(Panjimas.com) – Pendidikan memegang posisi penting ikut memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka itulah, digulirkan program impor Dosen Asing ke Indonesia. Tidak tanggung – tanggung dosen asing yang akan didatangkan berjumlah 200 orang. Dan yang fantastis lagi adalah gaji dosen asing tersebut adalah 65 juta rupiah. Disinyalir dengan nominal sebesar itu hampir 20 kali gaji dosen dalam negeri.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, Sains dan teknologi. Meningkatkan progress keilmuwan perguruan tinggi. Di samping itu, dengan didatangkannya dosen asing tersebut tentunya untuk merefresh keilmuwan dosen – dosen lokal yang disinyalir belum up to date. Demikianlah di antara alasan khusus yang mendasari.
Sesungguhnya seseorang itu pemikiran dan pemahamannya akan dipengaruhi oleh budaya dan ideologi yang berkembang di wilayahnya. Hal tersebut harusnya menjadikan pertimbangan tersendiri. Karena dengan didatangkannya dosen asing, tidak bisa dipungkiri bahwa akan terjadi akulturasi budaya dan pemikiran. Ancaman liberalisasi budaya dan pemikiran akan menjadi persoalan tersendiri bagi negeri ini yang mayoritasnya adalah muslim.
Ketika Sultan Salim III mengirimkan dua orang pelajar dalam negeri untuk belajar di luar negeri, sekembalinya, mereka telah ikut berkontribusi dalam berkembangnya pemikiran nasionalisme di dalam negeri. Nantinya Nasionalisme inilah yang melemahkan Khilafah Utsmaniy tersebut. Kedua pelajar tersebut adalah Rufa’ah at Thahthowi dan Khoiruddin at Tunisi. Begitu pula, kejayaan Islam lenyap di awal abad 20, salah satu faktor terbesarnya adalah adanya invasi budaya dan pemikiran. Misi – misi misionaris yang masuk secara bergelombang ke wilayah Utsmaniy berkedok pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan, secara signifikan ikut berkontribusi dalam meliberalisasi umat waktu itu.
Napoleon Bonaparte berhasil menguasai Mesir, di samping karena strategi militer, ia berhasil merusak alam budaya dan pemikiran umum bangsa Mesir. Napoleon di dalam invasinya membawa sejumlah ilmuwan yang notabenenya adalah misionaris.
Di samping itu, proyek impor dosen asing yang sedemikian banyak akan meminggirkan peran dosen – dosen dalam negeri. Padahal tidak sedikit akademisi dalam negeri yang mampu berkiprah di tingkat dunia dalam bidang penelitian dan pengembangan Saintek. Sebut misalnya, DR Terawan yang dikontrak Jerman dalam pengembangan metode terapi cuci otak untuk pengobatan penyakit stroke. DR Khoirul Anwar yang mengembangkan sistem duo FFT (Fast Fourier Transform) yang dipakai dalam teknologi 4G uplink. Kita juga ingat dengan Prof BJ Habibie, sosok ilmuwan pengembangan riset teknologi pesawat terbang.
Proyek impor dosen asing dengan jumlah sedemikian banyak akan membebani APBN Indonesia. Uang 300 milyar sudah disiapkan untuk menunjang proyek ini. Di sisi yang lain, utang Indonesia yang masih menggunung. Sungguh ironis.
Politik Pengembangan Pendidikan
Adanya proyek impor dosen asing ini tidak lebih karena adanya rasa inferior negeri – negeri berkembang layaknya Indonesia. Hanya saja jangan sampai rasa inferior ini menjadikan negeri ini kehilangan arah. Padahal sebagai negeri yang mayoritas penduduknya muslim, Islam itulah satu-satunya yang akan menjadikan negeri ini mengalami kemajuan. Sebuah kemajuan yang akan mengembalikan kepercayaan diri. Berikut ini strategi politik dalam pengembangan pendidikan di dalam negeri.
Pertama kali yang harus disadari adalah adanya pembedaan antara pengembangan ilmu dan tsaqafah. Disebut ilmu artinya bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Sebagai contoh ilmu sains yakni Fisika, Biologi, dan Kimia. Adapun penerapannya berbentuk sebuah teknologi. Sedangkan tsaqafah adalah sekumpulan pengetahuan yang diambil dengan cara menukil dan menghafal. Sebagai contoh adalah Tsaqafah Islam seperti Fiqih, ilmu Tafsir dan lainnya.
Dalam hal tsaqafah ini tidak diperbolehkan mengambilnya dari luar Islam. Maka dalam hal ini, negara harus memprotek upaya – upaya invasi budaya, pemikiran dan tsaqafah asing ke dalam negeri apapun bentuknya.
Sedangkan dalam pengembangan Sains dan Teknologi, politik yang dijalankan negara adalah dengan pengembangan tersebut negara bisa melakukan revolusi industri besar – besaran. Dengan demikian, negara akan menjadi negara industri.
Kebutuhan mendesak dalam pengembangan sains dan teknologi di dalam negeri. Inilah hal yang patut diperhatikan di saat akan mendatangkan dosen atau ilmuwan asing. Mari kita lihat akan apa yang dilakukan Rasul SAW saat mempertahankan Madinah dari serbuan pasukan ahzab. Rasul SAW menerima masukan dari Salman al Farisi tentang sistem pertahanan mutakhir saat itu. Sistem pertahanan dengan cara menggali parit diadopsi dari Persia, yang belum dikenal bangsa Arab waktu itu. Kita juga ingat akan penaklukan Konstantinopel. Sultan Muhammad al Fatih mendatangkan Orban ahli senjata untuk membuat sebuah meriam super guna bisa menjebol benteng Konstantinopel. Benteng Konstantinopel yang terkuat di jamannya tersebut akhirnya jebol oleh meriam al Fatih. Sistem persenjataan dababah dan manjanik juga dipelajari sebagai persenjataan tercanggih di jamannya. Jadi harus ada sebuah kebutuhan nyata dan mendesak akan kecanggihan sains teknologi bagi kemajuan negara.
Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dosen atau ilmuwan asing yang didatangkan ke dalam negeri tersebut tidak membawa budaya dan pemikiran yang merusak negeri ini. Dosen atau ilmuwan asing tersebut tidak membawa pemikiran kufur seperti liberalisme, komunisme, dan semacamnya. LGBT yang sudah menjangkit Indonesia merupakan contoh invasi budaya yang merusak. Remaja dan pemuda yang hedonis merupakan produk liberalism. Film Dilan yang lagi booming merupakan invasi budaya luar yang bertujuan untuk meliberalkan pergaulan generasi penerus.
Salman al Farisi, sebagai ilmuwan sistem pertahanan dari wilayah Persia. Ia memberikan pengetahuannya tersebut setelah memeluk ajaran Islam. Artinya tidak dikhawatirkan adanya invasi pemikiran asing yang beliau bawa ke Madinah. Begitu pula, Orban. Walaupun belum memeluk Islam, ketegasan penguasa Utsmaniy waktu itu menyebabkan Orban harus fokus untuk mengerjakan proyek produksi meriam super saja.
Pemerintah harus serius di dalam pengembangan sains dan teknologi. Dosen dan ilmuwan dalam negeri yang mumpuni diberikan pembiayaan dan fasilitas yang memadai. Tentu saja hal ini terkait erat dengan kebijakan ekonomi negara. Nasionalisasi tambang – tambang milik rakyat yang telah dikangkangi perusahaan asing. Dengan demikian akan tersedia cukup pembiayaan bagi pengembangan dan penelitian sains teknologi.
Pengembangan Sains dan Teknologi harus diarahkan kepada terciptanya industri peralatan dan industri perang. Negara maju itu adalah negara yang berbasis pada industri peralatan dan perang, bukan berbasis pada industri konsumtif. Indonesia saat ini adalah pangsa pasar empuk bagi produk industri negara maju. Baik berupa komputer, mesin pabrik, kendaraan transportasi maupun perang dan yang lainnya. Sementara hak paten membuat mesinnya ada pada negara produsen.
Untuk mewujudkan hal demikian, tentunya pendidikan di negeri ini harus selalu bisa mengikuti dinamika perkembangan sains teknologi dunia. Di samping itu, ditunjang oleh kemampuan negara bisa mendapatkan mata uang asing terutama dari negara- negara maju lewat perdagangan dunia. Mata uang asing yang diperoleh tersebut akan menjadikan negara mempunyai kemampuan dalam menyediakan produk – produk teknologi mutakhir bagi keperluan riset dan pengembangan di dalam negeri.
Demikianlah strategi politik Islam dalam pengembangan sains dan teknologi yang berkemandirian. Tinggal persoalan political will penguasa negeri ini. Tentunya dengan mengambil aturan Islam dan menerapkannya, negeri ini akan mengalami kemajuan dan kesejahteraan. Di samping itu, negeri ini akan mampu menebarkan kerahmatan Islam ke seluruh dunia. [RN]
Penulis, Ainul Mizan, S.Pd
Guru SDIT Insantama Malang