama, kamu mantan amir Jama’ah Islamiyyah (JI –red) Mesir. Dan kamu berada dibarisan Thoghut sekarang. Dan saya tidak perlu dengan kamu…
Lalu Najih Ibrahim berdiri dari kursinya dan mengajak ustadz Aman untuk duduk bareng berdua. (Namun –red) Ustadz Aman menolak, sambil berkata, “Kita beda shaf”. Najih menjawab “Kita dalam satu shaf”. Ustadz Aman (berkata –red), “Kamu bersama shaf Thoghut, sementara kami dalam shaff yang lain”. Najih (lalu menjawab –red), “Ayo kita ngobrol berdua”.
Ustadz Aman (lalu berkata lagi –red), “Kamu yang bicara, sampaikan apa yang menjadi kebutuhanmu”. Najih (lalu berkata –red), “Anda yang bicara, kami mendengar”. Ustadz Aman (kemudian menimpali –red), “Saya tahu kamu sudah lama, kamu mantan amir Jama’ah Islamiyyah (JI –red) Mesir. Dan kamu berada dibarisan Thoghut sekarang. Dan saya tidak perlu dengan kamu, karena kamu yang perlu sama saya. Kamu sudah jauh-jauh datang, maka bicaralah”.
Najih (lalu berkata –red), “Saya tidak butuh juga sama kamu, maka bicaralah kamu”. Ustadz Aman (balik berkata –red), “Kamu mau apa datang jauh-jauh ke sini. Padahal di Mesir banyak yang butuh nasehat kamu seandainya kamu mau menasehati. Disanapun banyak orang yang dipenjara. Sekali lagi saya katakan, saya tidak butuh kamu. Kamu sudah kerjasama dengan Thoghut”.
…Ketika Najih Ibrahim pergi, Rois berteriak kepada petugas, “Pak!! Jangan bawa lagi orang kaya gitu buat ketemu kami kalau mau aman”. Dia pergi sambil terhina…
Najih (berkata –red), “Saya juga tidak butuh kamu”. Ustadz Aman (kemudian menimpali -red), “Kalau begitu saya keluar!!”. Lalu ustadz Aman dan ikhwah keluar dari aula menuju kamar karantina. Kemudian ustadz Aman setelah dari kamar menuju dapur umum di belakang kandang ayam untuk melihat ikhwan yang sedang masak untuk ifthor (buka puasa bersama –red).
Tidak lama kemudian, Najih Ibrahim dan rombongan yang didampingi staf binadik menghampiri ustadz Aman. Lalu ustadz Aman mengusir Najih Ibrahim. Najih Ibrahim berkata, “Kamu tidak berakhlak dengan akhlak Rasulullah”.
Lalu ustadz Aman berkata, “Ikhsa’ falan ta’duwa qodroq!! (Pergilah engkau dengan hina!!)”. Ucapan ini adalah kalimat Rasulullah yang diucapkan ketika Rasul mengusir jin yang merasuki seseorang supaya jin itu pergi. (Jadi Najih Ibrahim di anggap jin yang suka merasuki orang waras sehingga jadi tidak waras oleh ustadz Aman).
Pada saat itu, Rois dan Ali mendatangi Najih Ibrahim hendak memukulnya, tapi keburu dicegat dan dihalangi staf binadik. Kemudian Najih Ibrahim meninggalkan kami di dapur. Ketika Najih Ibrahim pergi, Rois berteriak kepada petugas, “Pak!! Jangan bawa lagi orang kaya gitu buat ketemu kami kalau mau aman”. Dia pergi sambil terhina. [Ghozi Akbar/RAS-Ats]