Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H, Ketua LBH Pelita Umat
(PANJIMAS.COM) — Insiden pembakaran bendera tauhid ini tidak lepas dari kebijakan umum Ansor dan Banser yang diduga secara sengaja menyimpangkan makna bendera tauhid, baik dengan mendiamkan kekeliruan pemahaman di internal anggota atau bahkan secara sengaja dan doktrinal mengabarkan pemahaman yang keliru atas maksud bendera tauhid.
Misalnya saja, bendera tauhid bukan bendera Islam, bendera tauhid adalah bendera ormas tertentu, bendera tauhid adalah simbol terorisme dan sederet pemahaman keliru lainnya.
Contoh kongkritnya adalah ketika Abu Janda yang menyebut dirinya kader Banser, keliru menyebut bendera tauhid sebagai bendera Turki Usmani. Setelah dijelaskan oleh Ust. Felix Shiau, barulah Abu Janda atau Permadi Arya terdiam. Di tingkat grass root Banser atau Ansor, mungkin saja terjadi penyimpangan pemahaman terkait bendera tauhid ini lebih parah.
Dalam kondisi seperti inilah, Banser dan Ansor harus segera introspeksi dan meluruskan pemahaman kader agar kesalahan ini tidak menjadi gejala umum yang nantinya tidak dipahami publik sebagai kesalahan oknum, melainkan penyelewengan pemahaman organisasi.
Penting juga untuk dipahami, sikap ksatria, jiwa patriot, cinta Pancasila dan NKRI bukanlah diwujudkan dengan membakar bendera tauhid. Sikap ini, lebih baik disalurkan dalam bentuk ikut menjaga kesatuan bangsa dengan mengutamakan persaudaraan dan toleransi antar sesama elemen anak bangsa, khususnya sesama saudara muslim.
Tindakan oknum Banser atau Ansor, yang marak membatalkan dan membubarkan sejumlah pengajian, melakukan sejumlah kriminalisasi terhadap Gus Nur, bahkan hingga secara terbuka menyerang ajaran Islam khilafah justru memantik disharmoni sosial dan sangat bertentangan dengan sila persatuan Indonesia. Kecintaan terhadap bangsa ini, justru harus diwujudkan dengan memerangi korupsi, narkoba, pesta maksiat, LBGT, perzinahan, dan seabrek persoalan bangsa lainnya.
Banser sepertinya belum membuat kerangka kerja nyata untuk memberantas korupsi akut yang melanda negeri ini sebagai bentuk sikap patriotik yang berjiwa NKRI. Bukankah korupsi yang telah merusak negeri ini ? Merampas hak dan kedaulatan ekonomi rakyat ? Bukan bendera tauhid.
Jika Banser dan Ansor membenci korupsi, seraya membakar bendera partai terkorup di negeri ini, secara nalar dan psikologis publik masih bisa dibenarkan. Merasa menjaga NKRI dengan memerangi korupsi, merasa menjaga mjarwah bendera merah putih dengan membakar bendera partai korup, sebagai bentuk ekspresi jaga NKRI dan Pancasila.
Sayangnya, bendera yang dibakar adalah bendera tauhid yang dengan dalih apapun tidak bisa dibenarkan. Lafadz tauhid adalah Lafadz yang membedakan umat Muhammad SAW dengan umat yang lain. Semoga, insiden ini tidak terulang di waktu yang akan datang. **