Oleh Chusnatul Jannah – Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Afghanistan, negeri muslim dengan medan terjal, dikelilingi daratan dan pegunungan, tersimpan kekayaan mineral yang masih ‘perawan’, kini meraih kemenangan secara militan. Taliban mengumumkan penguasaannya atas Afghanistan pada tanggal 15 Agustus 2021.
Berawal dari hengkangnya AS yang memutuskan menarik pasukan milternya dari Afghanistan setelah 20 tahun menginvasi negeri tersebut. Kemenangan Taliban yang berhasil menguasai sebagian besar wilayah Afganistan membuat pemerintahan boneka bentukan AS lari terbirit-birit. Kesepakatan AS dengan Taliban yang pada tahun 2020 terealisasi. Dalam perjanjian itu, AS harus menarik mundur seluruh pasukan NATO dari Afghanistan. AS pun mensyaratkan pasukan militer akan mundur jika Taliban berjanji memutus hubungan dengan Al-Qaeda dan mecegah terorisme berkembang di Afghanistan.
Apakah ini berarti AS menyerah dan terdesak dengan keadaan? Karena gelontoran dana operasi militer AS di Afghanistan tidaklah sedikit, hampir mencapai 2 triliun dolar AS. Mereka rugi berlipat. Sudahlah invasi tak membuahkan hasil, pemerintahan bentukannya korup, dana terbuang percuma.
Masa Depan Afghanistan
Menilik sikap AS yang terlihat melunak dan baik hati, maka kita tetap perlu waspada. Sebab, pasca kemenangan Taliban, tidaklah mudah membangun masa depan Afghanistan yang dipenuhi konflik bersenjata, perang saudara, dan intervensi asing yang selalu turut campur.
Bagaimana nasib Afghanistan di bawah kendali Taliban? Bagaimana pula respons negara Barat atas kemenangan Taliban? Ada beberapa poin yang perlu dicermati dari kemenangan Taliban.
Pertama, secara geostrategis, Afghanistan adalah negeri yang terkurung daratan, terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. Berbatasan dengan Pakistan di selatan dan timur; Iran di barat; Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan di utara; dan Tiongkok jauh di timur laut.
Karakteristik daratannya kering, pasokan air bersih terbatas. Namun, di balik tandusnya daratan Afghanistan, tersimpan kekayaan mineral yang sangat besar.
Menurut data survei yang dilakukan Uni Soviet pada 1970-an, Afghanistan merupakan negeri yang kaya mineral karena berada di titik tumbukan antara lempeng/kerak subkontinen India dengan Asia. Data itu bocor ke tangan AS yang kemudian mendorong Paman Sam mengelaborasi data tersebut lebih jauh.
Pada tahun 2011, AS melakukan survei geografis di Afghanistan menggunakan teknologi pengindraan jauh. Hasilnya, Afghanistan menyimpan kekayaan mineral tersembunyi yang bermacam-macam. Mineral tersebut antara lain tembaga yang diperkirakan berjumlah 60 juta ton, hingga bijih besi yang diperkirakan berjumlah 2,2 miliar ton.
Selain itu, ada juga alumunium, perak, seng, dan merkuri yang ditemukan dalam jumlah melimpah. Dan tak ketinggalan, litium ditemukan melimpah ruah di Afghanistan. Kekayaan itu ditaksir bernilai sekitar $1 triliun. Angka yang jauh lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyat Afghanistan. (Tirtoid, 24/8/2021)
Tak heran jika Rusia, Inggris, AS, dan Cina berebut simpati dan posisi di tanah Afghanistan. Ya, kekayaan alam sebuah negeri yang belum tereksplorasi pasti menarik hati negara kapitalis dalam memanfaatkan situasi dan kondisi. Jadi sangat wajar bila negara-negara lain menaruh perhatian pada Afghanistan.
Kedua, secara militer, meski di atas kertas militer AS kuat dan tangguh, di lapangan, AS tidaklah setangguh itu. Buktinya, 20 tahun menginvasi ternyata tak mampu mematahkan semangat para milisi. Kemenangan Taliban sekaligus mematahkan anggapan tentang AS tak bisa dikalahkan. AS kalah militan dari kelompok Taliban. Hal ini membuktikan ghirah perjuangan melawan penjajah memang sudah mendarah daging di dalam jiwa umat Muhammad Saw.
Ketiga, secara sosial kultural, setelah Taliban menang, apa yang harus dilakukan? Juru bicara Taliban mengatakan bahwa Taliban berjanji akan menampilkan wajah Afghanistan yang berbeda dengan tempo dulu. Lebih inklusif dan menginginkan perdamaian. Mereka berjanji kengerian dari aturan sebelumnya tidak akan terjadi lagi, yaitu interpretasi ketat atas pemberlakuan hukum syariat Islam yang menimbulkan trauma masa lalu bagi sebagian rakyat Afghanistan, utamanya perempuan. Akankah Taliban mengadopsi moderasi Barat yang selama ini dianggap sebagai solusi penangkal paham radikal?
Keempat, secara politik, bisa dikatakan posisi Afghanistan tetap terpojok. Kemenangan Taliban sesungguhnya tidaklah gratis. Meski pasukan militer ditarik mundur, stigma negatif yang terus dilancarkan media Barat tentang kabar ketakutan perempuan Afghanistan jika syariat Islam kembali diberlakukan.
Mereka menggambarkan warga Afganistan ramai-ramai melakukan eksodus untuk menyelamatkan diri. Inilah satu kesuksesan dari proyek global War on Terrorism. Stigma. Islam sebagai agama radikal, bibit teroris, dan mengekang harus terus diaktifkan untuk membendung geliat kesadaran umat yang menjadi cikal bakal bangkitnya peradaban Islam.
Bahkan di Indonesia, isu terorisme kembali menguat. Kemenangan Taliban dianggap menginspirasi gerakan radikal dan menebar bibit radikalisme. Dari hal ini kita bisa melihat efek domino atas pelabelan teroris kepada Taliban tak mudah menghilang begitu saja. Proyek global War on Terrorisme akan terus berlanjut selama kaum muslimin melakukan perlawanan atas penjajahan negara kafir imperialis.
Maksud hati mengusir penjajah, apa daya terjebak tipu daya AS dan sekutunya. Taliban diserang balik dengan berbagai macam opini buruk di masa lalu. Saat ini, AS hanyalah mengalah sementara. Sebab, mana mungkin AS akan menyerah begitu saja. Mereka hanya mengubah strategi dengan cara yang lebih halus. Dari hard power menuju soft power.
Taliban dan Afghanistan tengah berada di persimpangan jalan. Afghanistan pasti membutuhkan dukungan untuk menguatkan posisinya. Dan tentu saja dukungan itu tidak cuma-cuma. Rusia, Cina, Pakistan, dan Iran mengatakan siap mendukung pemerintahan Taliban yang baru. Sebagaimana prinsip kapitalisme, no free lunch. Ada harga yang harus dibayar jika mau didukung. Lepas dari AS, Taliban harus menghadapi sifat tamak negara kapitalis lainnya.
Khatimah
Kemenangan Taliban memberi pesan dan pelajaran penting. Pertama, keteguhan iman dan keyakinan datangnya pertolongan Allah adalah sebaik-baik bekal bagi kaum muslimin menghadapi musuh Islam.
Kedua, harus ada pemahaman menyeluruh tentang Islam yang harus dimiliki umat Islam agar kekuasaan yang diraih benar-benar sesuai dengan tuntunan Islam. Bahwa penerapan syariat Islam akan membawa rahmat bagi semesta alam.
Ketiga, kemuliaan dan kemenangan kaum muslimin akan benar-benar terwujud jika umat terbesar di bumi ini bersatu dalam ikatan sahih, yaitu akidah Islam. Apapun suku, ras, dan golongannya, kita adalah umat Baginda Rasulullah Muhammad Saw.. Persatuan dan ukhuwah Islamiah mampu membendung kekuatan dan makar orang-orang kafir terhadap Islam.
Peradaban Barat akan runtuh seiring menguatnya pemahaman Islam.di tengah kaum muslimin. Rasulullah Saw. telah mewasiatkan kita dua warisan yang apabila kita berpegang teguh kepada keduanya kita tak akan tersesat, yaitu Al-Qur’an dan Sunah. Generasi terdahulu mulia karena menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai sistem kehidupan. Maka mengembalikan kemuliaan Islam haruslah mencontoh apa yang dilakukan generasi terbaik di masa lalu, generasi para sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabiin.
Tak ada yang tahu peradaban Islam akan bangkit dari arah mana. Apakah dimulai dari Afganistan atau dari negeri muslim yang lain. Kita hanya perlu ikhtiar maksimal. Berdakwah membina dan memahamkan masyarakat betapa Islam itu memuliakan dan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi umat abad ini. InsyaAllah.