(Panjimas.com) – Dalam siaran persnya Ketua Indonesia Police Watch, Neta S Pane menyebut Neno Warisman “Menguasai” Pesawat” saat menggunakan mik. Ata pernyataan itu, wartawan senior Asyari Usman menanggapinya dalam sebuah tulisan.
“Hebat juga ketua Indonesia Police Watch (lembaga pemantau kepolisian), Pak Neta Pane. Di tengah persekusi Neno Warisman yang dilakukan oleh preman bayaran, Pak Ketua ini malah meminta Pak Polisi agar memprosekusi (memproses hukum) penggunaan mikrofon pesawat terbang yang ditumpangi Neno ketika beliau dipaksa pulang ke Jakarta dari Pekanbaru.”
Menurut Neta S Pane, Neno melanggar UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, pasal 344 ayat (a). Neno disebutnya “menguasai pesawat udara yang sedang terbang”. Dia meminta agar Polisi, khususnya Polda Riau, mengusut kasus ini dengan memeriksa pegiat prodemokrasi itu. Di dalam penjelasan persnya, Neta kelihatannya sengaja menonjolkan hukuman satu tahun penjara atau denda 500 juta yang mengancam Neno.
Tentu sah-sah saja imbauan Neta kepada Polisi. Karena itu fungsi pengawasan IPW. Tetapi, ada yang dilupakan oleh Neta. Yaitu, “common sense”. Alias, “nalar awam”. Bisa juga “akal sehat”.
Neno menggunakan mikrofon itu bukan karena arogansi beliau, seperti dikatakan Neta. Melainkan justru datang dari perasaan rendah hati Neno. Beliau merasa tak enak dengan para penumpang pesawat karena keberangkatan mereka ke Jakarta tertunda gara-gara penguasa di Pekanbaru memaksa Neno terbang ke Jakarta dengan pesawat itu. Tentu saja Neno merasa bersalah. Beliau lihat semua penumpang sudah duduk di dalam.
Mbak Neno sendiri tidak punya jadwal ikut terbang dengan pesawat itu. Karena itu, mungkin, beliau merasa perlu menjelaskan kepada para penumpang tentang mengapa dia ikut pesawat itu dan mengapa terlambat. Ini untuk menghindarkan salah sangka para penumpang.
Agar penjelasan bisa didengar semua penumpang, Mbak Neno pun merasa ada baiknya meminjam mikrofon pesawat. Masuk akal. Wajar sekali.
Itulah yang disebut “common sense”. Sesuatu yang mungkin akan dilakukan oleh siapa pun yang sedang berada di “public spotlight” (sorotan publik) seperti Mbak Neno. Saya yakin, semua penumpang sudah mendapat bisikan tentang siapa nama penumpang yang masih belum naik. Yang menyebabkan penerbangan tertunda. Boleh jadi itulah yang mendorong Neno berdiri dan meminjam mikrofon.
Neta juga perlu mencerna situasi yang berlangsung ketika Neno menggunakan mikrofon itu. Rasa-rasanya, tak mungkinlah beliau berdiri dan langsung mengambil mikrofon tanpa meminta izin dari kru pesawat. Lagi pula, untuk memakai mikrofon itu pastilah Neno, atau kita, akan bertanya dulu tombol mana yang harus ditekan sebelum berbicara.
Jadi, sangatlah berlebihan anggapan Neta Pane bahwa Neno “menguasai” pesawat. Membahayakan penerbangan. Mengancam keselamatan penumpang, dst.
Terasa amat dipaksakan. Menurut saya, Ketua IPW cuma ingin ikut-ikutan meramaikan persoalan Neno. Sayang sekali kalau nalar tajam Ketua IPW itu diarahkan ke sesuatu yang tidak esensial dalam gambar besar isu kebangsaan dan kenegaraan saat ini.
Kalau sekiranya “perlu kerjaan”, sebaiknya Neta menganalisis rekaman-rekaman video yang menunjukkan aksi persekusi terhadap ibu-ibu yang ikut dalam acara deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya. Coba Neta amati gerak atau cara para petugas yang memakai seragam kepolisian dalam “mengamankan” warga yang memakai kaus #2019GantiPresiden.
Kemudian, teliti juga dengan cermat bagaimana posisi aparat kepolisian yang berada di bandara Sultan Syarif Qasim di Pekanbaru pada saat kedatangan Neno, 25 Agustus 2018.
Sebagai penutup, saya ingin menyegarkan ingatan Neta ke peristiwa “penguasaan pesawat Garuda” di bandara Sintang, Kalimantan Barat pada 21/1/2017. Waktu itu, seronbongan orang yang mengenakan pakaian Dayak dan bersenjata tajam, bisa berkerumun di tangga pesawat. Mereka menghadang Ustad Tengku Zulkarnain agar tidak turun.
“Jadi, mereka bukan hanya menguasai pesawat tetapi juga bandaranya sekalian. Polisi tak bertindak. Ingat ‘kan, Pak Neta? Anda bilang apa waktu itu, Pak Ketua?”
Siaran Pers IPW
Sebelumnya, dalam siaran persnya, Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane mengatakan, artis Neno Warisman terancam hukuman satu tahun penjara atau denda Rp 500 juta. Sebab aksi arogannya yang menguasai mikropone pesawat terbang di Pekanbaru, Riau beberapa hari lalu telah melanggar UU Penerbangan.
Ind Police Watch (IPW) mendesak, pihak kepolisian, terutama Polda Riau harus segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus penguasaan mikropone di pesawat terbang ini. Neno Warisman harus dipanggil untuk diperiksa secara hukum. Kasus itu tidak boleh dibiarkan karena bisa menjadi preseden yang akan dicontoh pihak lain untuk menguasai pesawat terbang, yang ujung ujungnya bisa mengancam keselamatan penerbangan.
Aksi arogan Neno Warisman telah melanggar Pasal 344 ayat A Undang Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang menegaskan menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat adalah tindakan pelanggaran hukum.
Di Pasal 425 disebutkan ancaman hukumannya satu tahun penjara atau denda Rp 509 juta. Sedangkan Pasal 321 menegaskan, personil penerbangan yang mengetahui terjadinya penyimpangan atau ketidaksesuaian prosedur penerbangan bisa dikenakan sanksi, antara lain pencabutan lisensi terbang.
Untuk itu Polda Riau perlu segera mengusut kasus ini dengan tuntas, apakah Neno Warisman menguasai mikropone pesawat itu seijin kru pesawat atau tidak. Jika tidak, Neno Warisman harus diproses hukum hingga ke pengadilan.
Jika ternyata mendapat ijin, kru pesawat yang memberi ijin harus segera dicabut lisensi terbangnya. Pihak pihak yang terlibat kasus ini harus segera dipanggil dan diperiksa polisi. Jika mereka tidak menghadiri panggilan penyidik, Polda Riau bisa melakukan jemput paksa.
IPW berharap, Polda Riau bersikap tegas dalam menyikapi kasus penguasaan pesawat terbang ini dan penyidik kepolisian jangan takut pada siapa pun. Sikap tegas Polri diperlukan agar anggota masyarakat patuh hukum dan tidak bersikap seenaknya dalam mengganggu kepentingan umum, terutama kepentingan keselamatan penerbangan.
IPW juga berharap tokoh tokoh masyarakat tidak bersikap arogan dan merasa sok penting untuk menguasai penerbangan, yang bisa mengganggu keselamatan penerbangan. (des)