Oleh: Citizen Journalism
PANJIMAS — Mwngapa Aku Rindu 212? AWABANnya adalah aku rindu Indonesia yang kuidealkan. Dan di jama’ah 212 itu, Indonesia ideal itu terwujud. Semangat memberi, bukan mengambil; persaudaraan yang begitu spontan, tak hitung-hitung untung rugi; hormat kepada ummat beragama lain. Pada aksi 212 dua tahun lalu, para laskar FPI membuka jalan dan mengawal sepasang pengantin yang menikah di gereja Katedral.
Hari ini hari Minggu, anda tau di gereja Katedral ada kegiatan ibadah. Mereka bahkan ikut mendoakan kelancaran dan kesuksesan reuni 212.
Kenapa aku rindu 212? Coba bayangkan, anda berada di tengah jutaan saudara yang menawarkan makanan-minuman, memberikan informasi yang anda butuhkan, menemani anda ngobrol, tidak ada wajah kecut, sinis, jutek, angkuh. Apa yang anda rasakan kecuali perasaan aman dan nyaman yang sangat?
Seperti biasanya, aku berangkat sendiri, yang membuatku leluasa untuk bergabung dengan rombongan mana saja. Dari gaya pakaian, kami segera tersambung rasa. Padahal tak kenal seorang pun di kereta, tapi kami spontan saja berbaur, ngobrol, saling memberi informasi bagaimana rute yang lancar untuk bisa masuk ke Monas. Seluruh gerbong seperti diisi satu keluarga.
Pelajaran moral: Pakaian dan penampilan sebagai identitas itu penting.
Turun dari kereta, entah siapa yang mulai, kami langsung bershalawat sambil beringsut tertib. Tidak ada yang memandu nada suara dan tempo. Shalawat berjamaah terdengar nyaman.
Di pangkal jalan arah ke lokasi, di jalan Juanda, para tentara berseragam loreng menyapa jama’ah dengan salam, beberapa jama’ah segera merasa nyaman dan meminta kesempatan berfoto, Entah dari mana ada spanduk bertuliskan ‘TNI Kuat Bersama Rakyat.’ Mereka lantas berfoto dengan spanduk itu. Beberapa prajurit itu bahkan meneriakkan ‘Allahu Akbar! Hidup 212!”
Banyak rombongan membawa bendera arroya yang belakangan ditakuti tentara kw itu, di hadapan para prajurit TNI, bendera itu leluasa dikibar-kibarkan. Dan ternyata tak apa-apa! Tak bikin rontok NKRI. Dan ternyata lagi, para prajurit TNI dengan jama’ah 212 itu sangat-sangat akrab.
Kenapa suasana seperti ini tak kita bangun untuk Indonesia? Untuk NKRI? Dengan mengambil peristiwa 212 sebagai bukti bahwa kita bisa?
Di setiap sudut, berkelompok-kelompok orang menyediakan minuman-makanan gratis, namun tak mudah menemukan yang mau mengambil!! Karena sebelumnya para peserta sudah mendapat makanan-minuman dari kelompok lain. Bahkan lebih banyak mereka malah menawarkan ‘bekal’ ke saudara-saudari di sana. Walhasil, menemukan orang yang mau mengambil jauh lebih susah dibanding orang yang memberi. Dari entah berapa juta massa itu, lebih banyak yang memberi. Sangat-sangat sedikit yang mengambil.
Aku merasa dikelilingi saudara-saudari tulus yang tak pernah kukenal sebelumnya. Aku merasa dimanja di tengah keluarga sangat-sangat besar, terdiri dari jutaan manusia. Uang yang anda bawa tak banyak gunanya, karena semua sudah tersedia cuma-cuma.
Menikmati limpahan cinta dari kiri-kanan, dari bumi, dari langit, adalah pengalaman jasad-batin tak terkira — walau sehari dalam seumur hidup.
Ya Allah, syukur kami atas limpahan cintamu ini.