(Panjimas.com) – Tengah heboh dimedia sosial dan media masa tentang pidato Prabowo Subianto yang diupload di akun resmi twitter dan facrbook partai Gerindra. Dalam video berdurasi 1 menit 30 detik tersebut Prabowo menjelaskan dengan tegas beberapa permasalahan bangsa Indonesia yang berkemungkinan meyebabkan bubarnya Negara Indonesia pada tahun 2030.
Banyak kalangan yang menanggapi isi pidato tersebut dari beberapa sudut pandang. Para tokoh nasional bersuara, banyak yang kontra bahkan tidak sedikit yang menganggap bahwa isi pidato tersebut hanya sebuah strategi politik untuk menyebarkan ketakutan publik saja. Menariknya ada beberapa tokoh politik yang mengaku sepakat dan menganggap apa yang diucapkan oleh Prabowo sebagai sesuatu yang rasional menilik kondisi bangsa dan permasalahan kontemporer yang saat ini dialami negeri ini.
Setiap masa memiliki tantanganya masing-masing dan menyesuaikan dengan kondisi jamannya. Masa pra kemerdekaan problematika bangsa ini adalah penjajahan fisik yang dapat ditumpas oleh para pejuang bangsa dengan kekuatan fisik pula. Pascca kemerdekaan bangsa ini dihadapkan dengan beberapa permasalahan klasik untuk sebuah Negara yang baru merintis bentuknya, tak heran kemiskinan dan kebodohan menjadi musuh utama era ini.
Hari ini jangan pernah mencoba untuk membuat list pemasalahan bangsa, karena kita semua akan menghabiskan banyak tinta dan kertas. Namun dari kompleksnya permasalahan bangsa yang ada, narkoba adalah menjadi salah satu point problematika bangsa kontemporer yang harus di perhatikan secara serius, utamanya oleh pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini.
Penduduk Muda Indonesia: Bonus atau Boomerang?
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik nasional adalah 258 Juta jiwa pada tahun 2016. Menurut BPS, populasi penduduk Indonesia saat ini lebih didominasi oleh kelompok umur produktif yakni antara 15-34 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia tengah memasuki era bonus demografi, dimana kelebihan penduduk usia produktif bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pembangunan. Diperkirakan, era bonus demografi ini akan mencapai puncaknya pada periode 2025–2030.
Dominasi penduduk usia produktif pada kisaran tahun 2025-2030 tentu menjadi sebuah asset dan kekuatan yang kita punyai untuk membangun negeri ini. Lalu bagaimana memandang potensi yang seharusnya menjadi titik kebangkitan bangsa kita ini justru sebagai sebuah masa-masa rentan Indonesia akan bubar?
Jawabannya ada pada data statistik usia produktif yang di korelasikan dengan isu kontemporer yang berpotensi menjadikan bonus demografi kita sebagai sebuah boomerang penghancur negeri ini. Permasalahan kontemporer yang dengan terus terang menyerang generasi muda usia produktif kita adalah narkoba, video game, konten asusla dan alkohol. Dari kesemuanya itu menarik untuk membahas mengenai satu momok bagi bangsa ini sejak pertama kali masuk ke Indonesia sampai menjadi sebuah komoditi utama black market yang ada di negeri ini.
Narkoba : Sejarahnya dan Perkembangannya
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya, narkoba jika ditarik dari sejarah penggunaannya sebenarnya merupakan satu jenis obat penghilang rasa sakit yang sudah dikenal sejak 50.000 tahun yang lalu terbuat dari sari bunga opium (Papauor Samnifertium) yang diketemukan sekitar 2000 SM oleh bangsa Sumeria digunakan untuk membantu orang-orang yang sulit tidur dan meredakan rasa sakit.
Pada tahun 1898 narkotika di produksi secara massal oleh produsen obat ternama Jerman, Bayer. Pabrik itu memproduksi obat untuk penghilang rasa sakit dan kemudian memberi nama obat itu dengan sebutan heroin. Pada tahun itulah narkotika kemudian digunakan secara resmi dalam dunia medis untuk pengobatan penghilang rasa sakit.
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah Orba pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan Agamais. Pandangan pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.
Hasilnya pada hari ini kita saksikan bahwa jumlah pemakai narkoba ditanah air sudah bukan lagi ratusan atau ribuan, tapi sudah mencapai angka jutaan. Meskipun ada beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan narkotika ini, yaitu Pemerintah Indonesia bersama lembaga legislatif mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika disusul dengan pembentukan Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) yang kemudian berubah menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN).
Data yang diungkapkan oleh BNN saat ini ada 1-5 Juta pengguna narkoba di Indonesia dimana 1,2 juta nya ada di Jakarta. Data yang cukup fantastis. Dalam beberapa pekan terakhir juga kita dihebohkan dengan pemberitaan dimedia tentang digagalkanya penyelundupan 162 ton narkoba yang akan dimasukan di Indonesia melalui timor leste. Kita tentu memahami bahwa dalam dunia criminal, angka yang tidak terungkap selalu lebih besar dari angka yang terungkap. Bisa kita bayangkan berapa ratus ton narkoba yang luput dari penangkapan kepolisian kita?
Pada tahun 2017 BNN melaporkan ada 46.537 kasus narkoba yang telah ditangani, dimana 27% penggunanya adalah pelajar dan mahasiswa. Menjadi sangat rasional ketika mayoritas ‘korban’ nya adalah para pelajar dan mahasiswa apabila kita menyimpulkan bahwa maraknya peredaran narkoba di tanah air bukan hanya sekedar masalah uang semata. Budi Waseso sebagai pimjpinan BNN sendiri menyadari bahwa ada upaya khusus untuk melemahkan generasi muda Indonesia melalu Narkoba.
Kesadaran adalah tahap terpenting dalam memahami bahwa kita tengah berada pada situasi perang, meskipun dalam beberapa kasus kesadaran itu muncul justru setelah kita babak belur dihajar massa dalam peperangan, seperti masalah narkoba ini. Narkoba masuk ke Indonesia sejak masa kolonialisme dengan taraf kewaspadaan remeh seperti halnya menganggap narkoba seperti rokok atau minuman keras. Sebuah sikap yang fatal. Berdasarkan penjabaran tersebut, saya sepakat kalau narkoba bisa menjadi salah satu penyebab bubarnya negeri ini dimasa yang akan datang, kecuali kita menyepakati beberapa usulan solusi yang pemerintahpun diharapkan ikut meng-aamiini.
Peningkatan standar pengawasan dan keamanan perbatasan, bandara, pelabuhan dan semua pintu masuk dalam negeri seyogyanya diperketat dengan standar pengecekan yang tinggi, karena semua komoditi asing selalu masuk melalui pintu-pintu tersebut. BNN telah mengakui bahwa narkoba yang berhasil digagalkan masuk jumlahnya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan yang berhasil lolos dari pemeriksaan dan penangkapan.
Konsistensi Hukuman Mati
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang telah mengatur sanksi yang cukup berat yaitu Pidana Mati, UU Narkotika mengatur mengenai kebijakan sanksi pidana bagi pelaku penyalahguna narkoba yang dibagi kedalam dua kategori yaitu pelaku sebagai “Pengguna” dan/atau “Pengedar”. Terhadap pelaku sebagai pengedar dimungkinkan dikenakan Sanksi Pidana yang paling berat berupa Pidana Mati seperti yang diatur dalam pasal 114 ayat (2). Sanksi Pidana Mati merupakan hukuman yang terberat dalam hukum pidana di Indonesia dan dianggap mampu menjadi sebuah momok yang dapat mengurangi tingkat kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang karena adanya efek jera yang ditimbulkan.
Menjadi harapan kita bersama mengenai penerapan dari hukuman mati ini agar dapat diaplikasikan secara konsisten dalam peradilan di Indonesia melihat dampak yang dilahirkan sangat merugikan negara terlebih individu itu sendiri. Namun dalam penerapannya tidak berjalan seperti yang diharapkan, banyaknya pelaku kejahatan khususnya para produsen, bandar maupun pengedar mendapat keringanan hukuman seperti grasi, putusan peradilan yang meringankan dan lain-lain. Ini adalah penodaan asas supremasi hukum yang selalu kita bangga-banggakan dimana semua orang sama kedudukanya didepan hukum.
Membangun Pribadi Masyarakat yang Kuat dan Cerdas
Garda terdepan yang akan berbenturan langsung dengan narkoba dalam kehidupan sehari-hari adalah masyarakat itu sendiri. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua anggota keluarga kita aman dari sasaran prospek dan oprasi para Bandar narkoba disekeliling kita, kita adalah mangsa yang sedang diintai dan siap diterkam kapan saja.
Mengingat potensi dan tingkat kerawanan masyarakat Indonesia terhadap bahaya narkoba, maka menjadi sangat penting untuk melakukan tindakan represif melalui propaganda isu pencerdasan dan pembangunan kesadaran yang baik tentang bahaya narkoba. Berdasarkan dari BNN 80% masayarakt Indonesia mengetahui dan memahami bahaya dari narkoba itu sendiri, namun kenapa jumlah korban masih tinggi mencapai angka jutaan jiwa? Salah satu penyebabnya adalah pemahaman yang belum mengakar dan karakter yang masih lemah dari bangsa ini. Lalu menjadi sangat masuk akal ketika mayoritas pemakai adalah golongan pelajar dan mahasiswa, karena usia-usia itu adalah usia yang lebil dan perlu banyak bimbingan dari orang-orang sekitar.
Semua permasalahan selalu memiliki antithesis, dan selalu ada tempat untuk orang-orang yang optimis. Negara Indonesia bisa saja bubar jika permasalahan narkoba dan hutang republik ini tak kunjung mendapat perhatian serius dari pemerintah. Atau diperhatikan saja namun miskin narasi penanggulangan jangka panjangnya. Pada akhirnya generasi optimislah yang akan terus membuat bangsa ini terus eksis dan layak untuk di perhitungkan dimasa depan. [RN]
Penulis, Bayu Apriliawan,
seorang mahasiswa dan aktif menjadi beberapa kontributor di salah satu surat kabar daerah di Sumatera Selatan