Oleh: Pedri Kasman (Sekjen Aliansi Pencerah Indonesia)
(Panjimas.com) – Drama kasus Ratna Sarumpaet dengan cepat berhasil memecah konsentrasi. Bahkan beritanya menandingi berita Gempa dan Tsunami di wilayah Sulawesi. Dengan cepat informasi dan keterangan berubah-ubah. Dengan cepat pula pemberitaan menyihir dan membuat kaget alang-kepalang.
Sudahlah, lupakan saja. Biarlah pihak berwenang dan mereka yang kompeten menyelesaikannya. Jangan kita larut dalam isu apalagi hoax. Kembalikan empati pada rakyat Sulawesi yang sedang berjuang dalam bahaya dan kesedihan. Semoga saudara-saudara kita cepat tertolong dan pemulihan situasi serta roda perekenomian cepat bergerak. Jangan lupa berdo’a dan tawakkal pada Sang Khalik.
Pemilihan presiden dan wakil presiden adalah agenda paling strategis bangsa ini. Terlalu sayang kalau hanya kita lalui dengan isu remeh temeh. Operasi plastik itu kalau benar biarlah menjadi urusan pihak terkait. Yang menjadi sangat urgent adalah bagaimana mengoperasi kondisi bangsa yang kian akut dan melemah ini. Inilah ranahnya pilpres, juga pileg yang akan berlangsung 2019 nanti.
Prabowo-Sandi berhadapan dengan Jokowi-Ma’ruf untuk jadi presiden dan wakil presiden. Untuk mengurus rakyat, mengurus bangsa dan negara. Mereka yang menang harus diyakini bisa memberi solusi atas semua persoalan. Pertarungan ide dan gagasan menjadi amat penting. Karena dari sanalah dimulai mau diapakan bangsa ini ke depan. Tidak sekedar kerja dan kerja, tapi kerja yang punya tujuan jelas, punya narasi besar, punya visi jauh ke depan.
Apa jurus Prabowo sebagai penantang petahana untuk mengatasi lesunya ekonomi, lemahnya nilai tukar rupiah? Ketergantungan impor pangan? Mau diapakan infrastruktur yang sudah terlanjur direncanakan dan dibangun Jokowi walau menyisakan banyak hutang ini?
Lalu, apakah Jokowi-Ma’ruf akan tetap melanjutkan rezim infrastruktur ini dengan pendekatan hutang? Kalau iya, mereka harus mampu meyakinkan bahwa hutang itu harus bisa dibayar dan tidak membebani anak cucu kemudian hari. Meyakinkan dengan rumus yang jelas dan terukur, tidak bisa dengan “ora mikir”. Mobil Esemka yang berhasil melambungkan popularitas Jokowi akankah bisa kita saksikan mobil itu yang hilir mudik di atas jalan-jembatan mewah yang akan ia bangun itu? Jokowi-Ma’ruf harus punya rumus untuk itu. Tapi boleh saja mereka tidak perlu merencanakan itu, mobil Esemka tinggal kenangan. Itu soal pilihan program dalam rumusan visi-misi mereka.
Janji adalah hutang. Jokowi langsung atau tidak telah menjanjikan pada kita akan ada mobil anak bangsa, mobil nasional. Namanya Mobil Esemka atau mobil apalah itu. Sudah empat tahun berkuasa, kita belum lihat satu pun Esemka di jalan tol Jakarta ini. Belum ada satu mata anggaran pun dialokasikan untuk pengembangan mobil nasional. Belum ada BUMN yang ditunjuk sebagai pelaksana. Padahal pasar mobil ini juga sangat menggiurkan. Tapi pasar itu semua diambil produsen mobil dari bangsa asing.
Di sisi lain Sandi pernah berjanji akan menggerakan ekonomi rakyat Jakarta dengan pendekatan kewirausahaan. Alhamdulillah itu sudah ia buktikan dengan program OK OCE, walaupun keberhasilannya masih perlu diuji. Lalu janji-janji apalagi yang akan ia tawarkan untuk keluar dari kemelut ekonomi negeri ini? Tentu kita juga perlu mendengar, mungkin Kiyai Ma’ruf punya jurus bagaimana mengembangkan ekonomi syariah dan industri halal misalnya. Kiyai harus menawarkan ide yang terpola, terukur dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Tidak bisa hanya seperti khutbah di mimbar Jum’at atau di acara tabligh akbar.
Di atas hanyalah sedikit contoh. Terlalu banyak masalah yang harus di atasi dan terlalu banyak pula cara yang bisa ditawarkan. Tinggal diuji, jurus siapa yang kira-kira paling hebat.
Kembalilah pada gagasan dan ide. Lalu buktikan janji-janji yang pernah terucap. Bangsa ini butuh narasi besar, butuh kerja-kerja besar pula dari para pemimpinnya.