(Panjimas.com) – Pernyataan kanselir Jerman dengan Menteri Dalam Negeri terlontar ungkapan berkebalikan. Menteri Dalam Negeri yang baru, Horst Seehofer mengatakan bahwa dia yakin Islam bukan milik Jerman. Sedangkan Angela Merkel mengatakan , “Empat juta orang muslim hidup di Jerman, dan mereka melaksanakan ajaran agama mereka di sini. Mereka milik Jerman, dan juga agama mereka, Islam milik Jerman,” katanya.
Peningkatan jumlah populasi muslim di Jerman memicu gelombang Islamofobia. Tahun lalu pihak berwenang di Jerman mencatat sedikitnya ada 950 serangan terhadap Muslim dan institusi Muslim seperti masjid di negara itu. Saat ini populasi muslim di negera tersebut mencapai 4,8 juta jiwa.
Islamofobia yang mewabah di Barat atau Eropa bermula pada peristiwa tragedi WTC, 9 September 2001 silam. Sejak itu gerakan memerangi terorisme digencarkan secara besar-besaran dengan agenda global War On Terorism (WOT) yang digagas Amerika. Ditambah kasus maraknya bom yang menyerang beberapa negara di Eropa. Sebut saja, kasus bom Paris, bom bunuh diri di Spanyol, pembunuhan terhadap sutradara Theo Van Gogh di Belanda oleh seorang Muslim, pembunuhan Politikus Belanda, Pim Fortuyn oleh seorang Belanda keturunan Maroko, dan sebagainya. Sejak itu, muslim yang tinggal di Eropa mendapat perlakuan diskriminatif. Terlebih lagi peran media yang menjadi corong opini negatif terhadap Islam.
Ada banyak kasus yang pernah terjadi akibat Islamofobia di Eropa misalnya: pelarangan burqa (cadar) di Perancis, diskriminasi terhadap pelaksanaan ibadah umat islam (seperti pendirian masjid, dan sebagainya), pemeriksaaan ekstra ketat di setiap imigrasi transportasi darat, laut, dan udara terhadap mereka yang beragama Islam atau mereka yang berasal dari negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Kecurigaan berlebihan terhadap umat Islam kerap terjadi. Islam diidentikkan dengan sumber teroris. Ajaran Islam dianggap mengajarkan orang menjadi teroris seperti Jihad, perang, halalnya darah orang kafir dan sebagainya.
Dari pemahaman inilah Barat menyimpulkan bahwa Islam berpotensi besar melahirkan benih-benih terorisme. Maksud hati ingin memberikan citra buruk kepada Islam, yang terjadi malah memberikan ketertarikan besar terhadap Islam. Ketakutan yang berlebihan terhadap Islam ini justru memunculkan ketertarikan bagi warga Eropa untuk belajar mendalami Islam yang sebenarnya. Pada akhirnya mereka justru berbondong-bondong masuk Islam. Lembaga riset yang berbasis di Amerika Serikat, Pew Research Center, menyebutkan bahwa populasi Muslim di Eropa bisa membentuk lebih dari 11 persen dalam beberapa dekade mendatang. Hal itu jika tingkat migrasi legal tetap bertahan., seperti dilansir Republika.co.id. Tercatat pada tahun 2017, jumlah populasi muslim di Eropa mencapai sekitar 53 juta jiwa. Hasil survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menyebutkan, populasi umat muslim di Eropa akan mencapai 75 juta jiwa pada 2050. Jumlah tersebut sangat tinggi bila didasarkan pada jumlah saat ini yang mencapai 25,8 juta jiwa (tempo.com)
Menarik memang, di saat Barat begitu gencar membangun opini melawan terorisme yang diarahakan kepada umat Islam, justru memunculkan banyak peminat belajar Islam dari kalangan mereka sendiri. Logikanya tatkala Islam dicitrakan buruk dengan isu terorisme seharusnya gelombang Islamofobia semakin meningkat. Faktanya tidak demikian. Islam justru tumbuh subur di negeri mereka. Terlebih, ada indikasi bahwa melonjaknya jumlah populasi muslim di Eropa karena derasnya imigran dari Timur Tengah yang dirundung konflik seperti pengungsi Suriah, Pakistan dan lainnya. Mereka melakukan berbagai skenario pengaturan terhadap imigran. Namun upaya itu tak mampu menghentikan jumlah populasi muslim yang semakin meningkat tajam. Bahkan diprediksi bahwa Islam menjadi agama terbesar di benua biru tersebut. Analisis PEW menunjukkan, populasi muslim meningkat karena tingkat fertilitas mereka di Eropa lebih tinggi dibanding penganut agama lain, mencapai 2,1 anak per perempuan pada periode 2010-2015. Penduduk muslim Eropa juga berusia relatif muda (13 tahun lebih muda) dibanding penduduk penganut agama lain.
Potensi Islam yang menyebar demikian besar tentu menjadi ketakutan tersendiri bagi Barat terhadap eksistensi agama dan ideologi mereka. Mereka khawatir gelombang Islamisasi di Eropa akan memberangus agama non Islam yang menjadi mayoritas di sana. Padahal jika mereka mau berpikir obyektif, Islam bukanlah ancaman. Justru Islam adalah jawaban dari fitrah manusia. Buktinya, mayoritas muslim di Eropa memeluk Islam atas dasar kehendak dan kesadaran diri mereka sendiri. Islamofobia yang mungkin akan dan sedang digencarkan lagi sejatinya sudah tidak laku dan tak ada pengaruhnya bagi siapapun yang mau berpikir sehat. Ketika Islam semakin disudutkan, pahamilah bahwa hal itu akan berbalik arah kepada mereka yang menyudutkan Islam. [RN]
Penulis, Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan Peradaban – LSPP