(Panjimas.com) – Rencana Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, memangkas gaji PNS sebesar 2,5 persen atas nama zakat menuai banyak kontroversi. Pasalnya, pihak pemerintah melalui Menteri Agama akan memberlakukan gagasan zakat profesi sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan pembanguan infrastruktur. Tidak hanya zakat profesi, sebelumnya triliunan rupiah dana haji milik umat dilirik untuk digunakan membiayai pembangunan infrastruktur juga.
Menyikapi hal itu, ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Reni Marlinawati menilai, wacana tersebut justru dijadikan politisasi kendati kebijakannya berguna untuk kebaikan umat. “Masalah zakat ini tidak bisa dilihat dari perspekti politik, tidak bisa dilihat dari perspektif sosial. Tapi harus dilihat dari perspektif agama,” ujar Reni di kompleks Parlemen DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (okezone.com, 9/2/2018)
Slogan “Gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo” yang menggambarkan keadaan bumi pertiwi yang memiliki kekayaan alam melimpah, tentram dan makmur serta amat subur tanahnya hanyalah sebuah mimpi yang sulit terwujud. Bagaimana tidak, kekayaan alam negeri yang melimpah ruah memang terdapat diperut bumi pertiwi namun pemiliknya adalah asing, bukan milik negri secara utuh.
Tentu kita tidak lupa, pada Desember 2017 Kementerian Agama mengambil langkah cepat untuk menarik seluruh soal mata pelajaran Fiqh yang berkonten jihad dan khilafah. Pihak Kemenag berasumsi bahwa tidak semua guru memiliki pemahaman yang sama terkait materi Khilafah. Kendatipun kenyataannya materi tersebut dimuat dalam silabus. Hal ini menunjukkan bahwa, Kemenag merasa khawatir dan tidak yakin dengan kemampuan guru dalam membawakan materi Fiqh berkonten jihad dan Khilafah. Ada indikasi bahwa Kemenag merasa cemas jika materi jihad dan khilafah diajarkan maka semakin banyak kaum muslim yang faham. Padahal, telah nyata dan jelas bahwa jihad dan khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Lalu, mengapa Kemenag seakan sedang menyebarkan virus islamophobia ditengah mayoritas kaum muslim itu sendiri?
Zakat Berdalih ‘Asnaf’ Pembangunan
Dengan berbagai polemik yang sengaja dimunculkan, jelas pemerintah tidak berpihak kepada Islam. Lalu mengapa mereka terus mengincar harta kaum muslim dengan dalih kemaslahatan? Inilah kebobrokan sistem politik hari ini. Mereka berusaha menjauhkan agama dari rakyatnya bahkan menjauhkan agama dari negara. Seakan negara boleh ikut campur urusan agama, namun agama sendiri tidak mencampuri urusan politik negara. Meski demikian, mereka tetap ‘memalak’ uang hasil kerja yang telah nyata menjadi hak milik individu. Seiring dengan berkembangnya era modern, syari’at yang dimuat dalam Fiqh pun turut mengalami perkembangan. Dalam Fiqh modern, praktik-praktik zakat dimodifikasi sedemikian rupa. Hingga akhirnya muncullah gagasan zakat profesi. Sementara Islam telah mensyariatkan zakat agar dibagikan kepada delapan asnaf. Jika zakat profesi digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, lalu infrastruktur tersebut masuk kedalam asnaf yang mana?
Itulah pentingnya negara harus bisa mengolah sendiri kekayaan alamnya. Dalam hal mengurusi negara, agama tidak boleh dipisahkan darinya. Sebab, agamalah yang akan mengatur roda perekonomian demi kesejahteraan rakyatnya. Untuk perkara pembangunan infrastruktur misalnya, negara dapat membiayainya dengan harta kepemilikan umum seperti freeport, gas, batubara dll. Islam mensyariatkan hukum-hukum tentang distribusi kekayaan ketengah masyarakat. Islam megatur distribusi harta kekayaan melalui pewajiban zakat dan pembagiannya kepada delapan golongan orang-orang yang berhak menerimanya, pemberian hak kepada seluruh masyarakat untuk memanfaatkan milik umum, pemberian kepada seseorang dari harta negara dan pembagian waris.[RN]
Penulis, Masni.,S.Pd.
Member of Akademi Menulis Kreatif