(Panjimas.com) – “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
[Konstitusi R.I.]
Amanat konstitusi tegas menyatakan bahwa Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tidak boleh ada perlakuan berbeda atas dasar apapun, terhadap warga negara dalam kedudukannya dimuka hukum.
Setiap penelantaran kewajiban dan pelanggaran larangan konstitusi harus diberikan sanksi. Apalagi, jika norma larangan berikut sanksinya tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adanya dugaan pelanggaran hukum berupa mengabaikan larangan terhadap setiap orang yang ; mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara, selayaknya secara hukum wajib diproses secara equal. Tidak boleh ada pembedaan, siapapun yang melakukan pelanggaran baik warga negara biasa, penegak hukum, pejabat Pemerintah, petinggi partai politik, atau pasangan capres dan cawapres tertentu.
Berdasarkan informasi yang diunggah oleh situs nawacita.co, terdapat photo Bendera Merah Putih atau Bendera Negara Indonesia yang ada logo partai PKB, dengan keterangan dibawah photo sebagai berikut “Cak Imin menerima bendera PKB dan bendera Jokowi-Makruf dari Cawapres KH Makruf Amin di DBL Arena, Surabaya, Sabtu (29/9/2018)”.
Merujuk ketentuan Pasal 67 UU No. 24 Tahun 2009 tentang BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN, disebutkan :
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang ; mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d”.
Adapun larangan mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara tertuang tegas pada ketentuan pasal 24 huruf d :
“Setiap orang dilarang: d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara”
Pada gelaran Aksi Bela Islam (ABI) ada seorang peserta aksi membawa bendera Merah Putih yang ada lafadz Tauhid yang ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap dan ditahan. Namun anehnya, pada kasus bendera merah putih yang diatasnya di cetak gambar atau tanda dari logo PKB kenapa dibiarkan ? Terhadap pelaku tidak diambil upaya hukum ? minimal dipanggil untuk diklarifikasi. Atau boleh saja secara terpisah, PKB memberikan klarifikasi atas insiden tersebut.
Jika hukum hanya ditegakkan kepada rakyat kecil, dan tidak diberlakukan kepada pejabat dan para pembesar, lantas dimana esesnsi konstitusi bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama didalam hukum ?
Apakah politik hukum yang sedang dijalankan rezim adalah menindak tegas lawan politik melalui instrumen hukum sekaligus menjadi bunker kekuasaan untuk melindungi mitra koalisi dari jerat hukum? Jika negara telah demikian adanya, apakah negara ini masih bisa disebut negara hukum ?
Lantas jika demikian, dimana posisi negara dalam melaksanakan kewajiban memberikan rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan kepada segenap warga negara ? Bukankah setiap warga negara, akan merasa ketakutan dengan ancaman hukum yang berpotensi digunakan untuk menindas?
Penulis: Ahmad Khozinudin, S.H.
Ketua LBH Pelita Umat