JAKARTA, Panjimas – Menanggapi pernyataan dari pihak kepolisian yang menyatakan 6 orang laskar FPI yang menjadi korban penembakan di jalan tol Km 50 berapa waktu lalu dijadikan tersangka. Ahli hukum pidana Dr Muhammad Taufiq SH MH memberikan pernyataannya, bahwa itu adalah perbuatan yang konyol dengan menetapkan tersangka pada orang yang sudah meninggal dunia.
Untuk kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Karena untuk menentukan menjadi tersangka, harus ada proses pemeriksaan sebagaimana saksi, kemudian naik menjadi tersangka. Kenyataannya, keenam laskar FPI tersebut dinyatakan tewas dalam aksi tembak-tembakan, sebagaimana yang disampaikan polisi selama ini yang kita dengar.
“Ini yang saya maksud adalah bukan tembak-tembakan. Tapi terbunuhnya 6 anggota laskar FPI. Mereka itu orang merdeka statusnya (setelah meninggal dunia). Jadi bukan saksi bukan juga tersangka,” tutur Muhammad Taufiq pada, Kamis (4/3/2021).
Lebih lanjut dia mengatakan kalau dirinya itu belajar hukum pidana ke sejumlah negara. Tidak ada ditemukan kasus seperti ini di seluruh dunia. “Ini dagelan macam apa yah ? Tidak masuk lah dijadikan tersangka. Bisa ditertawakan orang sedunia ini kalau begitu,” ujar Ahli Hukum Pidana dari Solo itu.
Lebih lanjut ia juga mengatakan kalau seseorang itu bisa disebut sebagai tersangka itu setidaknya ada dua hal. Yang melakukan perbuatan pidana, kemudian, didukung alat bukti saksi maupun petunjuk minimal.
“Lah, kalau inii kan nggak ada peristiwa yang mendahului, kok bisa dijadikan tersangka ? Sudahlah, janganlah ya jangan. Untuk menghindari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anggota polisi, kemudian mencari pembenaran dengan menetapkan mereka tersangka,” tuturnya.
Tentu saja menurutnya itu akan lebih menjadi celaka dan dagelan, kalau kemudian Jaksa juga bersepakat dengan kepolisian dan hakim turut mengadili dan menetapkan mereka itu menjadi tersangka. “Sangat kelewatan dan konyol menurut saya sebagai seorang ahli pidana,” pungkasnya