Oleh Novita Fauziyah
Data yang dirilis oleh BNPT terkait tujuh kampus yang terpapar radikalisme mengejutkan kita semua. Entah atas dasar apa kemudian BNPT mengeluarkan data tersebut. Pertanyaan ini bahkan muncul dari kalangan politisi dan pengamat terorisme. Isu terorisme mencuat kembali dan kampus dinilai menjadi sasaran paham radikalisme yang disinyalir menjadi pemicu terorisme.
Namun, ada yang perlu dicermati lagi bahwa paham radikalisme yang dimaksud itu yang seperti apa? Arti dari radikalisme dalam tataran praktisnya bisa bersifat subjektif. Bagaimana kriterianya, dasarnya apa, indikasi dan batasanya, bagaimanapun bisa bersifat subjektif. Mengapa demikian? Mari kita lihat faktanya.
Menristekdikti Mohamad Nasir akan memanggil seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan direktur lembaga Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) untuk menyikapi dan menindaklanjuti penyebaran radikalisme di kampus-kampus (dikutip dari cnnindonesia.com, 06/06). Upaya ini bukan yang pertama kali dalam usaha memberantas paham radikalisme di lingkungan kampus. Setelah sebelumnya telah ada upaya yang dilakukan lewat rektor dengan menonaktifkan salah satu guru besar PTN di Jawa Tengah karena telah berbicara bahwa Khilafah ajaran Islam dan dinilai menyebarkan paham radikalisme.
Penarikan kesimpulan paham radikalisme karena dikaitkan dengan ajaran Islam sungguh pemaknaan yang sempit dan bersifat subjektif. Bagaimana bisa ketika ada yang menyampaikan ajaran agama kemudian dinilai menyebarkan paham radikalisme? Seolah paham tersebut dibenturkan dengan ajaran agama. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan terorisme yang diidentikan dengan paham radikalisme. Hal ini membukakan mata kita seolah berita kampus yang terpapar radikalisme itu seperti mengarah pada deradikalisasi ajaran Islam.
Jangan sampai upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka deradikalisasi itu hanya karena tergiring opini tanpa melihat fakta yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan penarikan kesimpulan makna dari paham radikalisme yang dianggap berbahaya menjadi tidak objektif. Terjadi ketimpangan dalam pemaknaan radikalisme manakala kita melihat fakta yang terjadi.
Jika kita lihat lagi bagaimana paham maupun penerapan dari liberalisme, sosialisme, komunisme maupun paham lain praktis tidak tersentuh sama sekali. Padahal paham liberalisme sudah pada tataran implementasi baik dari kebijakan pusat mapun kehidupan masyarakat. Sungguh sangat menyedihkan ketika itu disematkan pada Islam. Segala hal yang berkaitan dengan ajaran Islam ketika disampaikan justru dianggap menyebarkan paham radikalisme.
Inilah hasil dari pelabelan yang disematkan oleh musuh-musuh Islam yang sudah memasuki pemikiran umat Islam sendiri. Seperti yang tercantum dalam dokumen yang dirilis oleh Rand Corporation yang mengkotak-kotakan Islam menjadi berbagai macam salah satunya Islam yang radikal. Maka, jangan sampai umat Islam justru ikut dalam memerangi Islam.
Allah berfirman “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya (QS. Ali Imron: 54)