Oleh: Nasrudin Joha
(Panjimas.com) – Awalnya cuma soal deklarasi damai, komitmennya tidak ada atribut calon. Faktanya, meski di forum terbuka, tetap saja ‘Pencideraan itu’ telanjang dan nyata. Saat di komplain, justru balik nyolot salahnya dimana ? Otoritas pemilihan, justru menuding yang WO lebai.
Awalnya, cuma soal angka. 1 dan 2, diubah menjadi 01 dan 02. Jangan lugu, dengan berbesar hati menerima perubahan angka, mesti tanpa dasar peraturan. Yang ada dasarnya saja dianggar, apalagi tanpa dasar ?
Awalnya cuma isu, kode Biner tak mampu menampung angka 02. Tidak terbaca. Lantas, buat apa suara segunung, kalo yang terhitung hanya batu kali ?
Anda sudah saya ingatkan, Logika Stallin bisa berlaku di negeri manapun, tak terkecuali di negeri ini. Yang punya otoritas memutuskan kemenangan itu penghitung suara, bukan suaranya. Kalau Anda diputus kalah, Anda menggugat ada kecurangan dll, pasti Anda dianggap kalah. Kalau kalah biasa lah tuduh yang lain menang curang.
Keliru Bung, Anda berbaik sangka pada setiap manuver politik lawan. Yang penting itu kemenangan, bukan caranya. Selebrasi kemenangan itu tidak membutuhkan pengakuan kejujuran, tetapi cukup legalitas keputusan.
Cobalah merenung sejenak, lihat fenomena secara jeli dan teliti. Pasti, Anda akan sampai pada kesimpulan : banyak yang tidak beres dalam proses pilih-pilihan di negeri ini.
Apalagi, bukan hanya bandar besar. Bandar negara, juga sudah nimbrung. Mereka tidak mau investasi hangus, tidak. Bagi mereka, negeri ini berkeping juga tidak masalah, yang penting penjarahan terus bebas mereka lakukan.
Kalo pertarungan politik ini tidak selesai, intervensi militer sangat mungkin dilakukan. Seperti pepatah lama, kalah otak main otot. Kalah bawel, main ketapel.
Coba perhatikan, Kemana pisau UU ITE diarahkan, kepada siapa ? Coba liat, Deny Siregar yang menebar kebencian dan SARA dengan mengeksploitasi kasus bobotoh dengan tudingan kalimat tauhid. Apa mau ditangkap ? Berani penenggak hukum melakukannya ? Tidak, si Deny itu kebal hukum !
Coba liat anak China penghina jokowi, apa ditangkap oleh penenggak hukum ? Apa ada hukuman untuknya ? Tidak ada, penenggak hukum tidak punya nyali !
Coba liat, gerakan apa yang dibubarkan oleh penenggak hukum. Deklarasi pro jokowi ? Gerakan dukung jokowi dua periode ? Ikut jokowi sampai mati ? Tidak ada. Yang dibubarkan itu yang ingin ganti Presiden.
Jati tolong para politisi, jangan naif. Apalagi pendatang baru, yang masih hijau memahami politik. Dalam politik itu tidak ada prasangka baik. Berprasangka buruk lah !
Anda tidak menghadapi rakyat jelata atau pribadi yang taat agama. Anda berhadapan dengan petualang politik, begundal kekuasaan. Kalau menyesal diakhir, percayalah : tak ada guna.
Jika kalian kalah, kemudian ajukan gugatan hukum, percayalah itu hanya akan menambah sakit dan perih. Coba buka kasus sengketa Pilkada, pemilu atau Pilpres. Yang kalah, meski gugat ke MK ujungnya juga tetap kalah.
Ingat, sebelum terlambat segeralah suudz dzan, baik ke angka 01 atau pada manuver lainnya. Jangan asumsikan, lawan Anda jujur dan amanah seperti Anda. Lawan Anda itu buas, tengik, dan menghalalkan segala cara.