Jeddah, Panjimas – Jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci terus bertambah. Hingga hari ke-52 operasional haji, Jumat (14/7/2023) pukul 7.30 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 11.30 Waktu Indonesia Barat (WIB), total jemaah yang meninggal mencapai 614 orang.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dari kasus kematian pada penyelenggaraan ibadah haji yang terjadi sejak 2015 dengan periode operasional yang sama. Pada 2015 hingga hari ke-52 penyelenggaraan haji, jumlah jemaah yang meninggal di Tanah Suci sebanyak 574 orang.
Padahal saat itu ada tragedi crane jatuh di Masjidil Haram, Makkah yang menewaskan lebih dari 100 jemaah haji, termasuk 12 di antaranya dari Indonesia. Tahun yang sama juga terjadi tragedi Mina yang menewaskan ratusan jemaah haji, termasuk 129 orang di antaranya dari Indonesia.
Pada 2016 dengan periode yang sama hingga hari ke-52, jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal di Tanah Suci mencapai 293 orang. Kemudian pada 2017 sebanyak 539 orang, 2018 ada 298 orang, 2019 sebanyak 379, dan 2022 hanya 74 orang.
Pada tahun 2020 dan 2021 pemerintah Indonesia tidak mengirimkan jemaah haji akibat pandemi Covid-19. Sementara pada 2022 ada pembatasan jumlah jemaah haji yang dikirim akibat dampak pandemi, yakni hanya setengah dari kuota, begitu juga berlaku pembatasan usia jemaah.
Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag), Arsad Hidayat mengakui jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci tertinggi sejak 2015. Menurut dia, jumlah kasus kematian yang sangat tinggi ini tak terlepas dari profil jemaah yang diberangkatkan ke Tanah Suci.
“Saya kira faktor usia mempengaruhi, karena selama ini kan kita belum pernah jemaah lansia (lanjut usia) yang jumlahnya mencapai 67 ribu orang, 30 persen dari kuota. Di periode sebelumnya memang ada lansia, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak,” ujar Arsad di Jeddah, Kamis malam (14/7/2023).
Selain itu, jumlah jemaah haji kategori risiko tinggi (Risti) kesehatan yang diberangkatkan tahun ini juga sangat banyak, mencapai 73 persen dari total kuota 229.000.
“Saya kira ada lah faktor (banyak jemaah lansia dan risti) disamping faktor lain seperti kondisi cuaca, kondisi di lapangan, saya kira itu turut memengaruhi,” ucap Pengendali Teknis Bimbingan Jemaah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi ini.
Dia mengungkapkan, kasus kematian ini meningkat signifikan pasca-fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Hal ini juga tidak lepas dari tingginya aktivitas fisik pada fase puncak ibadah haji tersebut.
“Kita tahu puncak haji cukup berat dan kondisi jemaah haji kita banyak lansia, dan secara kesehatan mereka sudah sangat lemah,” kata Arsad.
Karena itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh jemaah haji gelombang dua yang saat ini didorong ke Kota Madinah untuk tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah sunnah di Masjid Nabawi dan aktivitas di tempat-tempat bersejarah. Apalagi kondisi di Madinah masih padat dan cuacanya panas mencapai 45 derajat Celsius.
“Kita coba lakukan komunikasi dengan jemaah haji khususnya gelombang 2 yang saat ini sudah berada di Madinah atau akan ke Madinah kita lakukan semacam sosialisasi, tolong jangan memforsir tenaga, hematlah tenaga supaya kondisinya tetap sehat dan bugar, sehingga saat jadwal kepulangan bisa dipulangkan ke Tanah Air,” ucap Arsad Hidayat.
Imbauan ini juga berlaku bagi jemaah haji gelombang 1 yang saat ini masih berada di Kota Makkah menunggu jadwal kepulangan ke Tanah Air.