“Andai Islam Nusantara”
Panjimas.com — Andai yang dimaksudkan itu adalah ekspresi Nusantara berupa kelembutan dan keramahan, tentu takkan masalah. Yang jadi masalah, mengatakan selainnya radikal dan teroris
Bila yang disyukuri itu Nusantara yang damai dan tenteram, tentu semua menerima. Yang jadi hal, menuding Islam Arab sebagai sumber terjadinya peperangan.
Jika yang dikata Islam Nusantara itu berbatik, maulid, manaqib, dan shalawat saja, maka takkan ramai. Yang jadi soalan, menuduh Islam Arab itu goblok, abal-abal, dan penjajah.
Yang jadi soal itu membeda-bedakannya. Islam Nusantara vs Islam Arab, lalu merasa lebih baik. Bukankah Iblis dilaknat sebab merasa lebih baik dari manusia?
Apalagi bukan hanya merasa lebih baik, tapi juga mengubah pakem Islam yang sudah ada, seolah Islam yang diajarkan Nabi tak cukup komprehensif, tak cukup ramah, tak cukup seimbang.
Ditambah lagi, ide “Islam Nusantara” ini dipakai untuk membuat pembenaran terhadap penistaan agama, dengan dalih toleransi, keberagaman, pluralisme, ini yang buat ramai.
Belum lagi tokoh-tokoh pendukung ide ini yang arogan, tak simpatik, dan main hakim sendiri. Pendukungnya juga sama, begitu mudah lisannya melaknat dan mencela.
Diakui atau tidak, ide “Islam Nusantara” menjadi tempat untuk berlindung para liberalis yang sudah tak laku dengan ide “Islam Liberal” mereka. Setali tiga uang, sama saja.
Sebagaimana dalam salah satu ceramah Buya Yahya, “Orang munafik itu bajunya banyak”. Bisa berganti rupa tergantung kepentingan, “Sekarang bajunya Islam Nusantara”, Begitu.
Tulisan ini bukan wahyu, bisa dikritik dan dikoreksi. Sama seperti ide “Islam Nusantara” pun bukan wahyu, bisa dikritik dan diberikan saran, agar lebih baik kedepannya.
Inilah Islam, indah. Menghargai dalam perbedaan, tidak kasar saat tak sama, santun dan bijak dalam ukhuwah. Bila ada komentar kasar di bawah, abaikan, bisa jadi bukan Muslim.
#IslamNusantara #felixsiauw #YukNgaji
[IZ]