By: Ummu Bahrain
Viralnya video pidato Ibu Etty Suryani dalam sebuah forum yang dihadiri khalayak masyarakat, memantik polemik dan memicu kericuhan umat beragama.
Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Istri Bupati Sukoharjo itu mendiskreditkan jilbab syar’i sebagai alat untuk membohongi masyarakat. Padahal, semua orang tahu bahwa jilbab adalah bagian dari Syariat Islam.
“Ora sah nganggo kudung dhowo, Kudung dhowo gur nggo ngapusi thok, nggo opo?” ujarnya berapi-api. (Terj: Tidak usah memakai kerudung panjang, kerudung panjang hanya untuk membohongi saja buat apa).
Umat Islam, wabil-khushus kaum muslimah, tersulut panggilan imannya untuk melakukan pembelaan terhadap pernyataan yang dinilai menista dan mengolok-olok syari’at jilbab yang notabene adalah identitas kaum Hawa.
Jum’at siang (4/12/2020) umat Islam bereaksi dengan menggelar Aksi Damai di Proliman Sukoharjo, sekedar untuk menyampaikan aspirasi penolakan terhadap ‘penistaan’ Etty Suryani terhadap syariat jilbab. Sebuah reaksi biasa dan wajar karena umat Islam merasa dilecehkan akidahnya.
… Masyarakat Sukoharjo harus sadar bahwa kebebasan melindungi agama telah dikebiri dan kebebasan berpendapat telah dirampas…
Akan tetapi, alam demokrasi Indonesia yang digambar-gemborkan sangat baik ini, tak ada kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat!!
Lihatlah, bagaimana pengamanan aparat terlalu berlebihan dalam mengamankan sebuah Aksi Damai. Dengan bersenjata lengkap dan banyaknya personil yang dikerahkan, membuat suasana demokrasi seakan mati. Ditambah lagi, ternyata aparat melakukan sweeping, menghentikan, memeriksa identitas dan surat kendaraan lalu kemudian meminta warga yang hadir untuk menjauhi lokasi Simpang Lima Sukoharjo.
Miris, di mana kebebasan beragama telah dikebiri dengan tidak diperbolehkannya umat Islam meluapkan sakit hatinya akan penistaan yang dilakukan oleh seorang istri pejabat. Bagaimana seorang istri pejabat berpotensi mengerahkan aparat untuk melindungi dirinya dan bagaimana kebebasan berpendapat masyarakat telah dirampas oleh penguasa dan aparat, padahal surat pemberitahuan kegiatan sudah dilayangkan.
Masyarakat harus sadar bahwa kebebasan menjalankan dan melindungi agamanya telah dikebiri dan kebebasan menyatakan pendapat telah dirampas, dan ini tidak terjadi kali ini saja.
Jadi, masyarakat sadarlah bahwa situasi sudah tidak seindah yang mereka kampanyekan. Sadarlah bahwa realita di lapangan, kita telah dikungkung dan dilemahkan.
Sadarlah, masyarakat Sukoharjo dan seluruh masyarakat Indonesia. []