Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior
(PANJIMAS) — Tidak ada alasan untuk berheran-heran melihat Yusril Ihza Mahendra (YIM) bergabung ke kubu Jokowi-Ma’ruf Amin (Ko-Ruf). Dia itu adalah seorang politisi tulen. Cukup berpengalaman. Non-sense alasan dia bergabung ke kubu Jokowi hanya karena ingin memberikan jasa kepengacaraan. Dengan alasan bahwa dia ingin membela Jokowi di pilpres 2019.
Sangat tak masuk akal. Apalagi dikatakannya bahwa dia akan menyediakan jasa pembelaan tanpa membayar. Gratis.
Memanglah kita tak menyangka YIM akan menjilat ludahnya sendiri. Dia selama ini tegas menunjukkan sikap tidak mendukung Jokowi. Dia berkali-kali mengatakan bahwa penguasa yang ada ini akan membuat repot rakyat kalau dibiarkan berlanjut. Tapi sekarang Yusril akan membela Jokowi di pengadilan jika nanti ada sengketa terkait pilpres.
Mengapa YIM akhirnya mau bergabung ke kubu Ko-Ruf? Pertama, dia luntang-lantung alias ‘nganggur. Pak Prabowo Subianto (PS) tidak mengajak dia masuk ke kubu Adil-Makmur. Kalau dicermati, YIM sebetulnya ingin bergabung ke kubu PS. Namun, Pak PS kayaknya “lupa” mengajak Yusril masuk. Padahal, habitatnya YIM itu di kubu Prabowo.
Saya percaya sekali YIM menaruh keyakinan bahwa PS akan menang di pilpres 2019. Tetapi, YIM tetap tidak mendapatkan apa-apa. Saya kurang paham mengapa Pak PS tidak mau mengajak Yusril.
Kedua, YIM tidak punya pilihan lain. Dia harus menerima ajakan Ko-Ruf. Dia sangat ingin membangun kembali Partai Bulan Bintang (PBB). Syahwat politik Yusril masih tinggi. Dia mengatakan, kalau di pileg 2019 nanti PPB tidak berhasil mendapatkan suara di atas ambang batas parlemen (parliamentary threshold), maka tamatlah riwayat PBB untuk selamanya.
Ketiga, untuk membangun partai dibutuhkan modal besar. Untuk saat ini harus diakui bahwa kubu Ko-Ruf banyak menimbun “bahan bangunan” yang diperlukan oleh YIM untuk menghidupkan kembali partainya. Maklumlah, di kubu Ko-Ruf banyak pengusaha besar yang rela berkumpul dan rela menyiapkan “segala sesuatu” untuk pilpres. Tak ada istilah kekurangan duit.
Itulah tiga situasi yang kelihatannya memaksa YIM bergabung ke kubu Ko-Ruf. Demi eksistensi diri. Jadi, keputusan YIM bergabung ke kubu Jokowi adalah langkah yang pragmatis. Semua politisi yang tak berpendirian teguh pada satu prinsip, pastilah akan menempuh cara-cara memalukan seperti yang dilakukan Yusril Ihza.