Jakarta, Panjimas – Membingungkan, Itulah mungkin kata yang tepat yang disampaikan oleh Buya Anwar Abbas selaku Wakil Ketua MUI untuk mengomentari apa yang sedang terjadi di negeri ini dalam masalah menyangkut impor beras.
“Pertanyaannya mengapa pemerintah masih harus mengimpor beras padahal sejak tahun 2019 produksi kita melimpah.Berdasarkan data yang ada tahun 2019 misalnya surplus, 2,38 jt ton, tahun 2020 surplus 2,13 jt ton, tahun 2021 surplus 1,31 jt ton, tahun 2022 surplus 1,34 jt ton” ujar Buya Anwar Abbas.
Jadi masih menurut Buya Anwar Abbas dari data tersebut negara kita sejak tahun 2019 sudah swasembada beras sehingga tidak perlu lagi mengimpor tetapi mengapa pada tahun 2022 dan 2023 kita masih mengimpor beras.
“Apakah kementrian perdagangan tidak bertanya dan berkoordinasi dengan kementrian pertanian (kementan) yang lebih tahu tentang berapa jumlah produksi padi kita secara nasional karena merekalah sehari- hari yang mengurusi masalah tersebut,” tandas Buya pada Senin, (8/5/2023).
Pihak Kementan menyimpulkan bahwa kita tidak perlu impor karena produksi beras dalam negeri cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan beras nasional tapi pertanyaannya kenapa menteri perdagangan tetap saja mengimpor beras ? ada apa ini ?
Berbagai tafsiran tentu akan muncul, diantaranya karena sebentar lagi tahun 2024 akan pemilu, tentu partai- partai yang akan ikut pemilu memerlukan dana. Dan cara yang sangat mudah bagi mendapatkan dana tersebut salah satunya yaitu dengan membeli beras di tempat yang murah di luar negeri dan menjualnya ke tempat yang lebih mahal di dalam negeri sehingga keuntungan yang didapat sudah akan cukup membiayai kebutuhan partai-partai tersebut dalam menghadapi pemilu.
“Tampaknya politik kita belum berorientasi kepada kepentingan rakyat tapi lebih kepada kepentingan penguasa dan kepentingan partai. Padahal tugas pemerintah dan politisi tersebut selain melindungi rakyat terutama dalam hal ini adalah para petani juga mensejahterakan mereka” ujar Waketum MUI itu lagi.
Tapi tampaknya nasib rakyat di negeri ini masih belum mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah dan para politisi karena bagi mereka yang penting adalah bagaimana mereka bisa meraup suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu yang akan datang sehingga mereka tetap dapat berkuasa dan bisa melestarikan kekuasaannya.
Kasihan sekali nasib bangsaku karena mereka masih dipimpin oleh pemerintah yang bermental politisi belum lagi negarawan yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat dari kepentingan diri dan kelompok serta partainya.
“Jika keadaan seperti ini terus berlangsung kapan kira-kira nasib rakyat di negeri ini akan bisa berubah secara signifikan sesuai dengan yang kita harapkan ya ? Mungkin biarlah waktu yang akan menjawabnya,” pungkasnya.