Oleh: Nasrudin Joha
(Panjimas.com) – Negeri antah barantah, negeri seterah, penguasanya para bromocorah. Setelah berbusa meminta masyarakat ambil kebutuhan pokok di warung, setelah mengklaim akan membayar semua yang diambil, menteri dagelan langsung tarik pernyataan. Tidak ada perintah untuk ‘menjarah’.
Kemudian, panglimanya militer sampai jenderal polisinya berujar, tidak ada penjarahan. Tidak ada! Mereka cuma lapar! Padahal, video sudah viral di lini masa dan jejaring sosial media, pengusaha ritel sudah komplain atas adanya penjarahan.
Sudahlah, bisa dipahami tidak keadaan ini? Masih bisa berfikir? Urutannya adalah: ada bencana gempa, alat deteksi dini tsunami (buoy) tidak fungsi, rakyat Palu tidak bisa antisipasi tsunami, korban gempa makin meluas karena ada tsunami, Pemerintah lamban mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan korban, maka muncul INSIDEN ORANG LAPAR YANG MENJADI LIAR KARENA ABAINYA NEGARA MEMENUHI HAJAT HIDUP MEREKA.
Lantas mau apa lagi? Mau berdalih apa lagi? Disaat semua lembaga charity, lembaga sosial, FPI dan ormas Islam berjibaku menangani bencana, negara sibuk berdebat analisis penyebab gempa. Begitu rakyat anarki, negara memberi legitimasi untuk melakukan penjarahan. Begitu dikritik, negara buang badan dengan menyatakan “TIDAK ADA PENJARAHAN”.
Sudahlah, Anggap saja rakyat ini buta dan tuli. Teruslah berstatement sekehendak hati. Teruslah menambah runcingnya masalah.
Anggap saja: tidak ada penjarahan, tidak ada korban, tidak aga gempa. Kota Palu baik-baik saja. Biarlah, semua rakyat memendam kesedihan dan menghadapi bencana dengan saling menanggung duka sendiri.
Negara tidak hadir, negara hanya sibuk bercitra, bahkan akan sibuk menjamu penjajah dalam pertemuan IMF. Anggaran untuk gempa saja minta rakyat menjarah, sementara untuk ajang pesta pora penjajah IMF tidak dianggap membebani anggaran.
Menyatakan bencana nasional saja ogah, rakyat anarkis karena tidak merasa aman dengan jaminan negara. Saat kondisi panik, semua merasa memiliki hal dan kepentingan untuk menyelamatkan diri sendiri. Negara telah pergi, menjauh dari urusan rakyat, dan hanya mendekat jika mau narik pajak dan kampanye pemilu.
Ya Allah, sungguh rezim ini seburuk buruk penguasa. Mereka membenci kami, begitu juga kami sangat membenci mereka. Mereka mengabaikan kami, kamipun melepaskan ketaatan dari maksiat yang mereka kerjakan.
Wahai Illahi Rabbi,
Dzat penguasa alam semesta, manusia, dan kehidupan. Ampunilah dosa kami, ampunilah kedurhakaan kami, yang masih merasa menjadi Tuhan dengan mengabaikan syariat-Mu.
Ampuni kami, belum bisa menerapkan syariah-MU secara kaffah. Berilah kami kesabaran dan keikhlasan, dan janganlah Engkau turunkan ujian kepada kami diluar batas kesanggupan.
Hasbunallah Wani’mal wakil, ni’mal maula Wa ni’man Nashier.