Jakarta, Panjimas — Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief menyebut sistem digital perlu dibangun untuk membuat sebuah ekosistem ekonomi haji, guna merangkul inklusivitas.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan 4th International Hajj Conference di Jakarta Convention Center, Jumat (7/10/2022) seperti yang dilansir di ihram.co.id
“Sistem digital diperlukan, tetapi saat ini belum diterapkan untuk menciptakan ekosistem ekonomi haji yang baru, yang sangat dibutuhkan di zaman sekarang ini. Inklusivitas haji menurut saya melibatkan banyak pihak, seperti perusahaan swasta (PPIU), UMKM, eksportir, importir dari Saudi,” ujar dia.
Hilman menyebut koneksi yang perlu dibangun adalah tentang membawa lebih banyak pihak dalam sistem haji yang diperlukan. Dalam pandangannya, dibutuhkan platform yang kuat untuk mendukung tujuan ini.
Banyak pihak di Indonesia, seperti BPKH, Kemenag dan beberapa perusahaan, disampaikan telah bekerja sama untuk memastikan bisnis haji dan umrah dapat berkelanjutan.
“Selama ini Kemenag memberikan regulasi yang terbuka dan sesuai bagi perusahaan haji dan umroh, guna mendukung peran mereka di bidang ekonomi dan menjalin kemitraan yang lebih baik dan setara dengan perusahaan Saudi,” lanjutnya.
Terkait ekosistem tersebut, pihaknya juga terus mendorong sektor swasta di bidang lain untuk bergabung memberikan pelayanan kepada jamaah haji dan umrah. Salah satunya adalah mencari bahan-bahan makanan dari dalam negeri yang bisa diekspor untuk dikonsumsi jamaah saat berada di Tanah Suci.
Menurutnya, haji dan umroh milik umat, masyarakat Muslim.
Oleh karena itu, ibadah ini harus memberikan manfaat bagi masyarakat Muslim dan membawa kemaslahatan atau kebaikan bersama bagi umat Islam.
Ibadah haji dan umroh harus memberikan manfaat, yang mana umat Islam dapat menyaksikannya tidak hanya secara spiritual, tapi juga budaya, ekonomi dan sosial.
“Karena itu, perlu dilakukan redesign dalam waktu dekat. Jika tidak, Indonesia akan menyaksikan banyak Muslim memperoleh gelar haji tetapi mereka tidak menyaksikan manfaatnya,” kata Hilman.
Kemenag disebut bertanggung jawab untuk mengelola haji sesuai dengan hukum Indonesia.
Pemanfaatan kerangka digital untuk mengelola haji pun sudah dimulai, setidaknya dengan pergeseran manajemen dari sistem penawaran langsung ke sistem antrian.
Antusiasme umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji semakin meningkat dari waktu ke waktu, hampir setiap tahun, kecuali di masa pandemi.
Saat ini ada sekitar 5,2 juta calon peziarah yang menanti keberangkatannya, dengan kuota per-tahun sekitar 200.000 jamaah.
“Platform digital diperlukan tidak hanya untuk mengelola orang, tetapi pada saat yang sama untuk membuat atau memproyeksikan kebijakan yang berkelanjutan dan sesuai, termasuk secara finansial,” pungkasnya.