Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih mengalami keterpurukan. Sejak tahun 2015 lalu nilai tukar rupiah mengalami penurunan dan tidak mampu menembus angka Rp 10.000 per dolar AS, seperti yang pernah diramalkan dan dijanjikan pada saat kampanye penguasa. Tapi, di bulan Mei tahun 2018 ini, nilai tukar rupiah justru berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) terus terjun hingga menembus di level RP 14.084 per dolar AS. (kompas.com)
Bahkan, sampai bulan Juni ini, nilai tukar rupiah berakhir melemah 57 poin atau 0,41% di Rp 13.932 per dolar AS seiring pergerakan IHSG pada penutupan perdagangan Jumat 8 Juni 2018. (bisnis.com)
Terpuruknya nilai tukar rupiah akan mempengaruhi kondisi ekonomi negeri ini. Berbagai kalangan pasti akan mengalami pengaruhnya, baik kalangan pengusaha, investor, pelaku industri dan kebijakan negara. Namun, pada akhirnya yang paling terpengaruh dari dampak penurunan rupiah ini dan yang menderita adalah rakyat kecil.
Apalagi para ekonom menyatakan, bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa berpengaruh pada harga kebutuhan pokok terutama menjelang lebaran nanti. Hal ini pasti akan sangat berat dirasakan oleh masyarakat terutama rakyat kecil.
Faktor Penyebab Melemahnya Nilai Rupiah
Pelemahan nilai tukar rupiah sudah diprediksi sebelumnya dengan melihat ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund (FFR) sebanyak tiga hingga empat kali pada tahun ini. Namun menurut Direktur Eksekutif di Institute for Development or Economics dan Finance (Indef), Enny Sri Hartati, meski pelemahan nilai tukar rupiah ini terprediksi, namun kurang diantisipasi. (bbc.com)
Adapun penyebab melemahnya nilai tukar rupiah, menurut Dr. Arim Nasim dalam sebuah tulisannya ‘Dibalik Gejolak Rupiah’, penyebab terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar merupakan konsekuensi logis atas penerapan sistem kapitalis yang menjadikan uang sebagai komoditas. Akibatnya, nilai mata uang naik-turun mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS adalah karena permintaan atau kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri meningkat, sementara supply-nya tetap bahkan menurun. Akibatnya nilai tukar rupiah semakin turun.
Permintaan terhadap dolar yang tinggi, tidak terlepas karena defisitnya traksaksi berjalan, yakni impor lebih banyak dibandingkan ekspor. Selain itu, terus meningkatnya aliran keluar modal asing dari dalam negeri terutama yang berasal dari pasar saham dan dana obligasi. Hal ini juga menjadikan permintaan terhadap dolar tinggi. Ditambah pula dengan politik anggaran negara (APBN) kita yang tergantung pada utang luar negeri. Sehingga utang ini semakin menambah kebutuhan atau permintaan terhadap dolar.
Terus terjepitnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dapat menggangu kestabilan ekonomi, sehingga menjadi ekonomi kita semakin sulit. Dampak yang akan muncul adalah mahalnya barang-barang yang mengandung komponen impor. Sedangkan di Indonesia sendiri banyak industri yang masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri, termasuk industri kecil-menengah. Kondisi ini akan membuat para pelaku usaha bingung karena membeli bahan dengan mata uang dolar, tetapi dalam penjualannya menggunakan mata uang rupiah.
Pelemahan nilai tukar ini akhirnya akan menambah jumlah kemiskinan dan pengangguran. Karena harga barang mengalami kenaikan, sementara penghasilan tetap atau bahkan berkurang. Ditambah lagi adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil, angka kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya akan meningkat.
Ketangguhan Sistem Ekonomi Islam dalam Menjaga Kestabilan Ekonomi
Semakin terjepitnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadikan ekonomi kita semakin sulit. Hal ini tidak lain akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis telah terbukti menimbulkan krisis yang berulang. Berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam yang tergambar dalam sistem keuangan Islam. Sistem keuangannya menunjukkan bagaimana ketangguhan sistem ekonomi Islam yang pernah diterapkan lebih dari 1200 tahun lamanya dan tidak pernah mengalami krisis ekonomi yang signifikan.
Muhammad Shalahuddin SE, MS, (Direktur Pasar Studi Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta) memberikan gambaran sistem keuangan Islam dalam sebuah tulisannya ”Sistem Keuangan Islam Global”, dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa sistem keuangan Islam secara komprehensif terdiri dari: 1). Mata uang syar’i berdasarkan emas/perak; 2). Bebas Riba; 3) Bertumpu pada ekonomi sektor riil.
Pertama: Sistem ekonomi Islam telah menetapkan bahwa emas dan perak merupakan mata uang bukan yang lain. Mengeluarkan kertas substitusi harus ditopang degan emas dan perak dengan nilai yang sama dan dapat ditukar saat ada permintaan. Sehingga uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh negara lain. Sebaliknya uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap dan tidak berubah.
Kedua, Sistem keuangan Islam secara tegas melarang riba dana penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya. Karena itu, haram menjual barang yang belum menjadi miliknya secara sempurna. Haram memindah tangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme dengan klaim kebebasan kepemilikan.
Ketiga, bertumpu pada ekonomi riil. Sistem ekonomi Islam selalu menomorsatukan kebutuhan dan pemberdayaan masyarakat secara riil – bukan sekadar pertumbuhan ekonomi saja – sebagai isu utama yang memerlukan jalan keluar dan penerapan kebijakan.
Masih dalam tulisan yang sama, ketangguhan sistem ekonomi Islam juga terlihat dari: pertama, menggerakan ekonomi riil. Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu sektor riil dan sektor non riil, yang aktivitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa yang akan terjadi pada ekonomi riil. Karena itu, ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil.
Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas. Serta larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal disektor ekonomi riil, karena penanaman modal di sektor lain (non-riil, seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam syariah.
Kedua, menciptakan stabilitas keuangan dunia. Dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan dirham, larangan riba dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif) akan tercipta stabilitas keuangan dunia. Setelah lebih dari 14 abad daya beli atau nilai tukar dinar memiliki nilai yang tetap. Hal itu terbukti dengan daya beli 1 dinar pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang bisa ditukarkan dengan seekor kambing. Pada saat ini pun 1 dinar (4,25 gram) dapat ditukar dengan 1 ekor kambing (1 dinar sekarang sekitar Rp 2.700.000,-).
Ketiga, tidak mudah diintervensi asing atau mandiri. Negara menetapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif akan melaksanakan politik swasembada: mengurangi (meminimkan) impor, menerapkan strategi subsitusi terhadap barang-barang impor dengan komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan pembayaran dalam bentuk emas atau perak atau dengan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan. Sehingga dengan menerapkan sistem keuangan Islam yang komprehensif negara menjadi kuat dan mandiri. Niscaya hal tersebut akan menjadikan negara tidak mudah diintervensi oleh pihak asing.
Sungguh kita sebagai Muslim patut berbangga, karena Islam bukan hanya memiliki aturan terkait ibadah saja. Tetapi, Islam memiliki aturan terkait masalah ekonomi yang termasuk kepada aturan muamalah. Namun, perlu dipahami sistem ekonomi Islam termasuk di dalamnya sistem keuangannya, tidak bisa dilaksanakan oleh individu atau sekelompok masyarakat saja. Serta, kita pun tidak bisa menerapkan aturan pada negara kapitalis-sekuler saat ini, karena dia hanya akan menerapkan aturan selain Islam. Hanya ada satu institusi yang akan membawa kita pada ekonomi yang mumpuni, tak lain institusi itu adalah Khilafah yang akan menerapkan Islam bukan hanya aturan ekonominya saja, tapi semua aspek kehidupan termasuk di dalamnya politik dan lainnya. Karena aturan Islam tidak bisa hanya sebagian diterapkan dan sebagiannya lagi dicampakkan.
Penerapan Islam secara menyeluruh oleh Khilafah sebagai ajaran Islam yang telah diwariskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada kaum muslimin akan mampu membawa negeri kita Indonesia pada kesejahteraan dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakatnya yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama dan budaya. Serta akan membawa kita pada kehidupan penuh dengan limpahan keberkahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Wallahu’alam bi ash-showab
Sri Nurhayati, S.Pd.I
(Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara)