BANTEN (Panjimas.com) – Ustadz Abdul Somad menuturkan bagaimana perihnya kondisi mahassiswa asal Indonesia di Al-Azhar, Kairo, Mesir, saat terjadi krisis moneter tahun 1998.
Saat ekonomi negara sulit, kondisi masyarakat yang terjepit, ternyata membawa dampak kepada para mahasiswa Muslim yang tengah menuntut ilmu agama di negeri seberang. Mereka para mahasiswa yang tengah kuliah, terancam pulang karena tak mampu menyelesaikan pendidikan.
Meski demikian, di balik kesulitan yang dialami, ternyata ada kemudahan yang datang, dari arah yang tidak disangka-sangka. Masyarakat Timur Tengah, khususnya di Mesir, saat mendengar Indonesia, negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia mengalami krisis ekonomi, beramai-ramai menunjukkan solidaritasnya membantu para mahasiswa. Peristiwa luar biasa penuh kenangan itu diceritakan Ustadz Abdul Somad, melalui akun media sosial pribadinya, yang diunggah pada Ahad (1/6/2018). Berikut ini kutipannya.
Peran Negara Arab dalam Membantu Mahasiswa Indonesia Saat Krisis Moneter
Oleh: Ustadz Abdul Somad Lc MA
Tahun 1997-1998 Indonesia dilanda krisis moneter. Dollar melambung di ambang Rp.20.000. Efeknya sampai ke Cairo. 2500 mahasiswa Indonesia terancam pulang. Mahasiswi tidak lagi malu mengutip dan menyimpan makanan Ma’idaturrahman untuk sahur.
Keputusan terpahit, mahasiswa tingkat 1-3 mesti pulang ke Indonesia. Menteri Agama setuju. Kapal Pelni akan membawa dari Terusan Suez, sebagian akan pulang dengan Pesawat Hercules, dan pesawat jamaah haji dari Jeddah akan ke Cairo kemudian membawa mahasiswa Indonesia pulang ke kampung halaman. Lebih kurang 2500 mahasiswa mesti kembali.
Akhirnya diadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat Cairo.
Berita itu sampai ke mereka. Bantuan mulai berdatangan. Ada orang yang punya mesin fotocopy tidak bisa beri uang, tapi silahkan fotocopy gratis.
Ada yang memberi uang. Tidak mau menerima ucapan terima kasih. Ketika mahasiswa membuntuti, ternyata hanya seorang penjual buah di tepi jalan. Sampai akhirnya tidak ada anak Indonesia yang kembali.
“Di mesjid-mesjid khatib menyampaikan bahwa mahasiswa Indonesia adalah pejuang Islam yang mesti dibantu. Itu benar-benar saya rasakan seperti mukjizat. Paling berkesan dalam hidup saya,” suara Pak DR. Nur Hassan Wirajuda terdengar serak. Matanya berkaca-kaca mengenang peristiwa 21 tahun yang lalu saat beliau menjabat Duta Besar di KBRI Cairo.
Terimakasih Pak. Jazakumullah khairan. Hanya Allah yang dapat membalas kebaikan Bapak ikut memperjuangkan pendidikan anak bangsa.
Alhamdulillah malam ini dapat pula bersilaturrahim dengan adik beliau DR. Wahidin Halim, M.Si, Gubernur Banten dan keluarga besar.
Jakarta,
17 Syawal 1439
01 Juli 2018
[AW]