Bandung, Panjimas —Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengisi ceramah di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Ahad (09/04). Ia menyampaikan materi tentang Islam sebagai perekat persatuan dan kemajuan bangsa. Menurutnya, sejarah telah membuktikan bahwa ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw telah mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi peradaban yang berbudaya luhur.
“Selama 22 tahun, Muhammad Saw mampu mempersatukan bangsa Arab yang berkabilah-kabilah dalam sistem jahiliyah, beranjak menjadi sebuah bangsa baru yang disimbolkan al Madinah al Munawarah, bangsa berperadaban dan mencerahkan, dan dijiwai oleh Agama,” ucap Haedar.
Saat remaja, Nabi Saw membikin jejak emas kemuliaan yang bersejarah. Para kabilah Arab nyaris bertumpah darah karena berselisih siapa yang berhak mengangkat hajar aswad ke Kakbah. Berkat Nabi Agung ini, setiap kepala kabilah mengangkat ujung kain yang di atasnya diletakkan batu hitam itu, sehingga peristiwa saling tumpah darahpun dapat dihindari.
Pun demikian saat Rasulullah Saw hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ia berhasil menyatukan masyarakat Anshar dan Muhajirin. Fakta menunjukkan bahwa kaum Muhajirin dan Anshar terdiri dari latar belakang keturunan yang berbeda-beda, suku, asal, dan latar belakang mata pencaharian yang tidak sama. Perbedaan yang begitu tajam ternyata tidak menghalangi mereka untuk membangun kebersamaan dalam perbedaan.
Tatkala Fathu Makkah tahun 630 M. Nabi Muhammad Saw memberi jaminan keselamatan jiwa kaum kafir. Bahkan, ketika sebagian sahabat euforia denga mengatakan, “inilah hari laknat bagi kaum kafir”. Nabi Saw mengingatkan agar diucapkan, “Hadza yaumul marhamah”, inilah hari kasih sayang bagi semua. Pembebasan kota bersejarah yang melibatkan lebih 10 ribu pasukan itu sama sekali tak meneteskan darah.
“Kesimpulannya ialah Islam merekat persatuan dan persaudaraan. Banyak juga ayat dan hadis tentang ini. Namun, kesatuan dan persatuan harus kita bangun dan ciptakan bersama, dan tidak selamanya tidak ideal. Persatuan itu selalu berproses yang harus terus kita ciptakan,” ucap Haedar.
Haedar mengingatkan bahwa persatuan merupakan realitas sosiologis yang mesti terus diciptakan. Syarat ketika menghendaki persatuan ialah umat tumbuh menjadi masyarakat yang dewasa akan perbedaan. Menyikapi perbedaan secara arif dan bijaksana. Selain itu, hal penting lainnya ialah tidak ada rezimentasi agama, atau paham keagamaan kelompok tertentu menjadi sebuah rezim negara. Jika ini terjadi, negara akan monolitik terhadap perbedaan.
Selain membawa persatuan, Islam juga membawa kemajuan. Tradisi ilmu merupakan perwujudan wahyu pertama yang diterima Nabi Saw. Iqra pada wahyu pertama adalah untuk membangun peradaban. Iqra menurut para mufasir bukan hanya membaca secara verbal dan tekstual, tetapi berbagai aktivitas akal pikiran dan kajian keilmuan yang dilandasi dengan keyakinan terhadap Tuhan. Seorang ilmuwan yang dilandasi keimanan tidak akan memiliki karakter angkuh dan sombong.
Dari konsepsi Iqra, kata Haedar, lahirlah cara pandang tanadzar. Tanadzar sering dikaitkan dengan pandangan terhadap masa depan. Allah mengaitkan orientasi masa depan dengan ketakwaan (QS. Al-Hasyr: 18). Masa depan terjauh sebagai tujuan utama hidup ialah akhirat, sedang masa depan “terdekat” yang harus dijalani ialah kehidupan di dunia ini. Haedar menegaskan bahwa keduanya bersambung untuk meraih kebaikan hidup yang sejati (QS. Al-Baqarah: 201). Artinya, umat Islam tidak boleh melakukan dikotomi antara dunia dan akhirat.
“Untuk sampai ke Hari Akhir itu kita perlu dunia, tidak boleh lari dan anti dunia, tapi harus pro-dunia dengan mengolahnya dalam paradigma Khalifatu fi al-ardh. Kalau Islam memakmurkan dan mengolah dunia, ada pertanggungjawaban dan tidak merusak, akan dikelola secara ihsan yaitu kebaikan yang melampaui,” tutur Haedar.
Berkat etos kemajuan ini, Nabi Muhammad Saw sukses mengubah Bangsa Arab yang paganistik menjadi masyarakat Islam tauhidik, serta membangun tatanan sosial-kebangsaan yang berkeadaban mulia. Sekitar 23 tahun mengemban risalah Allah di jazirah Arab itu, Rasulullah telah berhasil membangun kehidupan bangsa Arab yang berperadaban mulia dengan simbol Yastrib yang semula dusun tertinggal menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah, kota peradaban yang tercerahkan.
Pada Abad Pertengahan, peradaban Islam mewarnai dunia dengan ilmu pengetahuan. Bahkan dalam buku The Venture of Islam, Marshall Hodgson mengatakan bahwa Baghdad merupakan bintang paling bercahaya di semua gugus kota yang ada di planet bumi saat itu. Pada saat yang bersamaan, Eropa Barat sedang menghadapi era kegelapan.
“Bagaimana kita sekarang ini, dalam semangat bersatu di tengah perbedaan, kita majukan umat kita, kita majukan bangsa kita, dengan spirit Islam. Alhamdulilah, masjid-masjid kampus termasuk Masjid Salman ITB telah membangkitkan semangat keislaman dan mengintegrasikannya dengan keilmuan. Jangan berhenti, harus terus membuat proyek-proyek pencerahan bagi masa depan,” ucap Haedar.