(Panjimas.com) – Air mata kecewa tak bisa disembunyikan Miftahul Jannah saat mengetahui dirinya didiskualifikasi karena bersikeras memakai hijab saat pertandingan.
Pejudo asal Aceh itu gontai meninggalkan arena pada pertandingan kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10/2018).
Alasan yang disampaikan Federasi cabang olahraga judo atas pelarangan penggunaan hijab bagi peserta judo di Asean Games adalah karena hijab dapat membahayakan untuk beberapa gerakan dalam judo.
Terlepas dari alasan tersebut ada satu hal yang sangat menarik perhatian yaitu sebuah sikap keteguhan Miftahul Jannah yang tidak mau melepaskan hijabnya meski telah dibujuk oleh pelatihnya dan dia memilih mundur dari ajang pertandingan.
Sikap Miftahul Jannah ini bak oase ditengah padang pasir, ketika banyak para muslimah membuka auratnya dalam ajang-ajang tertentu demi meraih materi, mengumbar aurat dan terjebak dalam pergaulan bebas justru dia lebih memilih untuk mempertahankannya.
Sikap seperti ini sangat jarang dilakukan terutama dalam sistem sekularisme kapitalisme yang dianut negara ini, sehingga amat kental pemisahan agama dengan kehidupan. Dalam faham ini agama dianggap tidak memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan manusia.
Sungguh menjadi tamparan bagi para muslimah, walaupun Miftahul Jannah memiliki mata dzahirnya yang buta tapi mata hatinya justru menunjukan ketaatan kepada RabbNya. Kewajiban yang Allah SWT tetapkan kepada para muslimah untuk menutup auratnya tidak dapat dikompromikan.
Menutup aurat merupakan kewajiban bagi setiap muslimah, sebagaimana Allah SWT telah menjelaskannya di dalam ayat Al Quran berikut:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya :
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Q.S. Al Ahzab (33): 59]
Hal ini juga diperkuat di dalam hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا
“Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan)”. [HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah]
Ayat dan hadist di atas menjelaskan bahwasannya betapa pentingnya menutup aurat bagi seorang wanita, wajibnya sama seperti wajibnya melaksanakan sholat 5 waktu dan berdosa ketika melalaikannya. Menutup aurat merupakan wujud kecintaan kita kepada Allah dan rasulNya, saat kita mencintai Allah dan rasulNya maka saat itu pula betapa besarnya cinta dan kasih yang Allah berikan untuk kita.
Adapun mereka yang tidak mau berhijab beralasan dengan berkata, “percuma dihijab kepala dan badan kalau perbuatan masih maksiat, makanya saya hijab hati dulu deh.” Pepatah yang benar, tapi dijadikan penyesat muslimah untuk tidak berhijab.
Kisah Miftahul Jannah menjadi inspirasi bahwa keterbatasan yang dimilikinya tak menjadi penghalang dirinya untuk mewujudkan kecintaanya kepada Allah SWT dan dunia bukanlah apa-apa. Sungguh medali emasmu telah menanti di syurga. Jangan pernah ragu saat memilih untuk menutup aurat karena itu adalah pilihan yang tepat sebagai ketaatan seorang muslim kepada RabbNya. Wallahu a’lam. [des]
Penulis, Selvi Sri Wahyuni S.Pdi
Praktisi Pendidikan, tinggal di Bogor