(Panjimas.com) – Dunia akademis kembali memberi catatan kontroversi. Empat puluh dua mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Kalijaga, Yogyakarta pemakai cadar telah dikumpulkan dan diminta mencabut cadar dengan kemungkinan dikeluarkan. Rektor Yudian Wahyudi mengatakan para mahasiswi akan diberikan sesi penyuluhan sampai sembilan kali. Hal ini dilakukan karena menghindari pengaruh radikalisme berkembang di lingkungan kampus UIN Kalijaga. (www.bbc.com, 6/3/2018).
Tudingan bahwa muslimah menggunakan cadar terindikasi gerakan radikal dibantah tegas oleh salah satu Wakil Rakyat, Mardani Ali sera. Melalui akun twiter pribadi miliknya (6/3/2018), Dia menyatakan bahwa penggunaan cadar tidak bertentangan dengan Pancasila ataupun aturan-aturan lainnya. Sehingga tidak dibenarkan jika penggunaan cadar mesti dijatuhkan hukuman.
Adapun Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir menyatakan bahwa aturan internal kampus adalah urusan masing – masing kampus, karena Kemenristekdikti tidak mengatur hal itu. Pihaknya akan mengingatkan pihak UIN Kalijaga agar tidak melakukan tindakan diskriminasi, namun sepakat jika memang terbukti ada radikalisme, harus ditindak tegas (republika.co.id, 9/3/2018).
Sebenarnya, pembahasan masalah cadar adalah hal yang memang sudah lama diperselisihkan.. Namun tidak ada dikalangan ulama terdahulu yang mencela memakai cadar. Perselisihan di kalangan mereka hanya seputar hukum memakainya bagi wanita muslimah apakah wajib, karena dianggap termasuk aurat (mazhab Hanbali dan sebagian besar mazhab Syafi’i) atau tidak wajib, karena dianggap bukan termasuk aurat yang wajib ditutup (mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian mazhab syafi’i). Tidak ada dikalangan ulama mazhab yang menganggap bahwa cadar adalah simbol budaya orang Arab belaka.
Pendapat bahwa cadar bagian budaya Arab, sebenarnya seperti tidak memahami realita mereka yang sesungguhnya. Sebelum islam datang dengan ayat tentang menutup aurat, masyarakat arab tidak mengenal jilbab/hijab, bahkan orang musyrik Quraisy berthawaf di sekeliling ka’bah dalam keadaan telanjang. Begitu juga kisah ketika diturunkannya ayat tentang perintah hijab, maka diceritakan oleh Aisyah ra, bahwa pada saat itu wanita-wanita penduduk Madinah mengambil kain tirai mereka untuk menutup tubuh mereka.
Untuk konteks ke-Indonesia-an, pemakaian cadar sebenarnya sangat dekat dengan sejarah. Suku Bugis Makassar dahulu kala berpakaian dengan menggunakan dua sarung, bagian bawah dan bagian atas yang dililit sampai menutup wajah dan hanya kedua mata yang nampak. Demikian juga pada masyarakat suku Bima yang tradisi wanita zaman dahulu mereka adalah menutup wajah. Dan ini adalah pakaian wanita muslimah di zaman kesultanan Islam Gowa-Tallo/Makassar.
Sehingga terlalu berlebihan jika gegabah menyimpulkan, bahwa pemakaian cadar identik dengan pemahaman radikal yang mengarah keagenda makar. Jangan sampai kampus-kampus Islam justru terjangkiti virus islamophobia yang diciptakan Barat. Barat sejak hampir 2 abad yang lalu (tahun 1847) telah melakukan gerakan intelektual melalui program misionarisme dan telah berhasil melakukan mamasukan ide – ide mereka kepada institusi Islam. Mereka menebarkan sekulerisme barat melalui berbagai pendirian kelompok studi ilmiah.
Nampaknya gerakan misionaris ini telah berhasil mempengaruhi kampus-kampus Islam dengan menghasilkan Islamophobia. Hegemoni wacana yang disusun Barat sebagai bagian dari proyek ambisius proxy war dengan target monsterisasi terhadap Islam, nampaknya telah membuahkan hasil.
Efek domino dari Islamophobia ini semakin hari semakin mengkhawatirkan. Islamophobia dilakukan oleh individu maupun negara berupa penistaan, permusuhan, kebencian terhadap Islam dan kaum muslimin. Mulai dari tuduhan muslim intoleransi, radikal, antidemokrasi, terbelakang, hingga kriminalisasi simbol – simbol islam dan ulama serta monsterisasi ajaran Islam tentang syariah dan khilafah. Padahal keduanya adalah bagian dari ajaran Islam, sebagaimana ajaran-ajaran lain semisal tentang sholat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.
Perang pemikiran yang dilancarkan kaum misionaris memang bertujuan untuk menanamkan ide pluralisme, menimbulkan keraguan muslim atas kebenaran Islam, menghilangkan kebanggaan atas kesempurnaan Islam serta upaya menyeret muslim agar memuja peradaban Barat. Sehingga logika cadar berpotensi makar, adalah kajian tergesa – gesa yang sarat akan nuansa islamophobia. Wallahu a’lam bi ash showab. [RN]
Penulis, Ririn Umi Hanif
tinggal di Gresik