PANJIMAS — Saya sebenarnya tidak sepakat dengan julukan baru Presiden Jokowi yang satu ini. Seorang presiden, siapapun dia, harus kita hormati. Kita boleh tidak suka secara pribadi, tapi lembaga kepresidenan harus tetap kita hormati.
Presiden adalah representasi negara. Jadi kalau sampai menjuluki seorang presiden dengan panggilan yang tidak pantas, bisa masuk kategori contempt of president. Penghinaan terhadap simbol negara.
Mungkin karena yang memberi julukan adalah para pendukungnya, para die hard, jadi dianggap bukan penghinaan. Tapi tetep saja saya risi menggunakannya. Makanya saya kasih tanda petik. Jadilah “Cak Jancuk.” Lebih sopan. Tidak ada maksud menghina. Hanya mengutip panggilan dari para pendukungnya.
Jancuk itu umpatan. Sumpah serapah. Misuh gaya Suroboyoan. Mosok seorang presiden dari sebuah negara besar seperti Indonesia disumpah serapahi. Dipisuhi.
Panggilan ini mengingatkan saya pada pepatah. Kalau ingin tau siapa orang itu, lihatlah siapa temannya. Siapa pendukungnya, dan siapa pelindungnya.
Ikan teri akan bergaul dengan ikan teri. Ikan tongkol, bergaul dengan ikan tongkol. Gak ada ceritanya ikan teri berkumpul dengan ikan tongkol. Bakal ditelen habis.
Pepatah Arab mengatakan “ Bila ingin harum, bergaul lah dengan pedagang parfum. Kalau gak mau terkena jelaga, jangan bergaul dengan pedagang arang.”
Dalam konteks kedaulatan dan simbol negara inilah Sekarang “Cak Jancuk,” Eh …maaf keceplosan lagi, Presiden Jokowi punya persoalan dengan Rusia. Negara berdaulat dan menjadi salah satu sahabat penting Indonesia.
Ketika berkampanye di Karang Anyar, Jokowi menuding tim Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dan menerapkan propaganda Rusia. Mereka menyebarkan berita bohong secara bertubi-tubi kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi ragu terhadap fakta yang sebenarnya.
“Enggak mikir ini memecah belah rakyat atau tidak, tidak mikir menggangu ketenangan rakyat atau tidak. Ini membuat rakyat khawatir atau tidak, enggak peduli.
Konsultannya konsultan asing,” papar Jokowi.
“Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus menerus. Rakyat sudah pintar, baik yang di kota atau di desa,” sambung Jokowi.
Tudingan Jokowi ini membuat kuping Duta Besar Rusia di Jakarta panas. Mereka membantah terlibat dalam kampanye di Indonesia, dan menegaskan sama sekali tak ikut campur dalam urusan dalam negeri mana pun.
Kedubes Rusia juga menyebut tudingan adanya kekuatan Rusia di balik ‘kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia, tidak berdasar. Keterangan Kedubes Rusia tersebut dirilis melalui akun media sosial Kedubes Rusia @RusEmbJakarta, Senin (4/2/2019).
Tudingan konsultan asing terlibat dalam kampanye Prabowo-Sandi sebenarnya bukan kali ini saja dilancarkan. Ketika Prabowo menyampaikan Pidato Kebangsaan, para pendukung Jokowi ramai-ramai membuat isu hadirnya seorang konsultan asing.
Namanya Rob Allyn yang menjadi konsultan Presiden Trump pada Pilpres di AS. Padahal orang itu adalah staf kedutaan negara sahabat yang hadir.
Ketika berlangsung debat paslon tanggal 17 Januari tuduhan tersebut kembali terulang. Foto Atase Politik Kedutaan AS di Jakarta, Steve Watson tersebar di medsos dan dsiebut sebagai Rob Allyn. Padahal Steve hadir atas undangan KPU. Bukan tim Prabowo-Sandi.
Lha kok sekarang tudingan itu dimuncukan oleh Jokowi. Berarti sebenarnya isu kebohongan, alias hoax itu bukan hanya atas inisiatif pribadi para pendukungnya. Tapi sebuah strategi kampanye yang secara resmi dirancang oleh TKN. Strategi maling teriak maling.
Implikasi tudingan Jokowi ini kemungkinan bisa membuat marah AS. Propaganda Rusia dikait-kaitkan dengan strategi kampanye yang diterapkan oleh Donald Trump saat mengalahkan Hillary Clinton.
Trump adalah Presiden AS. Sekarang konsultan Trump dituding membantu Prabowo menerapkan propaganda Rusia di Indonesia. Amerika dan Rusia bersama-sama mendukung Prabowo-Sandi.
Duh Pak Jokowi ingkang ngatos-atos. Hati-hati menuduh orang lain jadi antek asing. Kedubes Rusia sudah marah. Ini merupakan sikap resmi pemerintah Rusia. Kalau ditambah pemerintah AS ikut-ikutan marah, kan bakalan tambah repot.
Mumpung belum telanjur jauh dan urusannya jadi panjang, kalau boleh menyarankan, pernyataan itu segera diralat.
Soal ralat meralat kan biasa. Pak Jokowi jagonya. Berbagai keputusan dan aturan saja biasa diralat, apalagi cuma ucapan.
Pak Jokowi lewat Menlu bisa menyampaikan, ada kesalahan kutip dari media. “Maksudnya Propaganda Raisa, bukan Rusia.”
Kaum milenial pasti senang diproganda oleh Raisa. Gak dipropaganda saja banyak yang terkiwir-kiwir, apalagi dipropaganda.
Media juga dijamin tak akan marah disalah-salahkan oleh Pak Jokowi. Para pemiliknya kan hoppeng. Salah benar, akan dilindungi. Paling yang ngedumel para wartawannya. Mereka punya rekaman asli pernyataan pak Jokowi. Mereka tidak salah kutip. Tapi mereka bisa apa?
(Nasruddin Djoha/kolomnis)