Oleh: Errita Septi Hartiti (Guru)
Dalam perhelatan acara Seremoni Peresmian Center of Sharia Finance and Digital Economy (Shafiec) dan Forum Nasional Keuangan Syariah yang ditayangkan secara virtual, Jumat, 12 Maret 2021, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan jika sektor ekonomi dan keuangan syariah mampu bertahan saat krisis pandemi Covid-19 . Ketahanan itu dilihat dari pertama, rasio kecukupan modal atau CAR perbankan syariah hingga kredit macet alias non-performing loan (NPL) yang dinilai masih stabil. Kedua, total aset perbankan syariah pada Desember 2020 meningkat menjadi 608,9 triliun rupiah atau naik dari Desember 2019 sebesar 538,32 triliun rupiah. Namun, Menkeu melihat dari sisi market share perbankan syariah masih relatif kecil, yaitu 6,51 persen dari total aset perbankan. Selain itu, dari sisi keuangan non-perbankan, kapitalisasi aset IKNB syariah masih sangat kecil dibandingkan IKNB konvensional, yaitu sebesar 4,43 persen. Untuk itu, perlu perluasan pasar keuangan syariah dengan perbaikan dari sisi SDM dan pengembangan teknologi digital (bisnis.tempo.co).
Senada dengan Menkeu, ternyata PT Bank Syariah Indonesia Tbk pun berencana melakukan kolaborasi dan sinergi dengan lembaga riset dan Perguruan Tinggi untuk pengembangan ekonomi syariah. Dalam acara yang sama dengan Menkeu, Jumat (12/3) lalau, direktur utama Bank Syariah Indonesia (BSI) Hery Gunardi mengatakan agar ekosistem ekonomi dan perbankan syariah bisa besar dan kuat, perlu adanya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan (finance.detik.com).
Guncangan luar biasa yang menguji kekuatan ekonomi dunia yang berbasis sistem ekonomi kapitalisme akibat pandemi covid-19 membuat masyarakat mulai meminati sistem ekonomi syariah. Ditambah dengan proporsi penduduk Muslim yang luar biasa besar, ekonomi syariah diprediksi berpotensi menjadi pilar dan kekuatan pengembangan ekonomi nasional. Sebagaimana laporan The State of The Global Islamic Ecomomy Report (SGIE Report) 2020-2021, sektor ekonomi syariah Indonesia berada di posisi keempat, naik kelas dari peringkat kelima tahun 2019 dan dari peringkat 10 dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh 5 indikator, diantaranya, Islamic finance, halal food, Muslim friendly travel, modest fashion, media and recreation, serta cosmetic information.
Di dalam sudut pandang sistem kapitalisme, ekonomi syariah hanya terbatas diterapkan pada perbankan syariah. Berdirinya Bank Syariah Indonesia (BSI) dianggap menjadi nafas baru perjuangan untuk mengusahakan kesejahteraan bangsa dari sisi ekonomi. Benarkah hal ini bisa terwujud?
Dari sisi mikro, transaksi yang terjadi di dalam bank -sekalipun syariah- karena sejatinya masih bermuara pada bank konvensional, maka aktivitas ribawi mustahil hilang. Semula, dalam bank konvensional ada transaksi memberi kredit dengan menarik bunga dan menerima simpanan dengan memberi bunga. Bank syariah kemudian mengubah bunga menjadi bagi hasil dengan berbagai akad yang dikenal sebagai mudharabah (pinjam modal), wadia’h (titip uang), murabahah (jual-beli), ijarah (sewa) dan musyarakah (pembagian modal). Namun, dalam prakteknya terjadi berbagai penyimpangan syariah, dimana nasabah yang menyimpan uang memiliki pilihan untuk menerima bagi hasil dan nasabah yang meminjam uang harus mengembalikan uang dengan tambahan.
Dalam prinsip islami, aktivitas simpan-pinjam dan menabung boleh saja dilakukan berdasarkan prinsip yang benar. Ketika pihak bank memberi kredit, maka ‘terlarang’ untuk mengambil keuntungan sedikitpun, karena setiap tambahan dari pembayaran utang merupakan bunga. Begitupun ketika menyimpan uang, maka beradasarkan aqad wadiah yang benar, nasabah ‘terlarang’ menerima tambahan dari bank, bahkan bisa jadi seharusnya ada biaya admin sebagai konsekuensi penjagaan uang mereka.
Perlu diketahui, jika bank syariah hanya dianggap sebagai sub-sistem ekonomi kapitalisme, maka makna kesejahteraan bagi masyarakat bagai panggang jauh dari api. Bahkan hal ini bisa dimaknai sebagai islamisasi kapitalis saja karena sistem ekonomi kapitalisme berjalan di atas empat hal :
- Mekanisme pasar bebas yang menjadi ‘tubuh’ perekonomiannya
- Uang kertas fiat money yang menjadi ‘darah’ perekonomiannya
- Lembaga perbankan dan pasar modal yang menjadi ‘jantung’ kehidupan perekonomiannya, dan
- Suku bunga ribawi yang menjadi ‘pompa jantungnya’
Keberadaan bank syariah dalam sistem kapitalisme yang tidak lain hanyalah mengubah riba menjadi bagi hasil, sementara itu pasar bebas, fiat money, perbankan dan pasar modal masih dibiarkan tetap eksis, maka akumulasi modal tetap berada di bawah kendali para kapitalis. Hasilnya akan tetap sama yaitu hegemoni para kapitalis tetap kuat mencengkram. Mengandalkan ekonomi syariah yang terbatas pada perbankan syariah untuk memperbaiki ekonomi bangsa hanyalah solusi tambal sulam dan tidak akan menghasilkan perubahan apapun.
Berbeda jauh dengan ekonomi kapitalis, ekonomi Islam sangat kuat dan stabil, serta tidak mengambil unsur ribawi sedikitpun dalam aktivitas ekonominya. Menurut Dr.Husain Abdullah dalam bukunya Dirasaat fi al Fikr al-Islamiy, sistem ekonomi Islam akan berjalan di atas tiga asas utama.
Pertama, konsep kepemilikan. Dalam Islam konsep kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu
- kepemilikan individu
- kepemilikan umum yang mencakup
- fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas) dan padang rumput
- barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, dan lain lain
- barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti emas, perak, minyak, dan lain lain
untuk harta kepemilikan umum pengelolaannya dilakukan oleh negara. Sedangkan sisi pemanfaatannya bisa dinikmati masyarakat umum. Kewenangan negara terhadap kepemilikan umum sebatas mengelola dan mengaturnya untuk kepentingan masyarakat umum. Negara haram mengalihkan kepemilikan umum atau memprivatisasi atau menjual aset-asetnya kepada siapapun
- kepemilikan negara, seperti harta ghanimah, fai’, khumus, kharaj, jizyah, rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tak memiliki ahli waris, dan tanah hak milik negara
Kedua, pemanfaatan kepemilikan. Yakni pihak yang berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebut.
- Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta yaitu sektor pertanian, industri, dan perdagangan
- Infaq harta, yaitu pemanfaatan harta dengan atau tanpa kompensasi atau perolehan balik. Misalnya zakat, nafkah anak istri, hadiah, hibah, sedekah, infaq jihad fii sabilillah, dan lain lain
Ketiga, konsep distribusi kekayaan. Islam menetapkan sistem distribusi kekayaan di antara manusia dengan cara sebagai berikut :
- Mekanisme pasar. Berbeda dengan mekanisme pasar bebas dalam kapitalisme dimana negara berlepas tangan dari seluruh kegiatan ekonomi rakyat. Mekanisme pasar dalam Islam menetapkan negara tetap berwenang melakukan intervensi pasar pada batas yang dibolehkan syariat
- Bentuk suplai. Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam mekanisme pasar karena alas an tertentu seperti cacat, idiot, dll
- Bentuk transfer, yaitu bentuk distribusi ekonomi dari seorang kepada orang lain yang sepadan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun
Konsep ekonomi Islam ini hanya akan berjalan ketika penguasa menerapkan ekonomi Islam secara komprehensif bersamaan dengan sistem politiknya yang terintegrasi dalam sistem Islam.