Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa : Dari Pedang Bambu hingga Dikubur Hidup-Hidup
Oleh : Tatang Hidayat
(Penulis Perjuangan KH. Zainal Musthafa dalam Jurnal Ulumuna Vol.23 No.2 tahun 2019 UIN Mataram)
Setiap memasuki tanggal 25 Februari, masyarakat Jawa Barat pada umumnya, dan Tasikmalaya khususnya pastinya tidak akan melupakan peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal tersebut. Setiap tanggal 25 Februari setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah.
Wajahku terasa panas, dadaku terasa sesak, tidak terasa pipiku bahas oleh air mata yang tumpah nyaris tak terasa sejak pertama mendengar hikayat perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang pada masa itu. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa pernah di penjara ketika masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, dan puncak perlawanan beliau ketika terjadi pertempuran Sukamanah. Penulis diberikan kesempatan yang mulia dan berharga bisa menelusuri lorong-lorong sejarah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa sejak tahun 2014 kemudian menuliskannya untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan beliau kepada generasi di masa depan.
Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa merupakan sosok yang sangat layak untuk diteladani bagi generasi muda saat ini, sosok yang sangat pemberani dalam melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan karena tidak semua orang diberikan keberanian untuk melakukan semua itu. Begitu banyak pengorbanan yang beliau berikan untuk generasi kita hari ini, beliau bukan hanya menumbalkan kebahagiaan pribadi dan keluarganya saja tetapi beliau telah memberikan dan mengorbankan semuanya hingga jiwa raga untuk generasi kita hari ini.
Di samping mujahadahnya berat, tantangannya besar, bahkan jiwa dan raga pun harus dikorbankan demi sebuah kehormatan melalui jalan perjuangan. Dengan keberanian dan kegigihan dalam mempertahankan ajaran Islam, dengan jalan itu pula mengantarkan beliau untuk bertemu Allah SWT dengan gelar sebagai seorang syuhada.
Berat sebetulnya ketika saya harus menyampaikan perjuangan beliau, karena terlalu mulia perjuangan beliau yang harus disampaikan oleh seseorang yang sebenarnya belum layak untuk menyampaikannya. Tulisan sederhana ini selengkapnya sudah dipresentasikan dalam The 4th Ulumuna Annual International Conference and 1st Indonesia – USA Transnational Collaboration and Network Forum – June 29th, 2019 at Mataram NTB, Indonesia dan publish dalam Ulumuna : Journal of Islamic Studies Vol. 23 No 2 tahun 2019 terakreditasi Kemenristekdikti (SINTA 2)
Naskah selengkapnya silakan bisa didownload dan disebarluaskan di link https://www.pstkhzmusthafa.or.id/asy-syahid-kh-zainal-musthafa-dan-perlawanan-sukamanah/ dan https://ulumuna.or.id/index.php/ujis/article/view/363/303
Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa mengobati kerinduan umat terhadap sosok ulama panutan, karena dalam situasi seperti ini, kerinduan untuk menghadirkan sosok ulama panutan terasa sangat wajar. Tulisan ini merupakan sebuah ikhtiar untuk menampilkan sosok tipikal ulama panutan yang direpresentasikan dengan baik oleh Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa di zamannya. Beliau bersikap oposan pada setiap kekuasaan represif dan tirani dari penguasa imperialis dan berani menentang setiap kondisi yang dianggap mungkar.
Jika masa penjajahan Belanda yang menendang bola salju perlawanan nasional adalah Pangeran Diponegoro. Maka masa penjajahan Jepang yang menendang bola salju perlawanannya adalah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa. Bahkan sebagian kalangan mengatakan, perlawanan Sukamanah tidak hanya mengguncang Tokyo, tetapi juga mengguncang Jerman dan Amerika.
Ada 17 poin yang saya angkat dalam tulisan sederhana ini, di antaranya :
Pertama, motif dari perlawanan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan hanya atas dasar melawan kezaliman penjajahan Jepang, tetapi hakikatnya dilandasi dengan nilai-nilai tauhid karena menolak kemusyrikan. Saat itu setiap pagi masyarakat Tasikmalaya diharuskan melakukan saikeirei yakni membungkuk setengah badan ketika matahari terbit ke arah Tokyo. Di sisi lain, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam menyebut penjajah Jepang, beliau menambah diksinya dengan kafir Jepang. Ini mengingatkan kita juga dengan diksi yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro saat melakukan perlawanan kepada penjajah Belanda, bukan hanya penjajah Belanda tetapi menambahkannya dengan penjajah kafir Belanda. Diksi kafir banyak tercantum dalam Babad Diponegoro yang ditulis Sang Pangeran di Manado. Oleh karena itu, landasan perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dilandasi dengan ketauhidan dan menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan Islam.
Kedua, berdasarkan referensi lain ternyata ada seorang ulama lagi yang menolak melakukan saikeirei yakni Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul (ayah Buya Hamka) dari Maninjau, Sumatera Barat. Ini menunjukkan meskipun terpisah dengan jarak yang cukup jauh antara Tasikmalaya Jawa Barat dan Maninjau Sumatera Barat tetapi karena dasarnya sama adalah tauhid yang kuat maka dalam menyikapi saikeirei pun kedua ulama tersebut ada kesamaan dengan menolaknya.
Ketiga, dari segi nasab ada hal yang menarik dalam diri Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa, karena nasab beliau ke atasnya belum diketahui dikarenakan kurangnya referensi. Namun ketika penulis bersilaturahim kepada salah seorang cucu beliau, yakni Yusuf Hazim, beliau memperlihatkan kepada penulis salah satu pusaka yakni berupa pedang yang dihikayatkan diturunkan secara turun temurun dan dikatakan berasal dari Kesultanan Mataram Islam. Ini hal yang menarik untuk terus ditelusuri nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa. Tidak menutup kemungkinan jika ditelusuri lebih lanjut silsilah nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dapat diasumsikan : 1. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa memiliki nasab sebagai keturunan dari Kesultanan Mataram Islam. 2. Nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bagian dari para ksatria bhayangkara Kesultanan Mataram Islam yang mukim di Tasikmalaya, sekaligus utusan resmi kesultanan. 3. Nasab Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa merupakan pribumi asli (bumi putra) yang mendapat amanah sebagai wakil resmi Kesultanan Mataram Islam.
Keempat, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bergabung dengan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1933. Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa tercatat sebagai Wakil Rois Syuriyah NU Cabang Tasikmalaya. Namun sebelum melakukan perlawanan, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa mengundurkan diri dari NU. Ini menunjukkan bahwa perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan untuk kepentingan organisasi atau kelompok, tetapi perjuangan beliau untuk kepentingan umat dan bangsa dengan cara-cara syariah Islam dalam meninggikan Kalimatullah di muka bumi.
Kelima, jejaring ulama luas yang sudah dimiliki Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa sebelum perlawanan. Hal tersebut dibuktikan sebagaimana hasil wawancara Ahmad Mansyur Suryanegara selaku Sejarawan Universitas Padjadjaran kepada EZ. Muttaqin salah satu santri Sukamanah yang saat itu diperintahkan oleh Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa untuk mengirimkan surat kepada KH. Ahmad Sanusi Pimpinan Pondok Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi. Namun EZ. Muttaqin tertangkap di stasiun Bandung dan ditelanlah surat tersebut. Seandainya surat tersebut sampai ke KH. Ahmad Sanusi, dapat dipastikan akan timbul solidaritas protes sosial di Sukabumi.
Keenam, latar belakang pasukan dalam perlawanan Sukamanah hampir sama dengan peristiwa perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro yang melibatkan banyak pihak baik dari kalangan ulama, santri, dan masyarakat. Pertempuran Sukamanah melibatkan berbagai pihak di antaranya para kyai, santri Sukamanah, masyarakat Sukamanah, dan pasukan-pasukan Muslim (Lazkar Hizbullah dan Sabilillah) yang ikut bergabung dibawah koordinasi Asy-Syahid KH Zainal Musthafa.
Ketujuh, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan pasukan Sukamanah sangat memahami dengan utuh konsep jihad Fii Sabilillah, nyatanya saat terjadi pertempuran pasukan Sukamanah diperbolehkan menyerang setelah tentara kafir Jepang memasuki garis batas pertempuran. Yang membuat sedih Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa ternyata yang dikirim pasukan di garis depan adalah kenpeitei yakni polisi pribumi yang bekerjasama dengan tentara kafir Jepang.
Kedelapan, saat peristiwa peperangan, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bertindak sebagai komando sambil terus berdzikir memakai tasbih. Saat peperangan sengit terjadi kemudian banyak dari kenpeitei Jepang tewas akhirnya Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan dan mundur karena dikhawatirkan kenpeitei yang tewas dan berasal dari pribumi masih banyak yang mendirikan shalat. Dengan demikian, sebenarnya pasukan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa bukan kalah tetapi mengalah, bedakan diksi kalah dan mengalah, karena dikhawatirkan pasukan musuh yang tewas yang berasal dari pribumi masih mendirikan shalat.
Kesembilan, jumlah pasukan Sukamanah yang syahid dalam peperangan berjumlah 86 orang dan dimakamkan dalam satu lubang. Sekarang pertanyaannya, berapa jumlah dari pasukan musuh yang tewas ? Berdasarkan penuturan beberapa saksi mata kejadian yang disampaikan kepada salah seorang cucu Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa, diperkirakan pasukan musuh yang tewas berjumlah 300 orang karena dilihat dari jumlah truk yang datang ke Sukamanah. Namun dikarenakan strategi tentara Jepang untuk menyembunyikan kekalahan mereka maka yang tewas tersebut segera dinaikan ke truk dan disembunyikan. Hal demikian diperkuat pasca peperangan begitu sulitnya menemukan berbagai referensi yang menjelaskan tentang peperangan tersebut, dikarenakan Pesantren Sukamanah langsung diporak porandakan.
Kesepuluh, senjata yang digunakan oleh pasukan Sukamanah mayoritas terdiri dari pedang bambu, namun atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ālā pedang bambu tersebut bisa lebih tajam dari pedang yang digunakan oleh pihak musuh. Hal yang menarik, ternyata pedang bambu tersebut sangat menakutkan pihak Jepang, pasca peperangan tentara Jepang menyisir pedang bambu untuk diamankan. Namun atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ālā di salah seorang cucu Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa masih menyimpan pedang bambu tersebut sebagai bukti nyata bahwa pedang bambu adalah senjata yang digunakan oleh pasukan Sukamanah. Ada 2 lagi pedang bambu yang tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung. Dengan demikian total pedang bambu yang baru diketahui ada 3. Peneliti selanjutnya baiknya menelusuri dan mencari pedang bambu yang lainnya sebagai warisan kekayaan para pahlawan dan syuhada Nusantara yang terindikasi masih ada yang menyimpannya pada keturunan pasukan Sukamanah.
Kesebelas, pasca peperangan hari itu juga Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan para komandan perangnya di tangkap dan mengalami beberapa siksaan. Namun yang luar biasa, sifat kesatria Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa untuk melindungi para prajuritnya, beliau rela menanggung semua perlawanan Sukamanah untuk ditimpakan kepada beliau, dan beliau memerintahkan kepada pasukan lainnya untuk menyelamatkan diri sendiri. Dari kejadian tersebut, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa harus merelakan dirinya mengalami berbagai siksaan, seperti di tembak, di pukul, di siksa, dilindas pakai mesin silinder, bahkan digusur dari padayungan hingga kaum namun berkat pertolongan Allah beliau tidak apa apa, bahkan gamisnya masih utuh. Memang berbagai bukti penyiksaan ini mesti ditelusuri lagi kevalidannya.
Kedua belas, setelah melewati berbagai siksaan, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dipindahkan ke Ancol dan disanalah beliau mengalami eksekusi. Hal ini yang perlu diluruskan, dahulu kita mengenal bahwa beliau dieksekusi dengan cara dipenggal, bahkan kisah beliau pun masuk dalam salah satu adegan Film Sang Kyai. Namun setelah ditelusuri kebenarannya oleh pihak keluarga, eksekusi Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa ternyata bukan dipenggal, tetapi dengan cara beliau duduk di atas papan yang sudah disimpan dibawahnya paku-paku dan dikubur hidup-hidup. Hal tersebut terkonfirmasi saat pihak keluarga menyaksikan penggalian jasad beliau beserta 17 santrinya yang telah dieksekusi dari ancol yang dipindahkan ke Sukamanah ternyata jasad beliau dan 17 santrinya masih utuh. Jasad Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa masih utuh lengkap dengan sorban warna kuning emas, tasbih, dan jubahnya serta kepala beliau tidak putus meskipun kurang lebih 29 tahun sudah dikubur. Sorban warna kuning emas, dan 2 pedang bambu masih tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung.
Ketiga belas, dengan ditemukannya jasad beliau setelah 29 tahun tidak diketahui keberadaanya, asbab penelusuran seorang santri beliau Kolonel Syarip Hidayat, akhirnya jasad beliau beserta 17 santrinya dipindahkan ke komplek taman makam Pahlawan Sukamanah. Perlu ada narasi yang diluruskan selama ini, bahwa kejadian saat itu bukan pemindahan kerangka jenazah, tetapi pemindahan jenazah Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, karena jasad beliau memang masih utuh.
Keempat belas, Pesantren Sukamanah merupakan satu-satunya pesantren di Indonesia yang memiliki Taman Makam Pahlawan. Oleh karena ini, ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa Barat pada umumnya, dan Tasikmalaya pada khususnya bahwa pendahulu mereka adalah para mujahidin yang ikhlas memperjuangkan agama dan bangsanya. Dengan demikian, seharusnya masyarakat Tasikmalaya dan Jawa Barat malu jika saat ini ada yang menjadi penjilat kekuasaan atau bersekongkol dengan para penjajah secara pendahulu mereka adalah para pejuang yang rela mati demi melawan penjajahan dan penjajahan.
Kelima belas, jika zaman penjajah Belanda yang menendang bola salju lahirnya perlawanan nasional adalah dalam perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dengan menewaskan 15000 serdadu Belanda dan mengeruk kekayaan Belanda hingga 20 juta golden. Maka, saat zaman penjajahan Jepang dapat dinyatakan perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafalah layaknya yang menendang bola salju perlawanan nasional itu, karena pasca perlawanan tersebut akhirnya timbul beberapa perlawanan di berbagai daerah salah satunya di Indramayu.
Keenam belas, sebelum terjadinya peperangan hari Jum’at, 25 Februari 1944, ba’da shalat Jum’at ada 4 orang kenpeitei datang ke Sukamanah dan berteriak teriak padahal shalat Jum’at masih diselenggarakan. Setelah shalat Jum’at selesai, Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa menemui mereka dan terjadi dialog, karena dialog buntu akhirnya seorang kenpetei Jepang menembakkan pelurunya ke kepala Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa namun beliau tidak apa-apa dan beliau langsung berteriak mengucapkan suatu do’a “Hancur Siah Jepang” . Do’a ini menjadi hal menarik, karena do’a yang diucapkan oleh seorang ulama yang sedang dizalimi akhirnya diijabah oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ālā. Pasca perlawanan Sukamanah, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Jepang dihancurkan bom atom oleh sekutu di Hiroshima dan Nagasaki.
Ketujuh belas, perlawanan Sukamanah meskipun lingkupnya lokal, namun pengaruhnya hingga nasional bahkan Internasional. Bahkan sebagian kalangan mengatakan bahwa perlawanan Sukamanah tidak hanya mengguncang Tokyo, tetapi juga mengguncang Jerman dan Amerika.
Masih banyak sebenarnya beberapa misteri berkaitan dengan sejarah perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah, terutama jejaring ulama dan santri santri beliau yang menyebar ke berbagai daerah, pemikiran-pemikran yang beliau tinggalkan dalam bentuk karya tulis serta masih banyak misteri lainnya yang belum terungkap.
Sangat berat menelusuri jati diri ulama-ulama pejuang, apalagi karya tulis yang beliau tinggalkan sangat sedikit, itulah yang saya alami sejak tahun 2014 mengkhidmatkan diri menelusuri lorong-lorong sejarah yang sunyi tentang ulama-ulama pejuang khususnya di Jawa Barat. Jikalah hati dapat mengungkapkan apa yang dirasa sejak tahun 2014 dalam mengkhidmatkan diri dan mencurahkan apa yang saya bisa dalam menelusuri lorong-lorong sejarah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa yang sunyi, wajah terasa panas dan pipi bahas oleh air mata yang tumpah nyaris tak terasa, dada terasa bergetar dan menjadi sesak, matahari terbit yang harusnya bergairah menjadi lesu, senja menjadi sendu, mendung akan membiarkan pelangi itu pergi tak ada lagi warna dalam kehidupan, purnama menjadi gerhana, terang menjadi gelap sekejap mata, bumi yang luas serasa menyempit, keramaian dunia berubah menjadi sunyi, langit pun terasa runtuh, berat-berat jika bukan karena suratan takdir ketetapan Yang Maha Kuasa.
Apa yang saya lakukan adalah meneladani dan melanjutkan apa yang telah dilakukan peneliti sebelumnya :
Danoemihardja, Syarif Hidayat, 1970, Kiai Hadji Zainal Musthafa: Pemimpin dan Penggerak Pemberontakan Singaparna 25 Februari 1944, tanpa nama penerbit
Prof. Dr. Ahmad Mansyur Suryanegara , Gerakan Protes Pesantren Sukamanah yang dipublikasikan pertama kali dalam karya beliau Menemukan Sejarah (1994).
Hikmat Kurnia (1991) Peristiwa Sukamanah : Sebuah Studi Kasus Gerakan Protes Pesantren Sukamanah Tasikmalaya terhadap Pemerintahan Balatentara Jepang (25 Februari 1944) Skripsi Jurusan Sejarah Universitas Padjadjaran, Bandung
Subhan SD (2000) Ulama – Ulama Oposan. Bandung : Pustaka Hidayat
Tulisan sederhana ini merupakan sebuah ikhtiar menampilkan sosok tipikal ulama panutan yang direpresentasikan dengan baik oleh Asy Syahid KH. Zainal Musthafa di zamannya. Beliau bersikap oposan pada setiap kekuasaan represif dan tirani dari penguasa imperialis dan berani menentang setiap kondisi yang dianggap mungkar.
Tulisan sederhana ini tentu tidak akan membuat perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa yang dikenal dengan Sang Singa Singaparna dan para syuhada Sukamanah menjadi besar. Justru sebaliknya, kebesaran dan ketulusan perjuangan mereka jauh lebih besar ketimbang apa yang diungkap dalam tulisan ini. tanpa tulisan ini pun mereka sudah besar. Saya hanya ingin mengangkat setitik karena hanya segitu yang saya mampu dari bulatan yang mereka miliki.
Mohon maaf jika tulisan sederhana ini masih banyak kekurangan dan misteri yang belum terungkap terkait sosok Asy Syahid KH. Zainal Musthafa karena murni keterbatasan saya yang masih muda, minim ilmu, minim pengalaman dan masih perlu bimbingan para orang tua. Tentu tulisan sederhana ini sangat jauh jika dibandingkan dengan buku yang sangat ditunggu-tunggu Biografi Ajengan Sukamanah : Asy Syahid KH. Zainal Musthafa yang disusun oleh penulis sejarah dan biografi senior Kang Iip Dzulkipli Yahya dan insya Allah mudah-mudahan bisa segera launching dalam waktu dekat.
Ini merupakan sebuah pengantar sederhana dalam membayar hutang budi generasi kita kepada Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa, meskipun tentunya hutang budi ini tidak akan sebanding dengan pengorbanan yang diberikan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa. Sudah saatnya kita kenalkan tokoh-tokoh ulama pejuang di Nusantara kepada dunia, dan generasi kita. Saya hanya mampu mengambil setitik dari bulatan besar yang dimiliki Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dan Pejuang-Pejuang Sukamanah. Mudah-mudahan dengan hadirnya penulisan biografi tokoh-tokoh ulama pejuang baik dalam bentuk karya ilmiah, buku, novel, jurnal dan film bisa menjadi tantangan riset bagi para peneliti selanjutnya, karena mengenalkan dan mewariskan nilai-nilai perjuangan para tokoh-tokoh ulama pejuang bukan untuk kepentingan hari ini, tapi untuk ratusan tahun ke depan, dunia itu harus tahu kita itu bukan bangsa yang lemah, anak dan cucu kita akan mencatat itu. Wallohu’alam bi al-Shawab