Oleh: Harits Abu Ulya, Pengamat Terorisme & Intelijen
PANJIMAS — Akhirnya pemerintah melalui Menkopolhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan resmi terkait wacana pembebasan ustad ABB, dengan dua substansi utama: “(Pembebasan Ba’asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya,”. Dan: “Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut,”.
Sudah bisa dipastikan pernyataan diatas memantik perdebatan publik secara luas. Bagaimanakah menalar statemen Menkopolhukam diatas? Berikut catatan kritis saya:
[1]. Diksi “dipertimbangkan” dan “kajian” pada kontek frase statemen Menkopolhukam memberi indikasi makna; Pertama, wacana pembebasan ustad ABB itu di batalkan. Kedua, wacana pembebasan ustad ABB di tunda sampai waktu yang tidak bisa dipastikan. Ketiga, pemerintah berusaha mencari jalan tengah menimbang plus minusnya bagi semua pihak terutama bagi kepentingan rezim.
[2]. Kasus ini menunjukkan kapasitas managerial seorang Presiden Jokowi mengelola pemerintahan sangat problematik. Bisa saja dalam kontek ini seorang Yusril Ihza Mahendra akan di salahkan karena dianggap tidak kordinasi dan sebagainya. Tapi publik paham karena YIM bukan siapa-siapa dalam pemerintahan Jokowi, namun sungguh apa yang di lakukan YIM bukan berdiri sendiri tapi ada sosok Presiden di belakangnya. Dan apa yang di lakukan YIM adalah menterjemahkan hak dan keinginan pribadi Jokowi sebagai presiden.
[3]. Wacana kebijakan politik Jokowi membebaskan ustad ABB akhirnya betul-betul di sadari sangat blunder. Karenanya butuh dipertimbangkan dan dilakukan kajian lagi. Kenapa demikian?
Ternyata isu kemanusian, penghormatan pada ulama dan bahasa-bahasa positif lain yang menjadi substansi narasi dari latar belakang pembebasan betul-betul di hadapkan pada ragam kepentingan yang paradok. Pertama; keputusan Jokowi tidak bisa dipastikan untuk mendongkrak elektabilitas sebagai modal di kontestasi pilpres 2019, bahkan bisa sebaliknya menggerus basis dukungan Jokowi dari pemilih setia sebelumnya. Perdebatan dan ketidakselarasan TKN Jokowi dengan rencana pembebasan ustad ABB menjadi indikasi kuat adanya irisan kepentingan pilpres 2019 dengan pernyataan resmi pemerintah via menkopolhukam.
Kedua; tekanan asing yaitu Amerika dan sekutunya demikian kuat kepada pemerintah Indonesia khususnya kepada kemenkopolhukam dan Kemenkumham. Bisa jadi Indonesia takut dengan ragam sanksi atau embargo dari Amerika dan sekutunya.
Dan lagi-lagi statemen Wiranto mengkonfirmasi indikasi adanya tekanan tersebut, dan kadaulatan Indonesia sangat kritis. Harusnya Presiden Jokowi tampil ke depan, tidak perlu “lepas tangan” dan menyerahkan kepada menteri-menterinya untuk merancang narasi agar meyakinkan publik mau memaklumi bahwa kebijakan Presiden tidak ada yang salah jika menimbang dan mengkaji ulang.
[4]. Sikap pemerintah akan membuka pintu lebar-lebar kritikan keras dan tajam dari ragam kalangan dan dengan beragam motif. Jika benar-benar batal rencana pembebasan ustad ABB maka reputasi dan integritas Jokowi sebagai presiden bisa hancur sehancur-hancurnya. Publik akan menggugat konsistensi seorang Presiden.
Jika hal ini dianggap remeh oleh presiden Jokowi atau orang-orang disekelilingnya, maka jangan lupa peristiwa ini juga akan mengkofirmasi statemen ustad ABB selama ini bahwa kasusnya adalah pesanan pihak Asing (Amerika dan sekutunya). Dan pemerintah Indonesia hanya seperti budak yang harus taat kepada tuannya. Dan jelas bahwa umat Islam sebagian besar akan kecewa dan makin mengkristalkan spirit untuk menggulingkan Rezim Jokowi di pilpres 2019.
[5]. Akan muncul penalaran liar; apakah ini permainan politik tingkat tinggi? Ada design untuk memenangkan pilpres 2019 melalui isu terorisme. Membuat kebijakan yang memantik kehadiran intervensi asing sekaligus di sana akan ada bergaining untuk mendapatkan keuntungan dan dukungan dikepentingan politik domestik. Dan pihak asing serta aktor-aktor domestik opuntunir juga bisa meraup keuntungam dari proyek globar war on terrorism dimana ustad ABB terus di branding menjadi icon isu terorisme di kawasan Pasific.
Akhirnya publik akan melihat bagaimana ending dari semua ini. Akankah rasa kemanusiaan dan atas nama kedaulatan NKRI dikalahkan oleh kepentingan politik pragmatis 2019, kepentingan kelompok opurtunis dan asing?[]