Oleh: Dr.Mispansyah,S.H.,M.H, Ketua KSHUMI DPD 1 Kalsel
(PANJIMAS.COM) — Hari Senin tanggal 22 Oktober 2018 bertepatan peringatan hari Santri Nasional ke-3, berbagai kegiatan dilakukan oleh para santri, ormas Islam dan umat Islam di seluruh Indonesia. Namun pada peringatan hari ini terjadi peristiwa pembakaran Bendera yang bertuliskan kalimat Tauhid Laa Ilaa haillallah Muhammad Rasulullah, oleh oknum anggota ormas yang terjadi di daerah Alun-Alun Kec.Balubur Limbangan Kab.Garut sekitar Pukul 10.00Wib.
Kronologis kejadian dari peserta upacara dari orang Cibatu yang membawa bendera Tauhid tersebut kemudian diamankan oleh anggota Ormas Kec.Leuwigong dan akhirnya terjadilah peristiwa pembakaran. (diolah dari berbagai sumber media online).
Sepengetahuan penulis dalam Islam dikenal bendera dan Panji Islam al-Liwa (bendera putih bertuliskan kalimat tauhid dengan tulisan warna hitam) dan ar-Rayah (bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid dengan tulisan warna putih).
Penulis mencoba menganalisis dari aspek hukum pidana, perbuatan pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid tersebut. Perbuatan oknum anggota ormas yang sengaja membakar tulisan tersebut memenuhi unsur tindak pidana Penodaan Terhadap Agama Pasal 156a KUHP.
Adapun isi rumusan Pasal 156a adalah:” Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang di anut di Indonesia;
b.Dengan Maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Ketentuan Pasal 156a KUHP tersebut di atas, terdapat dua jenis tindak pidana penodaan agama yaitu Pasal 156a huruf
a KUHP dan Pasal 156a huruf b KUHP, apabila terpenuhi salah satu bentuk unsur dari huruf a maupun huruf b saja, maka pelakunya sudah dapat dipidana. Penulis akan coba mengurai unsur Pasal 156a KUHP dan mengkonstruksikan perbuatan pelaku pembakaran ke dalam unsur-unsur Pasal 156a KUHP.
– Unsur Pasal 156a huruf a KUHP yaitu:
1) Dengan sengaja
2) Dimuka umum
3) Mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: bersifat permusuhan,penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yg dianut di Indonesia.
1. Unsur dengan sengaja, unsurnya cukup ungkapan perasaan yang dapat kita lihat, diikuti dengan perbuatan pembakaran sebagai ungkapan perbuatan dengan sengaja, maka perbuatan pembakaran bendera tauhid telah memenuhi unsur ini.
Dalam hukum pidana bentuk kesalahan dalam unsur Pasal 156a ini adalah kesengajaan (dolus), kesengajaan itu cukup perbuatan itu dikehendaki, artinya dia telah sengaja. Dalam teori untuk mengetahui apakah dikehendaki dan diketahui (“willens” dan “wetens”) ada 2 teori yang dapat dipakai yaitu teori kehendak (wilstheori) dan teori pengetahuan (voorstellinginstheorie).
Menurut teori kehendak, kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti dirumuskan dalam UU (wet). Sedangkan menurut teori pengetahuan, kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsur-unsur menurut rumusan wet.
Dalam teori dikenal beberapa kesengajaan yaitu kesengajaan dengan maksud, kesengajaan dengan kepastian dan kesengajaan dengan kemungkinan. kesengajaan dalam Pasal 156a bukan dalam bentuk kesengajaan dengan maksud, melainkan bentuk kesengajaan dengan kemungkinan. Kalau ketentuan Pasal 156a hurub sengaja dengan maksud. Jadi cukup dengan adanya perbuatan pembakaran bendera tauhid maka unsur sengaja telah terpenuhi.
• Unsur dimuka umum, perbuatan oknum anggota ormas yang melakukan pembakaran di alun-alun/lapangan sudah Memenuhi unsur di muka umum, karena yang dimaksud muka umum adalah cukup perbuatan itu dapat dilihat atau di dengar oleh pihak ketiga, meskipun hanya 1 orang saja atau perbuatannya (diketahui publik) atau tempat itu dapat didatangi orang lain atau diketahui/didengar publik.
Unsur mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, unsur ini bersifat alternatif yaitu cukup salah satu unsur dari pernyataan atau perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia. bentuk perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan adalah bersifat alternatif, cukup salah satu perbuatan tersebut, sudah terpenuhi unsur ini.
Adapun Perbuatan oknum anggota ormas yang “mengambil bendera tauhid dari salah satu peserta” dengan alasan mengamankan, kemudian melakukan pembakaran. Maka perbuatan itu memenuhi unsur perasaan dan perbuatan permusuhan dan penodaan sesuatu agama yang dianut di Indonesia.
Perbuatan mengambil dengan alasan apapun adalah bentuk ungkapan perasaan tidak senang, apalagi diikuti dengan perbuatan pembakaran terhadap bendera tauhid dan slayer (pengikat kepala) betuliskan kalimat tauhid adalah bentuk ungkapan tidak senang atau ungkapan benci, kalau ungkapan penghormatan dan memuliakan atau menjaga, maka dengan cara mengibarkan untuk bendera, dan mengikat ke kepala untuk slayer, bukan dengan cara membakar.
Apalagi bendera dan slayer itu sebelumnya tidak rusak, atau sudah lapuk sehingga supaya tidak terinjak orang lalu dibakar, sebagaimana al-Qur’an yang rusak kemudian dibakar agar tidak tercecer, adabnyapun dibakar secara sembunyi supaya tidak ada fitnah atau prasangka bagi yang melihatnya.
Bentuk perbuatan membakar oleh oknum anggota ormas tersebut adalah bentuk penodaan atau pelecehan terhadap bendera tauhid, jadi perbuatan penodaan terpenuhi. Jadi Unsur mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia, sudah Terpenuhi.
Sesuatu agama di tafsirkan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah sebagai berikut;
Penafsiran “Agama” menurut Pasal 156a KUHP yaitu:
a. Jaminan kemerdekaan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing;
b. Jaminan kemerdekaan bagi tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu;
c. Agama itu sendiri yang bersendikan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa;
d. Ajaran agama yang bersangkutan;
e. Kitab suci;
f. Lembaga, perhimpunan, golongan sesuatu agama;
g. Tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
Perbuatan pembakaran bendera tauhid oleh oknum anggota ormas itu telwh menodai agama Islam. Sebagaimana diuraikan dalam ajaran Islam.
Bendera yang bertuliskan kalimat tauhid merupakan panji Islam dan bendera Rasulullah Muhammad SAW.
Di dalam Islam, bendera dan panji Islam dikenal dengan sebutan al-Liwa dan ar-Rayah. Hal ini berdasarkan hadits : “Rayahnya (panji peperangan) Rasul SAW berwarna hitam, sedang benderanya (liwa-nya) berwarna putih”. (HR. Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah).
Dalam Musnad Imam Ahmad dan Tirmidzi, melalui jalur Ibnu Abbas meriwayatkan: “Rasulullah saw telah menyerahkan kepada Ali sebuah panji berwarna putih, yang ukurannya sehasta kali sehasta. Pada liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang) terdapat tulisan ‘Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah’. Pada liwa yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih”.
Dalil tentang Bendera Hitam bersar bertuliskan syahadat itu namanya ar-Rayah, dari Imam Ahmad, Abu Dawud dan An- Nasai di Sunan al- Kubra telah mengeluarkan dari Yunus bin Ubaid Mawla Muhammad bin al- Qasim, ia berkata: Muhammad bin al-Qasim mengutusku kepada al- Bara’ bib ‘Azib bertanya tentang Rayah Rasulullah SAW seperti apa? Al Bara’ bin ‘Azib berkata :”Rayah Rasulullah SAW berwarna hitam persegi panjang terbuat dari Namirah”
Imam At-Tirmidzi dan Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:”Rayah Rasulullah Saw Berwarna hitam dan Liwa beliau berwarna putih”.
Imam An- Nasai di Sunan al Kubra, dan At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Jabir: ” Bahwa Nabi Saw masuk ke Mekah dan Liwa’ beliau berwarna putih.”
Setiap muslim mendambakan pada akhir hayatnya mampu mengucapkan kalimat tauhid tersebut, maka dia masuk syurga (HR Abu Dawud:3116 dan Ahmad:V/233 dari Mu’az bin Jabal RA. Berkata asy- Syaikh al- Albany: Shahih). Bahkan Rasulullah menyuruh mengingatkan orang yang mau meninggal dengan membaca kalimat tauhid yaitu: “talkinkan orang yang hendak mati di antara kalian dengan mengucapkan “Laa ilaaha Illallah”.(HR Abu Dawud: 3117, Muslim: 916,917, at-Turmudzi: 976, an Nasa’iy: IV/5, Ibnu Majah:1444, 1445 dan Ahmad:III/3, berkata asy-Syaikh al-Albany shahih).
Jadi jelas bahwa Bendera Hitam yang bertuliskan kalimat tauhid denga tulisan putih adalah bendera Rasulullah Saw. Begitu juga bendera warna putih bertuliskan kalimat tauhid dengan tulisan warna hitam adalah Panji Rasulullah Saw dan bendera umat Islam.
Perbuatan merebut dan kemudian melakukan pembakaran adalah bentuk penodaan dan pelecehan terhadap agama. Kalau bentuk penghormatan adalah dengan mengibarkan, dan menciumnya. Jadi perbuatan oknum anggota ormas tersebut memenuhi Unsur Pasal 156a KUHP.
Selain ketentuan dalam KUHP, perbuatan oknum anggota Ormas tersebut yang memvideo aksi pembakaran dan menyebarkannya dapat dijerat dengan UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) Pasal 28 ayat (2):
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Adapun ketentuan pidana terdapat dalam Pasal 45A ayat (2) ancaman pidana paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.0000.000,- (satu milyar rupiah).”
Bentuk delik dari Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A UU ITE adalah delik biasa,bukan delik aduan. Maka cukup dengan adanya laporan dari individu masyarakat muslim ataupun secara berkelompok atau organisasi, maka pihak Kepolisian Wajib menindaklanjuti dan memproses dan menegakkan hukum terhadap oknum pelaku pembakaran.
Demikian analisis hukum kami dari Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) Daerah Kalimantan Selatan. Dari Kota Seribu Langgar (Surau) Kota Banjarmasin, 22 Oktober 2018