Oleh: Adhes Satria Sugestian*
Redaktur Pelaksana Panjimas.com
DEPOK (Panjimas.com) – Sejak bergulir paradigma baru, Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi) betul-betul menepati janjinya, menjaga komitmen dan tetap istiqomah untuk menjadi pembeda yang hak dan batil, menunaikan amar ma’ruf nahi munkar, menyerukan dan mengawal syariat Islam, senantiasa menjaga ulama, serta menjadi connecting antara ulama dan umaro.
Masih segar dalam ingatan, Parmusi bergabung bersama pejuang Islam lainnya untuk berada di shaf terdepan melawan arogansi Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang telah melakukan penistaan agama. Bagi Parmusi, “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran dihadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Itulah sebabnya, akidah harus dijaga, pemimpin yang menodai agama, tak selayaknya mendapat tempat di negeri ini. Parmusi pun menyerukan agar umat Islam memilih pemimpin muslim yang berakhlak mulia dan tidak korup.
Sikap tegas dan berani Parmusi dibuktikan dengan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Presiden Jokowi. Padahal, Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tak juga dinon-aktifkan oleh Jokowi. Alhasil, PTUN menolak gugatan Parmusi. Bagi Parmusi, perjuangan melawan kebatilan, bukan soal hasil. Ketika hukum menjadi Panglima, hukum harus ditegakkan, sekalipun langit runtuh.
Upaya Parmusi untuk menjembatani ulama dan umaro patut diapresiasi. Tentunya, umaro yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, patuh pada ulama, dan mencintai rakyatnya. Penghargaan Parmusi terhadap ulama diwujudkan, ketika Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam menyebut Habib Rizieq Syihab sebagai Imam Besar Umat Islam. Sebuah pernyataan yang dianggap kontroversial oleh musuh-musuh Islam.
Umat Islam Indonesia menaruh harapan besar, Parmusi ke depan menjadi Duta Umat Islam untuk menyampaikan aspirasinya kepada penguasa. Bukan sebagai Juru Bicara atau Public Relation Penguasa. Parmusi sebagai ormas Islam harus menjadi juru damai, menjadi penengah kubu yang bertikai.
Ingatlah firman Allah Swt dalam Al Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-Hujuraat: 9-10).
Ayat inilah yang menginspirasi lahirnya Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi). Tentu saja, kata persaudaraan, bukanlah sebatas slogan cantik yang menghiasi dinding. Ungkapan persaudaraan, juga bukanlah deretan kata tanpa makna. Makna persaudaraan harus disertai tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bernegara dan berbangsa.
Ingatlah ketika pendiri Masyumi Muhammad Natsir berkata, “Umat dewasa ini dipelbagai negeri Islam sangat demam punya lawan, dan memiliki hobi bermusuhan. Kalau ada musuh bersama, baru mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi, mereka kehilangan musuh, maka mereka mencari musuh di kalangan sendiri.”
Tak dipungkiri, setiap persaudaraan memiliki dinamikanya masing-masing. Namun, dinamika itu tak sampai menodai perjuangan, merusak persahabatan dan persaudaraan. Disinilah kearifan, kedewasaan sikap, dan berlapang dada dalam rangka merajut kembali persaudaraan, mengokohkan persatuan, dan mewujudkan kehidupan yang harmoni.
Sangat tepat paradigma baru yang diusung Parmusi. Dengan “Menata, Menyapa, dan Membela”, Parmusi menjadi lebih mudah mempersatukan umat melalui empat program, yaitu: dakwah, ekonomi, sosial dan pendidikan. Ini maknanya, Parmusi akan lebih fokus terhadap upaya menjalin Ukhuwah Islamiyah dengan landasan, bahwa sesama muslim itu bersaudara. Connecting Moslem berbasiskan dakwah, ekonomi, sosial dan pendidikan, menjadi keniscayaan yang menjadi harapan keluarga besar Parmusi.
“Paradigma lama yang mengedepankan political oriented ansich, nyatanya tidak bisa menjawab problematika umat, seperti kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan. Itulahnya sebabnya, kami tinggalkan paradigma lama menuju paradigma baru,” kata Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam dalam jumpa pers di sekretariat Parmusi di Jl. Sagu 6, Ragunan, Jakarta Selatan, setahun yang lalu.
Menggapai Ridho Allah
Setelah 73 tahun Indonesia merdeka, umat Islam seolah tak kuasa keluar dari tiga persoalan mendasar, yakni: kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan umat. Sangat tepat jika Parmusi melakukan evauasi kedalam, untuk mengubah paradigma lama menuju paradigma baru dengan tagline “Connecting Moslem” berbasis dakwah, sosial, ekonomi dan pendidikan.
Makna merdeka menurut Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam adalah bila bangsa ini terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Secara luas, merdeka itu memenuhi seluruh multidimensi kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.
“Merdeka jiwa dan raga harus dibuktikan dengan adanya keberkahan dan terwujudnya keadilan sosial. Hal itu tercapai, bila bangsa ini mendapat ridho Allah Swt. Tanpa ridho-Nya, cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial dan keberkahan tidak akan terwujud,” ungkapnya.
Dalam mengawal perjalanan kemerdekaan RI ke- 73 ini, Parmusi sebagai ormas Islam senantiasa mengajak rakyat Indonesia, khususnya umat Islam agar menjalankan syariat Islam, sehingga menuntun perilaku dalam aspek kehidupan dengan bingkai NKRI. Jika umat Islam telah menjalankan syariat Islam, keberkahan dan pemimpin yang adil akan datang.
Sebuah ancaman yang besar bagi NKRI, bila pejabatnya memiliki sifat munafik. Mereka bicara Pancasila, tapi tidak menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. “Mengamalkan sila pertama Pancasila misalnya, umat beragama harus melaksanakan ibadah menurut agamanya masing-masing. Ibadah harus dinomorsatukan. Ironis, mengaku Pancasilais, tapi berprilaku korupsi dan tidak menunaikan shalat. Sebetulnya orang itu bukan Pancasilais, melainkan hanya pancasilais retorika,” tegas Nahkoda Parmusi itu mengingatkan.
Negeri ini butuh pemimpin masa depan yang mampu merealisasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah harapan Parmusi. Diakui, hingga saat ini keadilan itu belum terwujud. Buktinya, masih ada rakyat Indonesia yang belum menikmati jaminan kesehatan dan pendidikan berkualitas. Karena itu, negara wajib mejamin keadilan bagi rakyatnya.
Satu hal terpenting, pemimpin yang diharapkan Parmusi adalah pemimpin yang mampu mendekatkan umaro (pemerintah) dengan ulama. Negeri ini harus dikawal oleh ulama agar mencapai ridho Allah Swt.
Dakwah Jadi Prioritas
Sejak awal reformasi, kader Parmusi tersebar di berbagai partai politik. Meski demikian, kader Parmusi tidak meninggalkan Parmusi. Mereka tetap menjadi bagian dari keluarga besar Parmusi.
Ketika itu partai Islam dileburkan menjadi satu, dan mayoritas kader Parmusi menyalurkan aspirasi politiknya ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Nah, dengan pencanangan Connecting Moslem, diharapkan semua kader back to Parmusi. Atas dasar persaudaraan muslim inilah, mereka yang tersebar ini terpanggil untuk mengembangkan dakwah Islamiyah bersama Parmusi.
Menarik apa yang dikatakan Usamah Hisyam, “Justru, kalau Parmusi bersentuhan dengan politik praktis, umat malah menjauh. Tapi setelah paradigm baru connecting moslem dicanangkan, umat pun bergembira. Termasuk pimpinan kepala daerahnya. Lagi-lagi, pendekatannya harus melalui dakwah, bukan politik.”
Paradigma baru Parmusi ini merupakan langkah strategi untuk lebih mempersatukan umat. Sehingga Parmusi sebagai perekat umat Islam Indonesia dapat direalisasikan. Berbagai latar belakang sosial, pendidikan maupun ekonomi seseorang, tidak menjadi penghalang seseorang untuk berdakwah.
Dibidang dakwah, Parmusi tidak mempermasalahkan persoalan khilafiyah. Parmusi lebih mengedepankan Islam yang rahmatan lil ‘alamin yang berpedoman pada Al Qur’an dan as-Sunnah. “Yang penting muslim, asal bukan Syiah dan Ahmadiyah. Manhaj Parmusi adalah Ahlusunnah Wal Jamaah,” tegas Usamah Hisyam.
Reinkarnasi Masyumi
Parmusi merupakan reinkarnasi Partai Masyumi. Namun, Parmusi tidak menjadikan Masyumi sebagai romantisme masa lalu, yang hanya melihat ke belakang dengan segala kejayaannya. Namun harus diakui, Parmusi mewarisi nilai-nilai perjuangan Masyumi, melalui tokohnya M. Natsir.
Bicara visi dan misi, Parmusi memandang jauh ke depan dengan paradigma barunya yang lebih mengedepankan dakwah, sosial, ekonomi dan pendidikan. Seperti diketahui, pada awal Orde Baru, M. Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Dalam kaitan itu, Parmusi, menegaskan, bahwa kekuasaan harus ber-ruh kan dakwah. Jangan sampai kekuasan diraih, tapi dakwahnya hilang, seperti ditelan bumi. Lagi-lagi, karena maindsetnya politik ansich.
Akankah Parmusi ingin mendirikan partai politik baru? Usamah menegaskan, Parmusi saat ini belum berpikir untuk mendirikan partai baru. Parmusi akan lebih fokus pada pemantapan kader, program dakwah, sosial, pendidikan, dan peningkatan kualitas kepemimpinan yang berakhlak mulia. Parmusi juga berkomitmen untuk menjaga militasi perjuangan.
“Soal kekuasaan serahkan kepada Allah. Bukankah Allah berjanji, jika hambanya beriman, Allah akan memberikan kekuasaan di muka bumi. Karena itu, kekuasaan itu tidak perlu direkayasa. Dengan dakwah amar nahi mungkar, masyarakat akan melihat sendiri, dan Allah akan menakdirkan kekuasaan itu kepada orang beriman.”
Akhlak Rasulullah
Parmusi hari ini adalah sedang menuju agen perubahan, yang menata perilaku, dimulai dari diri sendiri, dari keluarga dan lingkungan terkecil. Mustahil, menata orang lain dan masyarakat, jika tidak dimulai dari diri sendiri.
Hal yang sederhana ketika connecting muslim diusung adalah memberi salam. Mereka yang terlebih dulu memberi salam adalah sebaik-baik makhluk. Mereka yang memberi dan menerima maaf adalah akhlak terpuji. Perbedaan, tak membuat umat dan bangsa ini bercerai berai. “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya seperti bangunan yang saling mengokohkan satu dengan yang lain.” (HR. Bukhari – Muslim).
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS.al-Hujuraat:10).
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda: “Perumpamaan mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu satu tubuh, apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuhnya turut merasakan hal yang sama, sulit tidur dan merasakan demam.” (HR. Muslim).
Ingatlah, Allah Swt berfirman:“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…” (QS. Ali Imran: 103).
Perselisihan dan pertengkaran diantara kaum muslim, adalah akibat tidak menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk. Ingat-ingat lagi sabda Rasulullah saw: “Tidak beriman seseorang dari kalian hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim dari Anas ra).
Kiprah Parmusi
Sejak dipimpin oleh Usamah Hisyam, Parmusi banyak memberikan kontribusi untuk umat, baik di bidang dakwah, pendidikan, sosial maupun ekonomi. Dalam satu tahun terakhir ini misalnya, Parmusi fokus mengembangkan kegiatan dakwah, mulai dari worshop da’i, pelatihan tahfizh Qur’an, program Revolusi mental atau akhlak, hingga mengembangkan satu kader satu produk.
Ramadhan lalu, Parmusi menggelar worshop da’i di Puncak, diikuti oleh 60 da’i Parmusi. Sepanjang Ramadhan, Parmusi mengirim da’i binaanya kedaerah-daerah perbatasan, seperti Aceh Singkil (Pulau Banyak), Sambas – Kalimantan, Kepulauan Riau, hingga Attambua. Pengiriman da’i tersebut untuk ketersediaan khotib Jum’at atau penceramah dan imam shalat Taraweh selama satu bulan.
Adapun pelatihan hafizh Qur’an digelar selama 50 hari. Paska Mukernas, kader Parmusi di setiap provisi, seperti Aceh, Sulawesi Selatan, NTT, Banten, dan Jawa Barat mengirim dua da’inya untuk dijadikan penghafal Qur’an. Setelah lulus mengikuti program hafizh Qur’an, para da’i kembai ke daerahnya masing-masing untuk mengembangkan daurah Qur’an.
Parmusi pun bertekad untuk mencetak 256 dai penghafal Qur’an. Setelah lulus mengikuti program hafizh Qur’an, para da’i kembai ke daerahnya untuk mengembangkan Daurah Qur’an.
Di bidang pendidikan, Parmusi berupaya membantu program pemerintah, yaitu program revousi mental. Parmusi memaknainya sebagai revousi akhlak mulia. Untuk mewujudkan program tersebut, komponen masyarakat diharapkan memiliki akhlak mulia, terhindari dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bahaya narkoba.
Selanjutnya, Parmusi menargetkan setiap kecamatan membina lima da’i. Di harapkan, di masa yang akan datang, dakwah Islam kian tersebar di seluruh penjuru tanah air.
Dibidang ekonomi, Parmusi sedang mengembangkan “Satu Kader Satu Produk”atau “Satu Keluarga Satu Produk” di daerah-daerah minoritas, seperti: Papua, Maluku, dan NTT. Diharapkan, seluruh kader Parmusi menggerakkan perekonomian umat dengan sistem ekonomi syari’ah. Dalam hal ini, Parmusi telah bekerjasama dengan BRI Syariah dalam menerbitkan kartu tanda anggota Parmusi dengan branding BRI Syariah.
Dengan Kartu BRI Syariah, kader Parmusi dapat memperoleh akses pembiayaan dari bank tersebut. Tentunya, kerjasama itu terbingkai dalam jalinan bisnis to bisnis, dan ada persyaratan tertentu bagi kalangan usaha kecil menengah untuk bisa memperoleh akses pembiayaan usaha. Di bidang sosial, Parmusi juga mengembangkan Zakat Infaq dan Sedekah.
Akhirul kalam, Parmusi ingin perjuangannya mendapat ridho Allah, mewujudkan harmonisasi antarumat beragama, mengoneksi ulama-umaro, menyampaikan aspirasi umat, menjadi juru damai kubu yang bertikai, memikirkan solusi bagi negeri dan bangsa ini, sehingga tercipta “baldatun warobbun ghafur”. Semoga Parmusi tetap istiqomah dan ikhlas untuk memperbaiki akhlak bangsa ini menjadi lebih baik. (des)