Oleh: Sultan Serdang
(Panjimas.com) — Suatu yang paling dikhawatirkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah munculnya ulama yang menyesatkan di akhir zaman. Mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah orang yang memiliki kefasihan lisan untuk mempengaruhi, logika praktik yang aktif hingga dengan cepat mendatangkan puluhan bahkan ratusan argumentasi, hafalan mereka mutqin sehingga dalam hitungan detik ayat maupun hadis, bahkan perkataan ulama dapat ditampilkan lengkap dengan nama kitab, juz, halaman dan letak paragrafnya. Dijamin, orang yang bodoh, awam, biasa saja dalam bidang agama akan terpengaruh dan berubah cara berpikirnya, yang benar jadi batil dan yang batil menjadi benar.
Diriwayatkan dari Abu Darda, ia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:
اِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُم الأَئِّمَةُ المُضِلُّوْنَ
“Sesungguhnya yang paling kutakutkan atas kalian adalah para ulama/pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Dawud Ath Thayalisi dalam Musnadnya, begitu pula Imam Ahmad dalam Musnadnya. Para ulama hadis menyebutkan status hadis ini shahih li ghairihi).
Jauh sebelum Rasulullah menginformasikan keberadaan dan kelahiran para ulama yang menyesatkan di akhir zaman, Allah Ta’ala juga telah menginformasikan tentang para ulama yang menyesatkan ini melalui kisah Musa dan Bal’am si ulama yang menyesatkan itu. Kisah ini terulang kembali lagi dengan aktor yang berbeda namun kisah yang sama. Allah berfirman :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (Q.S. Al A’rãf/7: 175-176).
Jika orang-orang mendengarkan ulasan para penerus Bal’am pastilah mereka akan bingung dan ragu dengan apa yang sudah diyakini, karena generasi Bal’am mampu memahamkan kalau tanah itu adalah emas dan emas itu adalah kotoran. Bahkan mereka mampu menerangkan bendera yang pakai Rasulullah dan tertulis pada LaIlaha Ilallahu sebagai sesuatu yang makruh. Padahal bendera itu adalah benderanya Rasulullah. Abu Darda pernah ditanya tentang bendera Rasulullah, maka beliau menjawab :
.ﻛﺎﻧﺖ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻣﺮﺑﻌﺔ ﻣﻦ ﻧﻤﺮﺓ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ
“Bendera Rasulullah berwarna hitam segi empat terbuat dari kain yang bergaris.”*(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, beliau bersabda :
ﻛَﺎﻧَﺖ ﺭﺍﻳﺔ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳﻠﻢ ﺳَﻮْﺩَﺍﺀ ﻭَﻟِﻮَﺍﺅُﻩُ ﺃَﺑﻴﺾ ﻣَﻜْﺘُﻮﺏ ﺑِﻪِ : ﻟَﺎ ﺇﻻﻩ ﺇﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻣُﺤَﻤَّﺪ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳﻠﻢ
Rayyah Rasulullah berwarna hitam dan Liwȃ’nya berwarna putuh; tertuis padanya kalimat Lȃ Ilaha Ilallahu Muhammad Rasulullah .”* (HR. Ibnu Abi ‘Adî).
Al Hȃfidz Ibnu Hajar Al Asqalȃnî Asy Syafi’î menjelaskan kebolehan menulis pada bendara lafal Lȃ Ilaha Ilallahu sekalipun pada hadis-hadis bendera Rasulullah ada perbincangan pada sanadnya.
Namun sangat disayangkan, pada hari ini ada orang yang dikenal luas sebagai ulama –sekalipun banyak pula masyarakat yang menolak keulamaannya- yang menyatakan kemakruhan penulisan lafal tersebut di bendera dengan alasan yang sangat dibuat-buat. Beliau membawa kasus penulisan ayat-ayat Al Qur’an di dinding rumah atau masjid yang diulas para ulama fikih dalam kitab-kitab mereka sebagai dasar pemakruhan itu. Bahkan beliau mengutip tindakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pernah melihat ada orang yang menulis Al Qur’an di tembok lalu beliau tempeleng, padahal kata beliau Khalifah itu orangnya terkenal sangat santun.
Beliau juga dengan tegas menyatakan, “Begitu pula haram membuat lukisan bertuliskan Al Qur’an, Asmaul Husna karena nanti takut akan menjadi sampah. Akan menjadi khawatir tak bisa menghormati. Padahal selama ini yang menjadikan ayat-ayat Al Qur’an sebagai hiasan di masjid-masjid bahkan di rumah-rumah adalah orang-orang yang sepaham dengan dia. Terlihat dalam kasus ini, karena ada kepentingan tertentu membuat beliau jadi kalang kabut comot-comot perkataan para ulama padahal perkataan itu menjadi senjata makan tuan.
Kemudian beliau juga menyampaikan kalau Imam Nawawi berpendapat demikian. Pendapat itu ada dalam syarah Shahih hadis muslim, kemudian ada lagi Raudhatul Thȃlibin, begitu pula Imam Syarwani dalam kitabnya, ada lagi Ibnu Taimiyah, ini kan imamnya orang Wahabi sendiri mengatakan tembok uang makruh. Dan benar, Imam Nawawi memakruhkan penulis ayat seperti kaligrafi sekalipun di masjid seperti masjid-masjid “kampung” hari ini. Beliau berkata –dengan redaksi lengkap- :
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ( /1 80 ) : ” ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻛﺘﺎﺑﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻴﻄﺎﻥ، ﺳﻮﺍﺀ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺜﻴﺎﺏ ” ﺍﻧﺘﻬﻰ .
“Imam Nawawi –semoga Allah merahmatinya- berkata dalam Raudhatuth Thȃlibîn (1/80), Makruh hukumnya menulis ayat-ayat Al Qur’an di dinding sekalipun di masjid atau di tempat lainnya dan bahkan pada pakaian.”
Lalu ungkapan beliau, “Tidak ada ulama yang menganggap baik menulis kalimat tauhid, Al Qur’an di bendera. Siapapun. Bukan hanya HTI. Semuanya. tidak ada ulama yang anggap baik menulis kalimat tauhid di bendera karena takut kita tidak mampu menghormatinya” adalah kebohongan. Cukuplah dua hadis di atas dan hadis-hadis lainnya yang tidak disebutkan dalam tulisan ini sebagai bantahan perkataan beliau.